Teman-teman Indoz-net semua, Perkenankanlah saya mengirim hasil edit saya yang terbaru yang mengulas sekitar : "Gus Dur vs. Wiranto". Topik ini sangat menarik tidak hanya di Indoz-net ([EMAIL PROTECTED],Thu, 10 Feb 2000 : "Tanjung"), tetapi juga sempat dibicarakan oleh sesama kami para pembicara asal Indonesia yang menyajikan tulisan dalam "Austra- lian Poultry Science Symposium" (APSS) - University of Sydney, 7-9/2/00. Bapak Rudy I. Hutagalung, D.V.M., Ph.D. (Managing Director, NUTRIFINDO, Jl. Cilandak Tengah II No.9 Jakarta Selatan 12430, misalnya, sempat menyinggung topik menarik ini ketika mempresentasikan tulisannya berjudul: "The Monetary Crisis and its Impact on the Development of the Poultry Industry in Indonesia". (Proccedings of the APSS, pp. 74 - 81). Sedangkan tulisan saya tidak berkaitan dengan politik, tetapi menyangkut "poultry science": "The Effect of Temperature on Responses of Laying Hens to Choice Feeding in a Single Feeder" (Proceedings of the APSS, pp. 117 - 120). Singkatnya, simaklah hasil edit saya yang terbaru 'terpanjang' seperti terbaca dibawah ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat (Editor - Yusuf L. Henuk). (1). TUJUAN MANUVER-MANUVER GUS DUR: -------------------------------------------------------------------- Date: Wed, 9 Feb 2000 16:21:40 +0100 From: RNW BERITA list manager <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Warta Berita - Radio Nederland, 09 Februari 2000 Manuver-manuver politik yang dilakukan Gus Dur selama di luar negeri bagi banyak orang memang sangat membingungkan. Para pendukungnya pun selama satu minggu terakhir ini sempat bingung. Bahkan ada yang meng- aku sempat berdebar-debar jantungnya melihat Gus Dur seolah menyerang langsung secara frontal kubu institusi TNI. Jenderal-jenderal yang dulu me- rupakan kaki-tangan Soeharto menjadi "sasaran tembaknya". Ia mulai dengan Wiranto, kemudian Feisal Tanjung. Bukan rahasia lagi bahwa Gus Dur melalui Kiki alias Marzuki Darusman telah memberi angin kepada Komnas HAM untuk menyebut nama Wiranto. "Sejak semula kami sudah tahu bahwa yang diincar adalah Wiranto", kata seorang perwira yang namanya disebut-sebut dalam daftar rekomendasi KPP HAM. Tetapi dari kalangan Komnas HAM diperoleh keterangan bahwa semula yang dincar adalah Mayjen Syafrie Samsuddin tetapi kemudian ber- kembang ke Wiranto. Sedangkan seorang letjen purnawirawan yang baru pensiun tahun lalu mengatakan, sebenarnya yang harus bertanggungjawab adalah Feisal Tanjung, Menko Polkam saat Habibie berkuasa. Tetapi Wirantolah yang dikorbankan, jelasnya. Feisal cukup lihai karena selalu menghindari pers. Tetapi seharusnya dicari bagaimana hubungan dokumen Garnadi dengan Feisal Tanjung, ujar perwira tersebut. "Faisal diselamatkan oleh lonceng, 'saved by the bell'. Disamping itu Habibie pun tidak boleh lepas tangan", katanya kesal. Keadaan di Timor Timur betul-betul di luar kendali TNI, meski diakui ada permainan beberapa perwira di lapangan. "Tetapi itu bukan institusi", tegasnya. Ia melihat bahwa Gus Dur sudah menyadari hal itu sehingga sasaran pun dialihkannya ke Feisal Tanjung yang kebetulan harus mempertanggungjawabkan penyerbuan ke kantor PDI Megawati yang dikenal sebagai peristiwa 27 Juli. Kasum ABRI saat itu adalah Soeyono lalu diganti oleh Tarub. Karena itu Tarub men- dampingi Feisal Tanjung dalam konperensi pers di Balai Sudirman hari Senin lalu. Keduanya membantah mengenai rencana membunuh Megawati dan Gus Dur. Tetapi bantahan itu kurang meyakinkan. Mengapa Feisal ragu-ragu menghadapi Gus Dur? Ada yang mengatakan Gus Dur sudah memperoleh data-data pentransferan puluhan juta dollar Amerika Serikat ke luar negeri me- lalui suatu bank oleh seorang perwira sesaat setelah Gus Dur lengser. Tetapi yang nampaknya tersinggung adalah mantan Wapres Try Sutrisno. Maka kemarin ia mengatakan selama ia menjabat sejak di lapangan sampai menjadi Wapres, ia tidak pernah mendengar ada rencana pemerintah meng- hilangkan nyawa sesorang. "Perintah itu tidak pernah ada. Apalagi Gus Dur menggunakan kata membunuh",kata Try Sutrisno. Feisal Tanjung tampaknya mulai berlindung dibelakang mantan bossnya. Tetapi bekas Panglimanya di Cilangkap itu yang mau dijadikan penangkal petir mungkin hanya akan me- mancing kemarahan Gus Dur yang merasa di atas angin karena didukung rakyat dan dunia internasional. "Bisa-bisa Gus Dur akan mendesak pem- bentukan KPP HAM untuk kasus pelanggaran Tanjung Priok", kata seorang diplomat. Sejak kemarin memang diumumkan bahwa Komnas HAM sedang menyusun suatu tim baru untuk menangani kasus "27 Juli". KPP HAM 27 Juli ini jelas bisa menjerat Feisal Tanjung ke pengadilan. Sedangkan jika KPP HAM Tanjung Priok dibentuk maka jelas Try Sutrisno dan Benny Murdani harus dipanggil untuk klarifikasi. Seorang pengamat pendukung Gus Dur pun bertanya-tanya, mengapa Gus Dur seberani itu. Seharusnya Gus Dur "melahap" secara bertahap "kue tart pelanggar HAM" itu. Tetapi sekarang ia seolah-olah mau "memakan" sekaligus kue tart yang cukup besar itu, katanya. Namun pengamat politik Kunanto Anggora mengatakan kepada pers ibukota, sasaran akhir yang ingin dituju Gus Dur adalah Soeharto. Jadi manuver politik yang dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid ternyata ditujukan untuk membidik mantan Presiden Soeharto. Sedangkan mantan Pangab Jenderal Feisal Tanjung hanya sasaran antara. Maka apa yang diperkirakan pengamat politik Profesor Sarbini Suma- winata bisa terjadi. Kelompok Soeharto bergabung dengan kelompok Wiranto dan Habibie dan mengkup Gus Dur-Mega. Tetapi mereka akan gagal. Menurut majalah Tajuk, selama 3 bulan berkuasa, Gus Dur sudah berhasil mengisolasi pengaruh politik Jenderal Wiranto dengan memanfaatkan rivalitas di lapis elite TNI. Tetapi apakah dengan demikian pengaruh golongan Soeharto-Habibie dalam negara, berkurang? Tidak karena kelompok Soeharto yang menguasai dana trilyunan rupiah sudah merupakan negara dalam negara. (2). KEKUATAN GUS DUR: --------------------------------------- From: [EMAIL PROTECTED] Date: Sun Feb 06 2000 - 13:13:38 MST Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 04/III/6-12 Pebruari 2000 ------------------------------ PASUKAN GUS DUR LEBIH KUAT (PERISTIWA): Kostrad terpecah dua, sebagian pro Wiranto, sebagian lagi pro Gus Dur. Namun, Marinir dan Kopassus, berada di belakang Gus Dur. Adakah Adakah Presiden Gus Dur sudah menghitung kekuatan Jendral Wiranto, jika seandainya jendral itu melawannya karena menolak dipecat dan diadili? Setidak- nya itu telah dipikirkan Gus Dur, kendati upaya "pembersihan" orang-orang Wiranto di tubuh angkatan bersenjata belum tuntas. Gus Dur baru bisa "mem- bersihkan" Mayjen TNI Sudrajat dari jabatan Kapuspen TNI, Jendral TNI Subagyo sebagai KSAD, dan Mayjen Pol Noegroho Djajusman dari Kapolda Metro Jaya. Di kalangan angkatan darat, Gus Dur juga baru sempat "merebut" hati Kopassus, dengan berkunjung ke Markas Grup 1 Kopassus di Serang, dan Markas Yonif 320/Badak Putih di Pandeglang, Jumat, 21 Januari. Langkah Gus Dur ini merupa- kan konsolidasi Gus Dur dengan Angkatan Darat. Untuk keperluan itu, yang per- tama dirangkul Gus Dur adalah Korps Baret Merah, karena Kopassus adalah satuan penting AD. Dan, hasilnya, Kopassus menyatakan setia pada Gus Dur. Nah, bagaimana Kostrad? Gus Dur belum sempat berkunjung ke Mako Kostrad atau salah satu dari dua divisi pasukan terbesar Angkatan Darat itu. Namun, Pang- kostrad, Letjen TNI Djadja Suparman mengatakan, Gus Dur akan mengunjungi markas pasukan Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad). Gus Dur memang berencana mengunjungi Markas Divisi Infanteri-1 Kostrad di Cilodong, Bogor. Untuk berkonsilidasi dengan pasukan baret hijau itu. Namun, ketegangan- nya dengan Wiranto terlanjur menguat. Infonya, Kostrad yang diimpin Djadja, orang- nya Wiranto, terpecah jadi dua. Sebagian mendukung Gus Dur, sebagian lagi men- dukung Wiranto. Jika info ini benar, Kostrad yang mendukung Gus Dur pasti adalah Divisi Infanteri II Kostrad yang bermarkas di Singosari, Malang yang memiliki personil lima belas ribu hingga duapuluh ribu. Mengapa Divisi Infanteri II akan membela Gus Dur? Ini semata- mata, secara tradisional, Divisi II memiliki hubungan kedaerahan dengan Gus Dur yang memang berasal dari Jawa Timur dan memiliki basis massa yang kuat di provinsi berpenduduk terbesar di Indonesia itu. Sebagian besar brigade infanteri Divisi II berada di Jawa Timur, seperti: Brigif Linud 18/Trisula di Malang yang mem- bawahi: Yonif Linud 501/Bajra Yodha (Madiun),Yonif Linud 502/Ujwala Yodha (Malang) Yonif Linud 503/Mayangkara (Mojokerto). Lalu, Brigif 9 di Jember, yang membawahi: Yonif 514 (Situbondo), Yonif 515 (Tanggul), Yonif 516 (Jember) plus Yon Zipur 10 (Pasuruan), Yonkav (Kepanjen, Malang), Yon Armed (Singosari, Malang), Yon Bekang (Malang). Brigif 6 (Mojolaban, Solo), yang membawahi Yonif 411 (Salatiga), Yonif 412 (Purworejo), Yonif 413 (Solo), kendati berada di bawah Divisi Infanteri II, namun, Brigif 6 memiliki hubungan tradisional dengan Wiranto yang berasal dari Solo, Jawa Tengah. Divisi I jelas mendukung Wiranto, karena kedekatan divisi ini dengan Djadja, sang Pang- kostrad. Divisi ini secara teritorial berada di Jawa Barat seperti Brigif Linud 17/Kujang I (Cijantung, Jakarta Timur), yang membawahi Yonif Linud 305/Tengkorak (Karawang), Yonif Linud 328/Dirgahayu (Cilodong, Bogor), Yonif Linud 330/Tri Dharma (Cicalengka, Bandung). Lalu, Brigif 13/Galuh (Tasikmalaya), Yonkav 1/Tank (Cijantung, Jaktim), Yon Armed 9/Pasopati (Sadang, Purwakarta), Yon Armed 10/Nanggala (Sukabumi), Yon Zipur 9/Para (Ujungberung, Bandung), Yon Bekang (Cibinong, Bogor), dan Yonkes (Ciluar, Bogor). Divisi ini terdiri dari sekitar 20 ribu personil. Kalau Kostrad benar terpecah, kekuatan Gus Dur tampaknya cukup untuk menghadang Wiranto. Jadi total kekuatannya: Divisi Infanteri II Kostrad, Lima Grup Kopassus dan Korps Marinir. Nah, kalau Pangdam Jaya, Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, masih setia men- dukung Gus Dur, tiga Batalyon Infantri (di bawah Brigif 1/Jaya Sakti), satu Batalyon Armed, satu resimen Arhanud dan dua Batayon Kaveleri siap bergabung. Total pasukan Ryamizard ada sekitar 10 ribu. Korps Marinir memiliki memiliki dua brigade infanteri yang terdiri dari enam batalyon infanteri. Jumlah personilnya mencapai enam ribu hingga sembilan ribu. Kalau ditambah batalyon kavaleri dan alteleri, pasukan pro Gus Dur bisa lebih kuat lagi. Nah, di luar itu, para jendral pro Gus Dur juga melakukan konsolidasi. KSAD, Jenderal TNI Tyasno Sudarto, misalnya melakukan konsolidasi ke Kodam III/Siliwangi di Bandung. Tyasno dalam kesempatan bertemu dengan para perwira remaja di Bandung beberapa waktu lalu mengingatkan bahwa ada tangan-tangan kotor dari kalangan TNI yang akan melakukan kudeta. Tyasno memerintahkan agar para perwira remaja itu mendukung pemerintahan yang sah pimpinan Gus Dur. Nah, kini semuanya tinggal Wiranto, apakah ia akan melakukan politik bumi hangus untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan melancarkan kudeta dengan membuat situasi chaos, atau tunduk pada Gus Dur dan mengikuti prosedur hukum, diperiksa dan diadili. (*) (3). WIRANTO DIMATA GURUNYA: --------------------------------------------------- Date: Tue, 8 Feb 2000 17:01:46 +0100 From: RNW BERITA list manager <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Warta Berita - Radio Nederland, 08 Februari 2000 * WIRANTO DIJAUHI PARA PERWIRA TINGGI Presiden Abdurahman Wahid, yang akhir-akhir ini oleh kalangan perwira pensiunan mulai disebut sebagai Gus Durna, kembali menyinggung soal Wiranto dan Feisal Tanjung. Ketika berada di New Delhi, ibukota India Selasa kemarin Gus Dur mengatakan akan tetap meminta Wiranto untuk untuk meletakkan jabatan. "Kata memecat itu terlalu berat", katanya. Tetapi pada intinya ia akan mendesak Wiranto untuk mundur. Lebih lan- lanjut berikut laporan koresponden Syahrir dari Jakarta: Menyinggung soal Feisal Tanjung Presiden Abdurrahman Wahid menegas- kan, "Saya hanya mengatakan ada perintah dari Feisal. Apakah itu komplotan atau tidak, saya tidak tahu". Sebelumnya ketika berada di Eropa Gus Dur menuduh Feisal Tanjung pernah mengupayakan agar Megawati dan Gus Dur dihilangkan. Ucapan-ucapan Gus Dur diluar negeri yang menyinggung para jenderal pensiunan itu sempat meningkatkan suhu politik di Indonesia. Akibatnya rupiah pun sempat terpuruk. Kalangan jenderal pensiunan lain berharap, Gus Dur akan mengerem dirinya dan tidak mempermalukan para jenderal di luar negeri. Menurut Soeyono, pensiunan letjen yang pernah menjabat sebagai Kasum ABRI dan Sekjen Departemen Hankam, bagi seorang tentara sebuah tugas merupakan satu kehormatan. Jadi seorang tentara yang diangkat oleh Presiden harus diberhentikan oleh Presiden pula. Dalam hal ini Gus Dur harus berhadapan langsung dengan Wiranto yang dilantik sebagai Menko Polkam oleh Gus Dur. Soeyono yang tamat dari Akmil Magelang tahun 65, mengatakan hubungannya dengan Wiranto pada awal kejatuhan Suharto baik. Tetapi ia mulai menjauh setelah melihat bagaimana bekas muridnya itu terlalu mendekatkan diri dengan Habibie. Terlebih-lebih setelah Wiranto terlibat dengan Pamswakarsanya Djaja Suparman dan Nugroho. Namun ia tetap percaya bahwa Wiranto saat ini tidak bisa menggerakkan pasukan untuk menghadapi Gus Dur. Karena dari dulu Wiranto tidak pernah dekat dengan prajurit. Ia jarang turun ke barak-barak prajurit. "Saya pun pernah menganjurkan agar ia menyelesaikan masalah Trisakti, Tragedi Sudirman dan lain-lain.Tetapi Wiranto tidak menggubris. Bahkan ia justru mengguna- kan kembali orang-orang Prabowo", katanya. Namun jika menyangkut institusi TNI yang sekarang semakin disudutkan oleh pernyataan Gus Dur di luar dia katakan, jangankan pensiunan, prajurit pun akan bersatu. Dan di- kuatirkannya TNI akan memisahkan diri dengan pemerintah. Tetapi dia yakin TNI tidak akan melakukan kudeta karena TNI sejak di pendidikan sudah di doktrin bahwa kudeta akan diikuti lagi oleh kudeta yang lain. TNI jangan di- samakan dengan tentara di negara-negara lain seperti di Afrika atau Pakistan". Sekarang ini, menurutnya perbedaan antara pejabat dan penjahat sangat tipis. Demikian pula antara pejabat dan pelawak. Ia pun berpendapat bahwa Wiranto hanya menjadi korban kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Ia pun tidak heran jika Gus Dur sekarang mengincar Feisal Tanjung. Menjawab pertanyaan apakah Feisal Tanjung berperan dalam kasus HAM Timtim, Soeyono mengata- kan 'sangat mungkin'. Seorang mantan pejabat memang menduga bahwa Feisal Tanjung terlibat dalam kasus HAM Timtim, tetapi Wiranto yang menjadi korban. Sumber-sumber di KPP HAM mengaku bahwa pada awalnya tim KPP HAM mendapat instruksi untuk mencari kesalahan Syafie Samsuddin. Tetapi karena bukti-buktnya sulit untuk ditemui, maka entah mengapa fokusnya ber- pindah ke Wiranto. Baru pada saat-saat menjelang pengumuman rekomendasi Komnas HAM seorang petinggi Kejaksaan Agung mengatakan kepada Komnas HAM bahwa Gus Dur menyetujui jika ada nama-nama perwira yang disebut. Dalam hubungan ini Soeyono yang sehari sebelumnya ditemui Buyung Nasution dari Tim Advokasi TNI mengatakan, seharusnya Komnas HAM mengecek kebenaran ucapan petinggi Kejagung tersebut ke Gus Dur. Mungkin saja tidak ada instruksi demikian dari Gus Dur, katanya. Berikut ini beberapa cuplikan wawancara dengan mantan Kasum ABRI Letjen purnawirawan Soeyono: Radio Nederland: Kembali ke masalah sekarang, menurut Bapak, Gus Dur tadi- nya seolah-olah menyerang Wiranto, tapi sekarang malah Wiranto dipuji-puji dan sasaran itu beralih ke Faisal Tanjung. Nah ada yang mengatakan mungkin ini disebabkan karena Wiranto sudah mengatakan bahwa yang bertanggung jawab untuk Timor Timur itu sebenarnya adalah Faisal Tanjung yang waktu itu menjabat sebagai Menko Polkam. Mungkin apa tidak kira-kira begitu? Soeyono: Bisa jadi karena bagaimanapun waktu itu masih dalam suatu sistem, Pak Tanjung yang Menko Polkam, Menhankam dan Pangabnya Pak Wiranto. Dalam kaitan ini pasti sedikit banyak juga ada berhubungan dengan masalah kebijaksanaan pemerintah dan negara. Jadi tidak mustahillah hal-hal yang demikian terjadi. Sekarang tinggal kalau memang benar yah harus diper- tanggung-jawabkan benar, kalau salah yah harus dipertanggungjawab kalau itu salah. (4). PENDUKUNG UTAMA WIRANTO: ------------------------------------------------------- From: [EMAIL PROTECTED] Date: Fri Feb 04 2000 - 15:07:22 MST TINGGAL BANG BUYUNG YANG MENDUKUNG WIRANTO JAKARTA, (TNI Watch! 4/2/2000). Agak sulit memastikan, masih adakah perwira- perwira (berpengaruh) di TNI, yang secara "die hard" mendukung Wiranto. Jangan- jangan sudah tidak ada. Seandainya pun ada, paling-paling perwira staf, yang tidak memiliki akses komando ke pasukan, seperti Mayjen TNI Sudrajat (mantan Kapuspen TNI), Mayjen TNI Sjafrie Sjamsudin, Mayjen TNI Ismed Yuzairi, serta beberapa perwira lain, yang tidak begitu berpengaruh. Kalau beberapa petinggi TNI saja, seperti Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS, Kaster TNI Letjen TNI Agus Wijoyo, Pangdam Jaya Mayjen TNI Ryamizard Ryacudu, dan Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus WK, secara terang-terangan tidak mendukung Wiranto, maka sikap perwira lainnya sudah bisa kita perkirakan. Demikian juga sikap pejabat sipil seperti Amin Rais dan Akbar Tanjung, yang secara tegas mendukung niat Presiden Abdurahman Wahid, untuk memberhentikan Wiranto selaku Menko Polkam. Secara hitungan kasar, praktis hanya Bang Buyung (Adnan Buyung Nasution) saja yang secara terbuka mendukung Wiranto. Kalau itu yang terjadi, berarti ini adalah tragedi bagi keduanya. Padahal dulu, keduanya adalah "macan" pada kubu masing- masing. Siapa tak kenal Bang Buyung saat aksi mahasiswa atau LSM? Bang Buyung adalah "macan podium" pada setiap kegiatan pro-demokrasi di masa Orde Baru. Sedang Wiranto juga seorang "macan" dalam arti sebenarnya, yakni sebagai "orang kuat" di masa Soeharto dan Habibie. Kedua macan tersebut, yang dulunya berseberangan, kini bergandengan, bukan untuk menggapai kejayaan, namun untuk menyambut ke- runtuhan keduanya. Beberapa rekan lama Bang Buyung, seperti Rachman Tolleng, sempat mengatakan, karir politik Bang Buyung telah habis. Posisi sebagai pembela Wiranto inilah, yang rupanya dijadikan Bang Buyung sebagai panggung terakhirnya. Wajar kalau ia berbuat all out untuk itu. Sebagaimana yang ditunjukkannya saat Konferensi Pers di Manggala Wanabakti, Selasa lalu (1/2). Nasib Wiranto lebih tragis lagi. Dari seorang Panglima TNI yang memiliki kekuasaan sangat besar, karena didukung oleh seluruh anggota TNI, mulai prajurit sampai jenderal. Kini yang mendukung hanya Bang Buyung, beserta "pasukan" yang kurang bermutu, seperti Assegaf, Hotma Sitompul, Tommy Sihotang, Yan Juanda, Ruhut Sitompul, dan Bunga Surawijaya (staf Tim Advokasi HAM Perwira TNI, mantan wartawati Tempo). Bagaimana bisa disebut bermutu, kalau pengacara semacam Ruhut Sitompul, motivasi- nya sebagai pengacara lebih untuk mencari popularitas. Misalnya begini, setiap datang ke kantor Komnas HAM, dalam rangka mendampingi para perwira, Ruhut selalu datang dengan mobil yang berganti-ganti (Jaguar, Mercy Boxer, Range Rover). Memang boleh- boleh saja Ruhut berlagak seperti itu, karena itu memang mobilnya. Namun perikalu Ruhut itu menunjukkan, bahwa Ruhut tidak memiliki empati terhadap perwira-perwira yang didampinginya, yang sedang dalam suasana prihatin. Seperi Lettu Inf Sugito (Dan- ramil Suai) misalnya, yang sampai menderita stres berat, akibat pemanggilan KPP HAM. Begitu teganya Ruhut bergaya, sementara Letnan Sugito sedang menderita. Selain itu, tim pembela perwira TNI pimpinan Bang Buyung itu, yang terlihat gemerlap (seperti ditunjukkan oleh gaya Ruhut), sebenarnya kedodoran juga. Tim pimpinan Bang Buyung sempat kurang koordinasi dengan Front Pembela Islam (FPI), yakni sebuah or- mas partisan yang dikenal dekat dengan TNI. Karena tim Bang Buyung tidak memberi- tahukan secara jelas, agama apa yang dianut oleh perwira-perwira tersebut, kepada kor- dinator Lapangan FPI. Maka sebuah kejadian janggal sempat terjadi ketika pemeriksaan terhadap Brigjen TNI Tono Suratman berlangsung. Ketika Brigjen Tono Suratman memasuki halaman Komnas HAM, kedatangannya diiringi serombongan anggota FPI. Anggota FPI tersebut, dengan setia menunggu selama Brig- jen Tono Suratman diperiksa. Adakah yang aneh? Yang aneh adalah, anggota FPI men- dukung Brigjen Tono Suratman yang menganut agama Katolik (nama Baptis Tono adalah Fransiscus Xaverius). Selidik punya selidik, rupanya anggota FPI tersebut tidak tahu, bah- wa Tono beragama Nasrani. Kordinator FPI terlihat pucat, ketika diberitahu salah seorang anggota KPP, bahwa Tono itu beragama Katolik. Kemudian dengan wajah lesu rombongan FPI itu meninggalkan Komnas HAM. *** ________________