Assalamualaikum Wr. Wb,
Semoga ini tidak menjadi sumber perdebatan di milis ini, juga tdk dalam 
kerangka membenarkan atau menyalahkan, namun untuk menambah wawasan kita 
mengenai perbedaan pendapat yg ada di kalangan umat Islam terutama terhadap 
praktek2 beragama dan hal2 yg  baru muncul setelah wafatnya Nabi SAW. Sehingga 
kita bisa husnuddzon (berbaik sangka) dan berkasih sayang dg sauadara-saudara 
kita se-iman.  Diambil dari: 
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=13163


Wassalam,
M.Khoerur RoziqinRecommended blogs for better understanding of the purposes of 
our life: 
www.dalamdakwah.wordpress.com
www.hidayahku.com
www.mualaf.com.


Praktik Bid'ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat 
24/06/2008 
Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam
bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan
cakupan sabda Rasulullah SAW: 


مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً
حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا

Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia
akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak
mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam 
syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika
mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih
berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul
untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah
ini".

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan
Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:

"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki
contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata
dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya,
jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang
terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka
ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka
hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum
bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".

b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas
usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan
pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada
yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang
diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat.
Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar
dan Umar sebagai­mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan
haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat
tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi
dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-­nya
bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak.
Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan
iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar
Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina
Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh
sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para
sahabat yang menyetu­juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?

Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud
berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan
Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain.
Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi
perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama.
Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti
mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah
adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima
pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat
tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta
menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang-­orang yang berbuat
bid'ah dan sesat.


Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah"yang diterjemahkan oleh PP 
Lakpesdam NU dengan "Kenapa Takut Bid’ah?"


      

Kirim email ke