Kemusyrikan Yang Membudaya (4/4)
Ahmas Faiz Asifuddin

Penutup

Sebagai penutup, di bawah ini adalah kisah yang harus dijadikan ibrah: 

Dart Abu Waqit al-Laitsi, ia mengatakan: Kami keluar bersama Nabi untuk 
berperang ke Hunain, kami waktu itu baru saja meninggalkan kekafiran (baru 
masuk Islam), sedangkan kaum Musyrikin naempunyai sebuah pohon Sidrah yang 
dijadikan tempat i'tihaf (bersemedi) mereka, dan mereka senang menggantungkan 
senjatasenjata mereka (supaya rnenjadi senjata sakti) pada pohon itu. Pohon itu 
disebut sebagai pohon yang memiliki keramat. Kemudian hami melewati pohon itu.

Maka kami berkata kepada Rasulullah:  

"Ya Rasalullah, buatkanlah untuk kami sesuatu yang dikeramatkan sebagaimana 
mereka (kaum Musyrikin) mempunyai sesuatu yang dikeramatkan".

Maka Rasulullah menjawab:

"Allahu Akbar, ini merupakan jalan / kebiasaan (yang sadah terjadi sejak 
dahulu-pen). Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian telah berkata 
seperti apa yang telah dikatakan oleh Barn Israil kepada Musa, yaitu (yang 
tersebut dalam surat al-A'raf: 138 artinya) :

"Buatkanlah untuk kami berhala sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala. 
Musa menjawab: Sesungguhnya kalian benar-benar orang yang bodoh". Sunggah 
kalian benar-benar mengikuti jalan /kebiasaan orang-orang sebelum kalian." 
HREF="#foot92">1

Kisah di atas merupakan kisah yang dapat memberikan pelajaran bagi orang-orang 
yang berfikir. Orang harus merasa takut terjerumus dalam kemusyrikan. Sebab 
orang terkadang menganggap baik terhadap sesuatu dan menyangka sebagai taqarrub 
kepada Allah, padahal sesuatu itu justru merupakan hal yang paling menjauhkan 
seseorang dari rahmat Allah, dan paling potensial mendatangkan murka Allah. 



Berdasarkan kisah di atas, juga dapat diambil kesimpulan bahwa istilah atau 
sebutan tidak membatasi hakikat suatu masalah. Sekalipun sekarang sebutan Dzatu 
anwath (sesuatu yang memiliki keramat) tidak dipakai misalnya, tetapi ternyata 
hakikat permasalahanya sama, maka tetap saja merupakan kemusyrikan.


Orang yang musyrik tetap musyrik walaupun ia menamakan kemusyrikannya sebagai 
amalan wirid. Meminta-minta kepada orang mati, menyembelih untuk orang mati, 
bernadzar untuk orang mati dan sebagainya tetap syirik sekalipun 
kegiatan-kegiatan itu diistilahkan sebagai penghormatan atau sebagai ungkapan 
rasa cinta kepada nabi yang telah mati.


Rasulullah murka dan menganggap permintaan shahabat akan Dzatu anwath, sama 
dengan permintaan Bani Israil kepada Musa akan berhala. Jadi jelas yang 
menjadikan ukuran bukan istilahnya, tetapi hakikatnya.


Begitulah, hendaknya contoh-contoh tentang kemusyrikan di alas menjadi bahan 
kajian, bahwa bukan hanya itu saja bentuk kemusyrikan, tetapi bisa berkembang 
dalam berbagai bentuk lain.


Yang jelas umat Islam harus berhati-hati dan berupaya keras untuk kembali 
mempelajari agamanya secara benar kemudian mengamalkannya secara benar supaya 
selamat dunia dan akhiratnya.


Alangkah indahnya jika umat manusia hanya beribadah kepada Allah saja, tidak 
melakukan kemusyrikan sedikitpun, tidak melakukan penyelewengan-penyelewengan
peribadatan dan bersedia meninggalkan kemaksiatan sekecil apapun. Nas'alullaha 
at-Taufiq wa as Sadad.




--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki
  . HREF="#tex2html8">1

  HR Tirmidzi dan beliau menshahihkanya. 

http://blog.vbaitullah.or.id/2004/07/02/256-contoh-contoh-kemusyrikan-yang-membudaya-44-ahmas-faiz-asifuddin/

Kirim email ke