Meskipun kenikmatan dari perselingkuhan seks hanya berlangsung sebentar namun dampaknya bisa berkepanjangan. Karena itu tidaklah heran bila ia dianggap sebagai pekerjaan tidak efisien. Soalnya pasca perselingkuhan seks bisa berakibat pemborosan energi hanya untuk menciptakan beragam bentuk kebohongan terhadap pasangan di rumah. Sementara harus diupayakan di mana "kebohongan yang satu" tidak sampai kontradiktif terhadap "kebohongan yang lain". Berapa banyak waktu terbuang begitu saja, yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk hal lain. Taroklah setiap jenis kebohongan mempunyai simbol a, b, c, d, e, f, dan seterusnya. Maka semakin banyak jenis kebohongannya semakin banyak pulalah simbolnya. Sedangkan nilai dari setiap jenis kebohongan itu pun beragam. Kalau ingin tetap aman, si pelaku harus bisa melakukan kalkulasi terhadap simbol beserta nilainya masing-masing. Dari aspek Matematika, si pelaku cepat melakukan kalkulasi terhadap persamaan tiga anu sebagai berikut : 3a + 2b + 3c = 100 5a + 6b + 4c = 120 9a + 8b + 9c = 200 Ini baru untuk tiga jenis kebohogan. Agar jenis kebohongan berikutnya tidak tumpang tindih dengan ketiga jenis kebohongan sebelumnya itu, maka ia terlebih dulu harus mencari nilai a, nilai b, dan nilai c. Kerana kalau tidak maka ketika membuat persamaan empat anu bisa muncul dualisme nilai a, nilai b, dan nilai c. Artinya, pada persamaan tiga anu, nilai "a"nya adalah segitu, sedangkan pada persamaan empat anu, nilai "a"nya malah segini. Bisa dibayangkan, berapa beratnya pikiran si pelaku. Karena ia harus melakukan kalkulasi persamaan "n" anu sebelum melangkah pada pembantukan persamaan "n+1" anu. Karena semakin banyak "anu"nya dari persamaan berarti proses kalkulasinya semakin panjang. Mendingan jika si pelaku terus percaya diri. Bagaimana kalau tidak sanggup lagi melakukan kalkulasi secara cepat? akhirnya terjadilah error kalkulasi. Artinya, adanya kontradiktif antara persamaan "anu" yang satu dengan persamaan "anu" yang lain. Akhirnya ya ketahuan juga belangnya. Karena itu, janganlah berselingkuh. Salam, Nasrullah Idris