Hee...he... Hari minggu lalu saya beruntung. Pak Eko single dua kali 15-8, 15-8, Pak Dadan 15-10, kayaknya kalo angka 5 bisa lewat he...he....
----- Original Message ---- From: Almasdi Rahman <[EMAIL PROTECTED]> To: jamaah@arroyyan.com Sent: Monday, August 20, 2007 3:18:09 PM Subject: Re: [Ar-Royyan-6557] Refleksi 17 Agustusan: Optimisme Indonesia Nulis jagan panjang amat pak , ntar jari tangan nya sakit, nanti miggu pagi cari 3 single nggak kuat lagi..he....he...he.... al On 8/20/07, M.K. Roziqin <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Optimisme Indonesia Oleh M.K. Roziqin DN 11A Ini sekedar refleksi pribadi melihat Indonesia ke depan. Dalam skala tertentu, refleksi ini disulut semangat kebersamaan dan nasionalisme yang telah dikobarkan oleh Panitia Porsenipar BDB II. Semangat yang patut diapresiasi oleh siapapun warga BDB II atas kerja keras, ketekunan dan dedikasi panitia porsenipar dan Pengurus RW. Bahkan rela mengorbankan kepentingan pribadi dan keluarga demi suksesnya penyelenggaraan even demi even. Bagi saya, semangat ini patut diteladani dan mendapat tempat yang tinggi di tengah kehidupan perkotaan yang semakin individual dan menjauh dari semangat nenek moyang kita "gotong royong". Semangat tersebut, yang terlihat juga bergemuruh di hampir seluruh wilayah Indonesia dalam peringatan 17 Agustusan semakin meyakinkan saya bahwa Indonesia telah menapak ke arah yang diimpikan founding fathers. Berita ke arah sana yang saya baca beberapa waktu lalu nampaknya bermuara pada titik yang sama: sebuah Indonesia yang bersemangat, optimis dan berperan positif bagi dunia. Sebuah tulisan oleh Cyrillus Harinowo yang dimuat harian Kompas 01 Agustus 2007, mengulas tentang prediksi Indonesia 2050, membuat saya merasa tergetar, sedikit ragu dan seperti ada nuansa senang dan optimis di dada. Getaran kereta menuju kantor pagi itu terasa makin kencang dan membuat perasaan saya bergejolak. Saya baru tahu, dua lembaga yang cukup prestisius Price Waterhouse Cooper (PWc) dan Goldman Sach memprediksi pada tahun 2050 perekonomian Indonesia akan mengalahkan sebagian besar negara maju saat ini seperti Jepang, Inggris, Jerman, Perancis, Korea, Kanada, dan Italia. Prediksi ini menjadi semakin menarik di tengah berbagai masalah dan cobaan yang terus mendera negara tercinta ini. Bencana yang tiada henti, pengangguran, kemiskinan, pendidikan rendah, KKN, birokrasi yang masih tradisionil, konflik daerah, transportasi yang amburadul seperti telah menghapus optimisme dari wajah bangsa ini. Tulisan Cyril itu membangkitkan semangat yang sudah lama redup, terlihat khas optimisme manajer berpengalaman. (Kalau tidak salah Cyril pernah menjadi Direktur BEJ dan saat ini menjadi CFO Medco). Bayangan optimisme dan penasaran itu terus mempengaruhi pikiran saya dalam minggu-minggu berikutnya. Di tengah menonton lomba karaoke malam itu pun, pikiran saya tetap terbayang Indonesia 2050. Sebenarnya saya segera ingin membuat sebuah tulisan tentang optimisme itu, tapi terhalang berbagai hal yang menyita pikiran dan waktu. Di sela-sela rutinitas kantor, saya mencari informasi mengenai dasar dan logika yang digunakan untuk membuat prediksi yang menurut saya bombastis. Alhasil, saya mendapat Paper Goldman Sach yang berjudul: The N-11: More Than An Acronym (March 28, 2007). Paper 24 halaman ini pada intinya mengulas dasar-dasar perhitungan yang menjadi basis prediksi tersebut. Membaca ulasannya, saya merasa ini ulasan yang rasional, fair, dapat dipertanggung-jawabkan secara akademis dan cukup masuk akal. Dasar perhitungannya adalah perbandingan Gross Domestic Product (GDP) berbagai negara untuk memprediksi posisi perekonomian negara tersebut. Kesimpulannya, pada tahun 2050, perekonomian Indonesia berada pada urutan ke tujuh di Dunia. Berikut ini urutan 10 besarnya: 1. China ($70.710 m) 2. Amerika Serikat ($38.514 m) 3. India ($37.668 m) 4. Brazil ($11.366 m) 5. Meksiko ($9.340 m) 6. Rusia ($8.580 m) 7. Indonesia ($7.010 m) 8. Jepang ($6.677 m) 9. Inggris ($5.133 m) 10. Jerman ($5.024 m) Sebelumnya pada tahun 2030, perekonomian Indonesia diprediksi berada pada urutan ke 14 di Dunia dengan urutan 15 besarnya sebagai berikut: 1. China ($25.610 m) 2. Amerika Serikat ($22.817 m) 3. India ($37.668 m) 4. Jepang ($5.814 m) 5. Rusia ($4.265 m) 6. Jerman ($3.761 m) 7. Brazil ($3.720 m) 8. Inggris ($3.595 m) 9. Perancis ($3.306 m) 10. Meksiko ($3.068 m) 11. Italia ($2.950 m) 12. Korea Selatan ($2.241 m) 13. Kanada ($2.061 m) 14. Indonesia ($1.479 m) 15. Turki ($1.279 m) Saya sedikit surprise di sini tidak ada Singapura, Malaysia, Thailand maupun beberapa negara Eropa seperti Belanda, Spanyol, Portugis, Belgia dll. Artinya, Indonesia semakin masuk ke radar para analis dan pengambil keputusan di berbagai belahan dunia dan memiliki prospek yang semakin menarik. Apakah Indonesia saat ini menuju ke arah sana dan track yang dilalui telah sesuai dengan prediksi paper tersebut? Cyril menjawab pertanyaan itu dengan cukup lugas. Kondisi riil perekonomian Indonesia tahun 2006 telah melewati prediksi paper tersebut. Pada tahun 2006, Indonesia diprediksi memiliki GDP $350 miliar, kenyataannya GDP kita pada tahun 2006 telah mencapai $366 miliar ($16 miliar lebih besar). Artinya Indonesia bukan hanya on the track tapi jauh lebih bagus. Dengan kondisi ini, tampaknya posisi 7 besar dunia bisa diperoleh sebelum 2050, mungkin 2040 atau 2045. Sekalipun demikian, prediksi tersebut tetap harus dibaca secara lebih komprehensif, karena GDP sekalipun merupakan variable fundamental dalam semua perhitungan ekonomi suatu negara tetap harus di-breakdown dengan variable lain untuk mendapatkan kesimpulan yang memadai, seperti indikator GDP per capital misalnya. Meskipun demikian , variable dan indikator tersebut tetap tidak dapat mematikan optimisme yang bisa diambil dari data tersebut. Kemudian, apa maknanya bagi bangsa Indonesia? Paper tetaplah paper yang maknanya tergantung sang pembaca. Namun apabila suatu prediksi didasarkan atas perhitungan akademis dan rasional, dilakukan oleh lembaga yang kredibel maka pembaca pada umumnya akan mempertimbangkan paper tersebut. Ini mirip ketika John Naisbith dalam Megatrends 2000 memprediksi peran Cina di milenium 21, tidak semua orang percaya, namun seiring bergulirnya waktu, beberapa bagian bukunya terbukti benar. Apapun itu, bagi saya pribadi, paper itu memberi makna yang dalam, setidak-tidaknya membangkitkan optimisme sebagai anak bangsa. Toh hampir semua bangsa harus berjuang mengalahkan masalah-masalah internal bangsanya sebelum akhirnya tampil sebagai pemenang. Menurut hitungan saya, dalam perjalanan berbangsa, Indonesia masih lebih untung daripada Jerman yang telah melahirkan Hitler dengan korban jutaan nyawa, Amerika Serikat yang mengorbankan nyawa beberapa politisinya seperti J. F. Kennedy untuk menjadi negara demokrasi, Rusia yang melahirkan Stalin dengan korban 20 juta nyawa warganya, Jepang yang harus mengorbankan Hiroshima dan Nagasaki demi menjadi imperium di Dunia Timur, India yang masih sering terjadi pembunuhan politik di sini Indira Gandhi termasuk korbannya, Cina yang tidak ideologi komunisnya kebingungan mencari bentuk, Thailand yang setiap lima tahun terjadi kudeta, Singapura yang mulai ketakutan akan tenggelam dan kebingungan mencari tanah urukan. Dalam ulang tahun ke-62 negeri ini, kita tampaknya perlu sekali lagi mengucapkan syukur alhamdulillah diberi tanah Indonesia yang indah dan menawan. Dipikirkan di Kereta Jabotabek, ditulis di sela-sela pekatnya udara Jakarta, 20 Agustus 2007. Sick sense of humor? Visit Yahoo! TV's Comedy with an Edge to see what's on, when. ____________________________________________________________________________________ Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! http://surveylink.yahoo.com/gmrs/yahoo_panel_invite.asp?a=7