Teman-teman Indoz-net semua,


Perkenankanlah saya mengirim hasil edit saya yang terbaru  yang 
mengulas sekitar : "Gus Dur vs. Wiranto". Topik ini sangat  menarik
tidak hanya di Indoz-net ([EMAIL PROTECTED],Thu, 10 Feb 2000 :
"Tanjung"), tetapi juga sempat dibicarakan oleh sesama kami para
pembicara asal Indonesia yang menyajikan tulisan dalam "Austra-
lian Poultry Science Symposium" (APSS) - University of  Sydney,
7-9/2/00. Bapak Rudy I. Hutagalung, D.V.M., Ph.D.   (Managing
Director, NUTRIFINDO, Jl. Cilandak Tengah II No.9 Jakarta Selatan 
12430, misalnya,  sempat menyinggung topik menarik   ini   ketika
mempresentasikan tulisannya berjudul: "The  Monetary Crisis  and  
its Impact  on the Development of the Poultry Industry in Indonesia".
(Proccedings of the APSS, pp. 74 - 81).  Sedangkan tulisan   saya
tidak berkaitan dengan politik, tetapi menyangkut "poultry science":
"The Effect of Temperature on Responses of Laying Hens to Choice
Feeding in a Single Feeder" (Proceedings of the APSS, pp. 117 -
120).

Singkatnya, simaklah hasil edit saya yang terbaru 'terpanjang'
seperti terbaca dibawah ini. Selamat membaca dan   semoga
bermanfaat  (Editor - Yusuf  L. Henuk).

(1). TUJUAN MANUVER-MANUVER GUS DUR:
--------------------------------------------------------------------
Date: Wed, 9 Feb 2000 16:21:40 +0100 
From: RNW BERITA list manager <[EMAIL PROTECTED]> 
Subject: Warta Berita - Radio Nederland, 09 Februari 2000 
 
Manuver-manuver politik yang dilakukan Gus Dur selama di luar negeri bagi
banyak  orang  memang  sangat membingungkan. Para pendukungnya pun 
selama satu minggu terakhir ini sempat bingung. Bahkan ada yang   meng-
aku sempat berdebar-debar jantungnya melihat Gus Dur seolah menyerang
langsung secara frontal kubu institusi TNI.  Jenderal-jenderal yang dulu me-
rupakan kaki-tangan   Soeharto   menjadi "sasaran    tembaknya". Ia mulai 
dengan Wiranto, kemudian Feisal Tanjung. 

Bukan  rahasia  lagi bahwa  Gus Dur  melalui Kiki alias Marzuki Darusman 
telah memberi angin kepada Komnas HAM untuk menyebut nama Wiranto. 
"Sejak semula kami sudah tahu bahwa yang diincar adalah Wiranto",  kata 
seorang perwira yang namanya disebut-sebut   dalam  daftar  rekomendasi 
KPP HAM. Tetapi dari kalangan Komnas HAM diperoleh keterangan bahwa 
semula yang dincar adalah Mayjen Syafrie Samsuddin tetapi kemudian ber-
kembang ke Wiranto. Sedangkan seorang  letjen  purnawirawan  yang baru 
pensiun tahun lalu mengatakan, sebenarnya  yang harus bertanggungjawab 
adalah Feisal   Tanjung,   Menko   Polkam   saat  Habibie berkuasa. Tetapi 
Wirantolah yang dikorbankan, jelasnya. 
 
Feisal cukup lihai karena selalu menghindari pers. Tetapi seharusnya dicari 
bagaimana hubungan dokumen Garnadi dengan Feisal Tanjung, ujar perwira 
tersebut. "Faisal diselamatkan oleh lonceng, 'saved by the  bell'.  Disamping 
itu Habibie pun tidak boleh lepas tangan", katanya  kesal. Keadaan di Timor 
Timur betul-betul di luar kendali TNI, meski  diakui  ada permainan  beberapa 
perwira di lapangan. "Tetapi itu bukan  institusi", tegasnya. Ia melihat bahwa 
Gus Dur sudah menyadari   hal  itu sehingga   sasaran  pun dialihkannya ke 
Feisal Tanjung yang kebetulan harus mempertanggungjawabkan penyerbuan 
ke kantor PDI Megawati yang dikenal sebagai peristiwa 27 Juli. Kasum ABRI 
saat itu  adalah   Soeyono   lalu   diganti oleh   Tarub. Karena  itu Tarub men-
dampingi Feisal Tanjung dalam konperensi pers di Balai Sudirman hari Senin 
lalu. Keduanya   membantah mengenai   rencana   membunuh Megawati dan 
Gus Dur. Tetapi bantahan itu kurang meyakinkan. Mengapa Feisal ragu-ragu 
menghadapi Gus Dur?   Ada  yang mengatakan Gus Dur sudah memperoleh 
data-data pentransferan puluhan juta dollar Amerika Serikat ke luar negeri me-
lalui suatu bank oleh seorang perwira sesaat setelah Gus Dur lengser. 

Tetapi   yang   nampaknya   tersinggung adalah mantan Wapres Try Sutrisno. 
Maka kemarin ia mengatakan selama ia menjabat sejak di lapangan  sampai
menjadi Wapres, ia tidak pernah mendengar ada rencana  pemerintah  meng-
hilangkan nyawa sesorang. "Perintah itu tidak pernah  ada.  Apalagi Gus Dur 
menggunakan kata membunuh",kata Try Sutrisno. Feisal Tanjung tampaknya 
mulai berlindung dibelakang mantan bossnya.  Tetapi  bekas Panglimanya di 
Cilangkap itu yang mau dijadikan  penangkal  petir mungkin  hanya akan me-
mancing kemarahan Gus Dur yang  merasa  di atas  angin  karena  didukung 
rakyat dan dunia internasional.  "Bisa-bisa  Gus  Dur akan  mendesak   pem-
bentukan KPP HAM untuk kasus  pelanggaran  Tanjung Priok", kata seorang 
diplomat. Sejak kemarin  memang  diumumkan bahwa Komnas HAM sedang 
menyusun suatu tim baru  untuk  menangani  kasus "27 Juli".  KPP  HAM 27 
Juli ini jelas bisa  menjerat  Feisal  Tanjung ke pengadilan.   Sedangkan   jika 
KPP HAM Tanjung  Priok   dibentuk maka   jelas   Try Sutrisno   dan   Benny 
Murdani harus dipanggil untuk klarifikasi. 
 
Seorang   pengamat  pendukung Gus Dur pun bertanya-tanya, mengapa Gus 
Dur seberani itu.   Seharusnya   Gus Dur   "melahap"   secara  bertahap "kue 
tart pelanggar HAM" itu. Tetapi sekarang   ia   seolah-olah   mau  "memakan" 
sekaligus kue tart yang cukup besar itu, katanya.  Namun   pengamat  politik
Kunanto Anggora mengatakan kepada pers ibukota, sasaran akhir yang ingin 
dituju Gus Dur adalah Soeharto. Jadi manuver politik yang dilakukan Presiden 
Abdurrahman Wahid ternyata   ditujukan   untuk   membidik mantan Presiden 
Soeharto. Sedangkan mantan Pangab Jenderal Feisal Tanjung hanya sasaran 
antara. Maka apa yang diperkirakan pengamat politik Profesor  Sarbini Suma-
winata bisa terjadi. Kelompok Soeharto bergabung dengan kelompok  Wiranto 
dan Habibie dan mengkup Gus Dur-Mega. Tetapi mereka akan gagal. Menurut 
majalah Tajuk, selama 3 bulan berkuasa, Gus Dur sudah berhasil mengisolasi 
pengaruh politik Jenderal  Wiranto dengan memanfaatkan rivalitas di lapis elite 
TNI.  Tetapi   apakah   dengan  demikian pengaruh golongan Soeharto-Habibie 
dalam negara, berkurang? Tidak karena kelompok Soeharto  yang  menguasai 
dana trilyunan rupiah sudah merupakan negara dalam negara. 
 
(2). KEKUATAN GUS DUR:
---------------------------------------
From: [EMAIL PROTECTED]
Date: Sun Feb 06 2000 - 13:13:38 MST 
Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka 
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom 
E-mail: [EMAIL PROTECTED] 
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp 
Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 
------------------------------ 
PASUKAN GUS DUR LEBIH KUAT 
 
(PERISTIWA): Kostrad terpecah dua, sebagian pro Wiranto,  sebagian lagi  pro 
Gus Dur. Namun, Marinir dan Kopassus, berada di belakang Gus  Dur. Adakah
Adakah  Presiden  Gus  Dur sudah menghitung kekuatan Jendral  Wiranto,  jika 
seandainya jendral itu melawannya karena menolak dipecat dan diadili? Setidak-
nya itu telah dipikirkan Gus Dur,   kendati   upaya   "pembersihan"  orang-orang 
Wiranto di tubuh angkatan bersenjata belum tuntas. Gus Dur baru   bisa   "mem-
bersihkan" Mayjen TNI Sudrajat dari jabatan Kapuspen TNI, Jendral TNI Subagyo 
sebagai KSAD, dan Mayjen Pol Noegroho Djajusman dari Kapolda  Metro   Jaya. 
Di kalangan angkatan darat, Gus Dur juga baru sempat "merebut" hati Kopassus, 
dengan berkunjung ke Markas Grup 1 Kopassus di  Serang,  dan  Markas   Yonif 
320/Badak Putih di Pandeglang, Jumat, 21 Januari. Langkah Gus Dur ini merupa-
kan konsolidasi Gus Dur dengan Angkatan Darat. Untuk keperluan  itu, yang  per-
tama dirangkul Gus Dur adalah Korps Baret Merah,   karena    Kopassus  adalah 
satuan penting AD. Dan, hasilnya, Kopassus menyatakan setia pada Gus Dur. 

Nah,  bagaimana  Kostrad? Gus  Dur belum  sempat berkunjung ke Mako Kostrad 
atau salah satu dari dua divisi pasukan terbesar Angkatan Darat itu. Namun, Pang-
kostrad, Letjen  TNI   Djadja   Suparman  mengatakan, Gus Dur akan mengunjungi 
markas   pasukan   Komando   Cadangan   Strategis   TNI AD  (Kostrad). Gus Dur 
memang  berencana   mengunjungi   Markas  Divisi Infanteri-1 Kostrad di Cilodong, 
Bogor.  Untuk berkonsilidasi dengan pasukan  baret hijau itu.  Namun, ketegangan-
nya dengan Wiranto terlanjur menguat. Infonya, Kostrad yang diimpin Djadja, orang-
nya Wiranto, terpecah jadi dua. Sebagian mendukung Gus Dur, sebagian  lagi men-
dukung Wiranto. 
 
Jika info ini benar, Kostrad yang mendukung Gus Dur pasti  adalah  Divisi Infanteri II
Kostrad yang bermarkas di Singosari, Malang yang memiliki personil lima belas ribu 
hingga duapuluh ribu. Mengapa Divisi Infanteri II akan membela Gus Dur? Ini semata-
mata, secara tradisional, Divisi II  memiliki  hubungan  kedaerahan  dengan Gus  Dur 
yang memang berasal dari Jawa  Timur   dan   memiliki   basis   massa yang kuat di 
provinsi berpenduduk terbesar di   Indonesia itu.   Sebagian   besar   brigade 
infanteri 
Divisi II berada di Jawa  Timur,   seperti:   Brigif Linud 18/Trisula di Malang yang 
mem-
bawahi: Yonif Linud 501/Bajra Yodha (Madiun),Yonif Linud 502/Ujwala Yodha (Malang) 
Yonif  Linud  503/Mayangkara (Mojokerto). Lalu, Brigif 9 di Jember, yang membawahi: 
Yonif 514 (Situbondo), Yonif 515 (Tanggul), Yonif 516 (Jember)   plus   Yon   Zipur  
10 
(Pasuruan), Yonkav (Kepanjen, Malang), Yon Armed (Singosari, Malang), Yon Bekang 
(Malang). Brigif 6 (Mojolaban, Solo), yang membawahi  Yonif 411 (Salatiga), Yonif 412 
(Purworejo), Yonif 413 (Solo), kendati  berada di bawah  Divisi Infanteri II, namun, 
Brigif 
6 memiliki hubungan  tradisional dengan Wiranto yang berasal dari Solo, Jawa Tengah. 

Divisi I jelas mendukung Wiranto, karena kedekatan divisi ini dengan Djadja, sang Pang-
kostrad. Divisi ini secara teritorial berada di Jawa Barat seperti  Brigif Linud 
17/Kujang  I 
(Cijantung, Jakarta Timur), yang membawahi Yonif  Linud  305/Tengkorak     (Karawang), 
Yonif Linud 328/Dirgahayu (Cilodong, Bogor), Yonif Linud 330/Tri  Dharma    
(Cicalengka, 
Bandung). Lalu, Brigif 13/Galuh (Tasikmalaya), Yonkav 1/Tank (Cijantung,  Jaktim),  
Yon 
Armed 9/Pasopati (Sadang, Purwakarta), Yon   Armed  10/Nanggala   (Sukabumi),   Yon 
Zipur 9/Para  (Ujungberung,   Bandung),   Yon   Bekang   (Cibinong, Bogor),  dan 
Yonkes 
(Ciluar, Bogor). Divisi ini terdiri dari sekitar 20 ribu personil. 

Kalau Kostrad benar terpecah, kekuatan Gus Dur tampaknya  cukup   untuk menghadang
Wiranto. Jadi total kekuatannya: Divisi Infanteri II Kostrad, Lima Grup Kopassus dan 
Korps 
Marinir. Nah, kalau Pangdam Jaya, Mayjen TNI  Ryamizard   Ryacudu,   masih  setia men-
dukung Gus Dur, tiga Batalyon Infantri (di bawah Brigif 1/Jaya Sakti), satu Batalyon 
Armed, 
satu resimen Arhanud dan dua Batayon Kaveleri siap bergabung. Total pasukan Ryamizard 
ada sekitar 10 ribu. Korps Marinir memiliki memiliki dua brigade  infanteri  yang  
terdiri  dari 
enam batalyon infanteri. Jumlah personilnya   mencapai   enam   ribu hingga  sembilan 
ribu. 
Kalau ditambah batalyon kavaleri dan alteleri, pasukan pro  Gus   Dur   bisa  lebih 
kuat lagi. 
Nah, di luar itu, para jendral pro Gus Dur juga  melakukan konsolidasi. KSAD, Jenderal 
TNI 
Tyasno Sudarto, misalnya  melakukan   konsolidasi   ke Kodam   III/Siliwangi   di 
Bandung. 
Tyasno dalam  kesempatan   bertemu   dengan   para perwira remaja di Bandung beberapa 
waktu lalu  mengingatkan   bahwa   ada   tangan-tangan kotor dari kalangan TNI yang 
akan 
melakukan kudeta. Tyasno memerintahkan   agar   para    perwira   remaja itu  
mendukung 
pemerintahan yang sah pimpinan Gus Dur. 
 
Nah, kini semuanya tinggal Wiranto, apakah ia akan melakukan politik bumi   hangus 
untuk 
menyelamatkan dirinya sendiri dengan melancarkan kudeta dengan membuat situasi chaos, 
atau tunduk pada Gus Dur dan mengikuti prosedur hukum, diperiksa dan diadili. (*) 

(3). WIRANTO DIMATA GURUNYA: 
---------------------------------------------------
Date: Tue, 8 Feb 2000 17:01:46 +0100 
From: RNW BERITA list manager <[EMAIL PROTECTED]> 
Subject: Warta Berita - Radio Nederland, 08 Februari 2000 
 
* WIRANTO DIJAUHI PARA PERWIRA TINGGI 
 
Presiden Abdurahman Wahid, yang akhir-akhir ini oleh kalangan  perwira 
pensiunan mulai disebut sebagai Gus Durna, kembali menyinggung  soal 
Wiranto dan Feisal Tanjung. Ketika berada di New  Delhi,  ibukota   India
Selasa kemarin Gus Dur mengatakan akan tetap meminta Wiranto untuk
untuk   meletakkan   jabatan.   "Kata memecat itu terlalu berat", katanya. 
Tetapi pada intinya ia akan mendesak Wiranto untuk mundur.  Lebih  lan-
lanjut berikut laporan koresponden Syahrir dari Jakarta: 
 
Menyinggung soal Feisal Tanjung Presiden Abdurrahman Wahid menegas-
kan, "Saya hanya   mengatakan   ada   perintah   dari Feisal.  Apakah  itu 
komplotan atau tidak,   saya tidak tahu". Sebelumnya   ketika    berada di 
Eropa   Gus Dur menuduh Feisal   Tanjung   pernah   mengupayakan agar 
Megawati dan Gus Dur dihilangkan. Ucapan-ucapan Gus Dur diluar negeri 
yang menyinggung para   jenderal   pensiunan itu   sempat  meningkatkan 
suhu politik di Indonesia. Akibatnya rupiah pun sempat terpuruk. Kalangan 
jenderal pensiunan lain berharap, Gus Dur   akan    mengerem  dirinya dan 
tidak mempermalukan para jenderal di luar negeri. 

Menurut Soeyono, pensiunan letjen yang pernah menjabat sebagai Kasum 
ABRI dan Sekjen Departemen Hankam, bagi seorang tentara sebuah tugas 
merupakan   satu   kehormatan.   Jadi   seorang tentara yang diangkat oleh 
Presiden harus diberhentikan oleh Presiden pula. Dalam hal ini   Gus   Dur
harus berhadapan langsung dengan Wiranto yang dilantik sebagai   Menko
Polkam oleh Gus Dur. Soeyono yang tamat dari Akmil Magelang tahun 65,
mengatakan hubungannya dengan Wiranto pada awal    kejatuhan  Suharto
baik. Tetapi ia mulai menjauh setelah melihat  bagaimana  bekas  muridnya 
itu terlalu mendekatkan diri dengan Habibie. Terlebih-lebih  setelah  Wiranto 
terlibat dengan Pamswakarsanya Djaja Suparman dan  Nugroho.  Namun ia 
tetap percaya bahwa Wiranto saat   ini tidak bisa  menggerakkan   pasukan 
untuk menghadapi Gus Dur. Karena dari dulu  Wiranto   tidak  pernah dekat 
dengan prajurit. Ia jarang turun ke  barak-barak   prajurit.   "Saya pun pernah 
menganjurkan agar ia  menyelesaikan  masalah   Trisakti, Tragedi Sudirman 
dan lain-lain.Tetapi Wiranto tidak  menggubris.   Bahkan ia justru mengguna-
kan kembali  orang-orang   Prabowo",   katanya.   Namun   jika menyangkut 
institusi TNI yang sekarang semakin disudutkan oleh pernyataan Gus Dur di 
luar dia katakan, jangankan pensiunan,   prajurit   pun akan  bersatu.  Dan di-
kuatirkannya TNI akan memisahkan diri dengan pemerintah. Tetapi dia yakin
TNI tidak akan melakukan kudeta karena TNI sejak   di pendidikan  sudah  di 
doktrin bahwa kudeta akan diikuti lagi oleh kudeta yang  lain.  TNI jangan  di-
samakan dengan tentara di negara-negara lain seperti di Afrika atau Pakistan". 

Sekarang ini, menurutnya perbedaan antara pejabat dan penjahat  sangat tipis.
Demikian pula antara pejabat dan pelawak. Ia pun berpendapat bahwa Wiranto 
hanya menjadi korban kasus pelanggaran HAM di Timor  Timur. Ia  pun    tidak 
heran jika Gus Dur sekarang mengincar Feisal  Tanjung. Menjawab pertanyaan 
apakah Feisal Tanjung berperan dalam kasus HAM Timtim, Soeyono mengata-
kan 'sangat mungkin'. Seorang mantan  pejabat   memang   menduga    bahwa 
Feisal Tanjung terlibat dalam kasus HAM  Timtim, tetapi Wiranto yang menjadi 
korban. Sumber-sumber di KPP HAM  mengaku bahwa pada awalnya tim KPP 
HAM mendapat instruksi untuk  mencari  kesalahan Syafie  Samsuddin. Tetapi 
karena bukti-buktnya sulit  untuk  ditemui, maka  entah mengapa fokusnya ber-
pindah ke Wiranto. Baru pada saat-saat menjelang pengumuman rekomendasi 
Komnas HAM seorang petinggi Kejaksaan Agung mengatakan kepada Komnas 
HAM bahwa Gus Dur  menyetujui   jika   ada  nama-nama perwira yang disebut. 
Dalam hubungan ini Soeyono yang sehari sebelumnya ditemui Buyung Nasution 
dari Tim  Advokasi   TNI   mengatakan,   seharusnya    Komnas HAM mengecek 
kebenaran  ucapan   petinggi Kejagung tersebut ke Gus Dur. Mungkin saja tidak 
ada instruksi demikian dari Gus Dur, katanya. Berikut   ini   beberapa    cuplikan 
wawancara dengan mantan Kasum ABRI Letjen purnawirawan Soeyono: 

Radio Nederland: Kembali ke masalah sekarang, menurut Bapak, Gus Dur  tadi-
nya seolah-olah menyerang Wiranto, tapi sekarang   malah   Wiranto  dipuji-puji 
dan sasaran itu beralih ke Faisal Tanjung. Nah ada yang  mengatakan  mungkin 
ini disebabkan karena Wiranto sudah mengatakan  bahwa    yang   bertanggung 
jawab untuk Timor Timur itu sebenarnya adalah  Faisal   Tanjung yang waktu itu 
menjabat sebagai Menko Polkam. Mungkin apa tidak kira-kira begitu? 

Soeyono: Bisa jadi karena bagaimanapun waktu itu masih dalam  suatu  sistem, 
Pak Tanjung yang Menko Polkam, Menhankam dan Pangabnya   Pak   Wiranto. 
Dalam kaitan ini pasti sedikit banyak juga ada   berhubungan  dengan   masalah 
kebijaksanaan pemerintah dan negara. Jadi     tidak  mustahillah   hal-hal   yang  
demikian terjadi. Sekarang   tinggal   kalau    memang benar   yah   harus  diper-
tanggung-jawabkan benar, kalau salah yah  harus  dipertanggungjawab  kalau itu 
salah. 
 
(4). PENDUKUNG UTAMA WIRANTO:
-------------------------------------------------------
From: [EMAIL PROTECTED]
Date: Fri Feb 04 2000 - 15:07:22 MST 

TINGGAL BANG BUYUNG YANG MENDUKUNG WIRANTO 
 
JAKARTA, (TNI Watch! 4/2/2000). Agak sulit memastikan, masih   adakah perwira-
perwira (berpengaruh) di TNI, yang secara "die hard" mendukung  Wiranto.  Jangan-
jangan sudah tidak ada. Seandainya pun ada, paling-paling  perwira staf, yang tidak 
memiliki akses komando ke pasukan,  seperti   Mayjen   TNI   Sudrajat     (mantan 
Kapuspen TNI), Mayjen TNI Sjafrie  Sjamsudin,   Mayjen  TNI  Ismed  Yuzairi, serta 
beberapa perwira lain, yang tidak begitu berpengaruh. 

Kalau beberapa petinggi TNI saja, seperti Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS, 
Kaster TNI Letjen TNI Agus Wijoyo, Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, 
dan Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus WK,   secara    terang-terangan  tidak 
mendukung Wiranto, maka sikap perwira   lainnya     sudah    bisa   kita   perkirakan. 
Demikian juga sikap pejabat sipil seperti Amin Rais dan Akbar Tanjung, yang secara 
tegas mendukung niat Presiden Abdurahman Wahid, untuk memberhentikan Wiranto 
selaku Menko Polkam. 
 
Secara hitungan kasar, praktis hanya Bang Buyung (Adnan  Buyung   Nasution)  saja 
yang secara terbuka mendukung Wiranto. Kalau itu yang  terjadi,   berarti   ini  
adalah 
tragedi bagi keduanya. Padahal dulu, keduanya  adalah   "macan" pada kubu masing-
masing. 
 
Siapa tak kenal Bang Buyung saat aksi mahasiswa atau LSM? Bang  Buyung adalah 
"macan podium" pada setiap kegiatan pro-demokrasi   di   masa   Orde Baru. Sedang 
Wiranto juga seorang "macan" dalam arti sebenarnya,  yakni  sebagai "orang kuat" di 
masa Soeharto dan Habibie. Kedua macan  tersebut,   yang   dulunya berseberangan, 
kini bergandengan, bukan untuk  menggapai  kejayaan,  namun untuk menyambut ke-
runtuhan keduanya. 
 
Beberapa rekan lama Bang Buyung, seperti Rachman Tolleng,  sempat   mengatakan, 
karir politik Bang Buyung telah habis. Posisi sebagai pembela  Wiranto  inilah,    
yang 
rupanya dijadikan Bang Buyung sebagai panggung terakhirnya. Wajar kalau ia berbuat 
all out untuk itu. Sebagaimana yang ditunjukkannya saat Konferensi Pers di Manggala 
Wanabakti, Selasa lalu (1/2). 

Nasib Wiranto lebih tragis lagi. Dari seorang Panglima TNI yang  memiliki    kekuasaan 
sangat besar, karena didukung oleh seluruh anggota TNI, mulai prajurit sampai 
jenderal. 
Kini yang mendukung hanya Bang Buyung,  beserta  "pasukan"  yang  kurang bermutu, 
seperti Assegaf, Hotma Sitompul, Tommy Sihotang, Yan Juanda, Ruhut Sitompul, dan 
Bunga  Surawijaya (staf Tim Advokasi HAM Perwira TNI, mantan wartawati Tempo). 
 
Bagaimana bisa disebut bermutu, kalau pengacara semacam Ruhut Sitompul, motivasi-
nya sebagai pengacara lebih untuk mencari popularitas.  Misalnya begini, setiap datang 
ke kantor Komnas HAM, dalam rangka mendampingi para perwira, Ruhut selalu datang 
dengan  mobil yang berganti-ganti  (Jaguar, Mercy Boxer, Range Rover). Memang boleh-
boleh saja   Ruhut berlagak seperti itu, karena itu memang mobilnya. Namun    perikalu
Ruhut itu menunjukkan, bahwa Ruhut tidak memiliki empati terhadap    perwira-perwira
yang didampinginya,  yang sedang dalam suasana prihatin.  Seperi Lettu Inf Sugito (Dan-
ramil Suai) misalnya,  yang sampai menderita  stres berat, akibat pemanggilan    KPP
HAM.  Begitu teganya Ruhut bergaya, sementara Letnan Sugito sedang menderita. 

Selain itu, tim pembela perwira TNI pimpinan Bang Buyung itu, yang terlihat    gemerlap
(seperti ditunjukkan oleh gaya Ruhut), sebenarnya  kedodoran juga. Tim pimpinan Bang 
Buyung sempat kurang koordinasi dengan Front Pembela Islam (FPI), yakni sebuah  or-
mas partisan  yang dikenal dekat  dengan TNI. Karena tim Bang Buyung tidak memberi-
tahukan secara jelas, agama apa yang dianut oleh perwira-perwira tersebut, kepada kor-
dinator Lapangan FPI. Maka sebuah kejadian janggal sempat terjadi ketika pemeriksaan 
terhadap Brigjen  TNI Tono Suratman berlangsung. 

Ketika Brigjen Tono Suratman memasuki halaman Komnas HAM,  kedatangannya diiringi 
serombongan anggota  FPI. Anggota FPI tersebut,  dengan setia menunggu selama Brig-
jen Tono   Suratman diperiksa. Adakah yang  aneh? Yang aneh adalah, anggota FPI men-
dukung  Brigjen Tono Suratman yang  menganut agama Katolik (nama Baptis Tono adalah
Fransiscus Xaverius).  Selidik punya selidik, rupanya anggota FPI tersebut tidak tahu, 
bah-
wa Tono   beragama Nasrani. Kordinator FPI terlihat pucat, ketika diberitahu salah 
seorang
anggota KPP, bahwa Tono itu beragama Katolik. Kemudian dengan  wajah lesu rombongan
FPI itu meninggalkan Komnas HAM. *** 
________________ 

Kirim email ke