From: Teddy Mantoro <[EMAIL PROTECTED]>
To: Multiple recipients of list <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Tuesday, February 22, 2000 23:19
Subject: Re: Redefinisi Matematika


     Bagaimana kalau begini : "Matematika sebagai sistim perhitungan yang
berurusan dengan berbagai ukuran fenomena alam".
     Sedangkan angka/simbol hanya adalah bahasa dari setiap perhitungan,
agar muncul keseragaman persepsi. Jadi tanpa kehadiran simbol/angka, proses
matematika pada manusia sudah berjalan.
     Misalkan ditangan seorang anak kecil berusia 2  tahun ada sepotong kueh
donat. Lalu kita beri donat lainnya.
     Dalam pikirannya kan sudah ada persepsi penjumlahan.
     Ya mungkin saja ia tidak tahu dengan simbol/angka bagi itu. Maklum...
masih kecil. Malah kata "penjumalah" itu pun dia tidak tahu. Maklum ...
perbendaharaan kata yang dikuasainya masih sangat sedikit.
     Tetapi perubahan pikiran pada dirinya, dari "ketika donat masih satu
buah" menjadi "setelah donat lain kita berikan", akan timbul reaksi otaknya
yang kalau kita simpulkan sebagai "penjumlahan". Kemudian kalau kita
simpulkan dengan angka, maka reaksi otaknya itu adalah "1 + 1".
     Bukankah itu berarti bahwa proses matematikanya sudah berjalan ?
     Jadi proses Matematika pada manusia itu lebih dulu muncul ketimbang
pengenalan angka/simbol.
     Hanya saja secara kultural : pengalaman anak kecil itu tidak dipandang
sebagai "pelajaran Matematika". Padahal justru pada usia itulah ia mengalami
ledakan memori luar biasa serta dampak positif berantainya di kemudian hari.

     Bagaimana kalau begini : Matematika sebagai "Sarana proses berpikir".
Ini berarti berpikir untuk bidang apa saja. Jadi kalau ada guru mengajak
murid2nya berhitung seputar tubuh manusia - tanpa menulis di papan tulis
sedikit pun - itu berarti mengajak mereka belajar kedokteran.
     Ini sekaligus mementahkan mitos yang mengidentikkan "Matematika dengan
simbol/angka".


Salam,

Nasrullah Idris

Kirim email ke