From: Billy Kristanto 

Perumpamaan tentang Kerajaan Sorga

Matius 13:1-23

 

Selama masa pelayananNya di bumi, Tuhan Yesus mengajar satu pokok penting yang 
terus-menerus dibicarakan yaitu Kerajaan Sorga. Para murid sangat lamban untuk 
mengerti pokok yang penting ini, sehingga Yesus harus bersabar untuk terus 
mendidik mereka mengenai pokok pengajaran ini. Mengapa para murid sulit untuk 
mengerti? Sebab mereka sudah memiliki konsep sendiri tentang Kerajaan Sorga dan 
tampaknya sulit bagi mereka untuk menanggalkan konsep tersebut (diperlukan 
kerendahan hati untuk mengubah konsep yang selama ini kita anggap benar). Yang 
menjadi permasalahan para murid adalah, sebagaimana juga pada banyak orang 
(termasuk kita!), mereka berusaha untuk membawa konsep duniawi untuk diterapkan 
dalam hal-hal sorgawi. Kerajaan Sorga dimengerti sebagai penyelesaian tuntas 
persoalan-persoalan yang kita hadapi di dunia, bukan hanya demikian, bahkan 
seringkali sorga dimengerti sebagai keinginan-keinginan manusia yang sifatnya 
sangat duniawi. Manusia berusaha membawa dunia ke sorga, sementara Yesus 
Kristus mengajarkan "Datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu, di bumi seperti 
di sorga" (Mat 6:9-13). Bumi yang harusnya seperti sorga, bukan sorga seperti 
bumi dan segala kehendaknya. Para murid pun memimpikan Yesus sebagai pembebas 
yang akan memerdekakan bangsa mereka dari penjajahan Romawi, pemulihan Kerajaan 
Israel seperti yang dulu pernah jaya di masa pemerintahan Raja Daud. Alangkah 
sulitnya bagi Tuhan Yesus untuk mengajarkan pokok ini, sebab setiap orang sudah 
memiliki konsep, gambaran, bahkan mungkin definisinya sendiri-sendiri tentang 
Kerajaan Sorga. 

 

Yesus sendiri tidak memberi definisi tentang Kerajaan Sorga, Ia menggunakan 
banyak cara untuk mengungkapkan kebenaran itu, termasuk melalui perumpamaan. 
Perumpamaan bersifat ganda: bagi mereka yang diberi karunia untuk mengetahui 
rahasia Kerajaan Sorga akan mengerti, tetapi bagi mereka yang tidak, mereka 
tidak akan mengerti. Perumpamaan menyatakan sekaligus menutupi kebenaran. 

 

Dalam penjelasan perumpamaan ini, Yesus menggolongkan orang yang mendengar 
firman menjadi empat macam. Menarik di sini, bahwa keempat golongan orang itu 
semuanya mendengar (tidak ada yang tidak mendengar). Dan dari keempat macam 
yang mendengar itu, hanya satu saja yang lolos. Jadi persoalannya bukan apakah 
seseorang berkesempatan mendengar atau tidak, karena yang mendengar sekalipun 
tidak ada jaminan pasti masuk dalam Kerajaan Sorga. Mendengar tidak membuat 
seseorang untuk sungguh mengerti. 

 

Apa yang mereka dengar? Firman tentang Kerajaan Sorga. Yesus tidak salah 
mengajar, materi yang diajarkan sudah benar, bahkan Ia mengajar dengan penuh 
kuasa. Pada bagian ini kita melihat dan mempelajari bahwa dalam seri 
perumpamaan tentang Kerajaan Sorga ini, Yesus memulainya dengan firman yang 
ditaburkan (bukan mujizat kesembuhan, pengusiran setan atau perbuatan-perbuatan 
baik belaka). Firman adalah yang utama, mujizat mengikuti sebagai tanda. Firman 
is a necessity, mujizat boleh ada boleh tidak. 

 

Tadi kita sudah membahas bahwa keempat golongan orang ini semuanya mendengar, 
namun reaksi atau respon mereka setelah mendengar berbeda satu dengan yang 
lain. Yang pertama dikatakan mendengar tetapi tidak mengerti sehingga yang 
ditaburkan itu akhirnya dirampas oleh si jahat. Mengapa mereka tidak mengerti? 
Kita percaya ini bukan karena persoalan pendidikan yang kurang tinggi, logika 
yang kurang rumit, IQ yang terlalu rendah dsb. Sama sekali bukan. Karena dalam 
Kerajaan Sorga itu semua doesn't matter, Tuhan akan membangkitkan siapapun yang 
dikehendakiNya, dan Dia justru suka membangkitkan mereka yang lemah dan kurang 
untuk mempermalukan yang kuat. Lalu mereka tidak mengerti karena apa? Karena 
kebebalan hati mereka sendiri, karena mereka tidak mau diajar, karena mereka 
sombong dan secara naif berusaha untuk menghakimi perkataan Tuhan Yesus. 
Orang-orang Farisi dicatat dalam firman Tuhan, bahwa mereka bukannya tidak 
mengerti perumpamaan Tuhan Yesus, mereka tahu bahwa dalam perumpamaan Tuhan 
Yesus (bagian perumpamaan yang lain) merekalah yang dimaksud, hati mereka 
tertusuk, dalam pengertian tertentu mereka 'mengerti', namun sesunguhnya mereka 
tidak mengerti. Tidak mengerti di sini bukan berarti naif, polos, lugu, 
ignorance, melainkan sudah 'tahu' tapi tetap tidak mau bertobat. Itulah yang 
dikatakan di ayat 14 "... mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, ... 
melihat dan melihat, namun tidak menanggap." Mengapa? Karena hatinya telah 
menebal, telinganya berat mendengar. Dengan kata lain: mereka tidak mau diajar. 
Di sini kita belajar bahwa sikap mendengarkan lebih penting daripada potensi 
atau kemampuan untuk mengerti. Justru sikap yang salahlah yang akan membutakan 
seseorang dari pengetahuan kebenaran yang sejati. Yang tidak percaya dan 
menolak, tidak akan mengerti. 

 

Selain itu kita juga membaca bahwa mereka yang mendengar dan tidak mengerti 
bukan karena dirampas oleh si jahat, melainkan mereka tidak mengerti sehingga 
akhirnya yang ditaburkan itu dirampas. Jangan buru-buru menyalahkan si jahat, 
karena itu juga adalah kesalahan orang itu sendiri, setiap orang harus 
bertanggung-jawab di hadapan Tuhan. 

 

Yang kedua, yaitu orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan 
gembira, namun tidak berakar. Orang yang mendengar dan tergerak emosinya, 
bahkan emosi yang 'positif' (yaitu gembira), namun ternyata gerakan itu hanya 
bersifat permukaan saja (superficial), tidak berakar. Buktinya? Ketika ujian 
datang yaitu kesulitan/penindasan atau penganiayaan orang itu segera murtad, 
dia menjadi sama dengan orang yang tidak mengenal kebenaran. Model kekristenan 
yang superficial ini sangat berbahaya karena bersifat menipu, menipu diri 
sendiri (kita pikir sudah mengerti kebenaran, padahal kenyataannya tidak), 
menipu orang lain, bahkan menipu mereka yang memiliki kepercayaan lain (karena 
mereka akan berpikir ini mewakili kekristenan yang sesungguhnya, padahal itu 
bukan kekristenan yang sejati). Budaya jaman kita sangat menjunjung tinggi 
'ketersentuhan' emosi ini (kita tidak mengatakan bahwa ini selalu salah). Yang 
menjadi masalah adalah 'ketersentuhan' ini tidak berkait dengan isi yang jelas, 
berita yang jelas, pengertian yang benar (true understanding). Bukankah MTV 
sendiri juga mengajarkan demikian? Content tidak penting, yang penting adalah 
mood, something is happening dan terutama you feel good! Dominasi emosi yang 
tidak lagi memperhatikan content and message. Orang-orang demikian segera 
menerima firman itu dengan gembira. Terlalu cepat menerima (tanpa pergumulan?) 
akhirnya cepat juga menguap. Spontan, tanpa pikir panjang, sementara Tuhan 
Yesus mengajarkan agar sebelum kita mengikut Dia kita menghitung dulu harganya. 
Jenis yang kedua ini, sekalipun terlihat sangat enthusias, akan lenyap ketika 
penganiayaan terjadi  (perhatikan jenis kekristenan yang tidak suka 
membicarakan penderitaan!). 

 

Yang ketiga, orang yang mendengar firman, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu 
daya kekayaan menghimpitnya sehingga tidak berbuah. Saya percaya orang kristen 
bukannya tidak boleh kuatir (misalnya mendengar berita buruk), karena orang 
yang sama sekali tidak kuatir mungkin sebenarnya tidak bertanggung-jawab (orang 
yang mengenadari mobil terlalu cepat hingga melanggar orang lain tetap tidak 
kuatir dengan keadaan orang yang dilanggar adalah orang yang tidak 
bertanggung-jawab, atau orang yang malas bekerja dan sulit mendapat penghidupan 
yang layak namun tetap tidak kuatir) tidak kuatir mungkin juga sebenarnya 
adalah acuh tak acuh karena hal itu dianggapnya tidak bersentuhan dengan 
kehidupannya (anak orang lain nakal tidak sekuatir anak kita sendiri nakal 
[kecuali anak nakal itu mulai memukul anak kita :]). Kekuatiran bisa menjadi 
sehat dan berguna, bahkan merupakan tanda kedewasaan kepribadian seseorang 
(dalam ukuran yang tepat). Firman Tuhan sendiri secara tidak langsung mengajar 
kita juga untuk 'kuatir' akan mereka yang hidup tanpa Tuhan, 'kuatir' jika 
Gereja tidak menjalnkan panggilan Tuhan, 'kuatir' jika hidup kita sia-sia di 
hadapan Tuhan dsb. Kekristenan menjadikan seseorang sungguh bersifat manusiawi, 
bukan menjadi seorang percaya yang eksentrik, supra-manusia yang tidak tahu apa 
itu kuatir. 

 

Namun kekuatiran yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah kekuatiran yang positif 
seperti di atas, melainkan kekuatiran dunia ini yang akhirnya menjadi obsesi 
sehingga kita hampir tidak bisa memikirkan sesuatu yang lain kecuali kekuatiran 
itu yang terus menghantui pikiran kita. Kekuatiran semacam ini menyempitkan 
hidup kita, kita tidak berkesempatan untuk merenungkan firman Tuhan lagi 
(karena yang kita renungkan siang dan malam adalah kekuatiran itu). Bukan hanya 
demikian, kekuatiran juga membawa kita ke dalam kehidupan yang semakin tertuju 
pada diri sendiri (orang yang kuatir berlebihan biasanya semakin mementingkan 
dirinya sendiri), tidak ada lagi tempat untuk kesulitan dan pergumulan orang 
lain, yang ada hanyalah persoalannya sendiri. Kehidupan sedemikian tidak 
mungkin berbuah, menjadi berkat bagi orang lain. 

Alasan yang kedua (yang pertama kekuatiran dunia ini) adalah tipu daya 
kekayaan. Kekayaan, uang atau harta, pada prinsipnya bukanlah sesuatu yang 
jahat. Memiliki harta benda bukan merupakan sesuatu yang tabu dalam 
kekristenan. Namun benar, seperti dikatakan di sini, kekayaan dapat menipu 
manusia. Menipu dalam hal apa? Dalam hal mengajarkan satu kepercayaan bahwa 
kekayaan, banyak uang dan banyak harta adalah rahasia bahagia yang sejati. 
Banyak orang terseret dalam kepercayaan sesat ini, mereka pikir semua kesusahan 
yang mereka alami semata-mata disebabkan karena mereka tidak memiliki cukup 
uang, mereka lalu mengejar kekayaan dengan harapan semua persoalan dapat 
diselesaikan dengan uang. Yang lebih menjijikkan lagi adalah, mereka yang 
mengaku hamba Tuhan, mengajarkan hidup yang diberkati Tuhan identik dengan 
hidup berkelimpahan secara materi (lebih tepat bagi orang-orang ini untuk 
berdoa "Datanglah kerajaanku, jadilah kehendakku, di sorga seperti di bumi"). 
Kekayaan tidak akan pernah sanggup memberi kepenuhan hidup yang sejati, karena 
kepenuhan hidup bukan diukur dari berapa banyak yang kita miliki, melainkan 
berapa banyak yang kita beri. Yesus Kristus memiliki kepenuhan hidup yang 
sempurna, Dia memberikan nyawaNya sendiri untuk menjadi tebusan bagi 
orang-orang berdosa seperti Saudara dan saya. 

 

Yang keempat, saya sungguh berharap kita semua termasuk di dalamnya, yaitu 
orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah. Begitu 
sederhana penyataan ini. Mendengar dan mengerti. Mereka mengerti dengan 
hatinya, dengan kata lain: mereka percaya. Pengertian yang sesungguhnya 
diberikan kepada mereka yang dengan rendah hati mau belajar dari Tuhan Yesus, 
mata rohaninya dicelikkan sehingga ia bisa melihat. Mereka ini adalah 
orang-orang yang menerima perkataan Yesus Kristus di dalam hati. Yang menarik 
pada bagian ini adalah Yesus 'hanya' mengatakan mengerti, tanpa ada tambahan 
"dan melakukan". Pada akhir khotbah di bukit (Mat 7:24 dst) Yesus mengatakan 
"... yang mendengar perkataanKu dan melakukannya, ia sama dengan orang yang 
bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu." Ini berarti bagi Yesus tidak 
ada pemisahan bahkan pembedaan yang terlalu tajam antara mengerti dan 
melakukan. Mengerti berarti melakukan. Sebaliknya ketika kita tidak taat dan 
tidak melakukan, sesungguhnya kita belum mengerti. Tidak seperti orang modern 
yang banyak 'mengerti' tapi tidak melakukan apa-apa, Yesus mengajarkan 
pengertian yang sejati, tidak bisa tidak, mencakup ketaatan dalam kelakuan 
hidup. Kita baru mengerti dan tahu justru ketika kita melakukannya (bdk. Yoh 
7:17).  

 

Golongan yang terakhir ini dapat kita kontraskan dengan ketiga golongan 
sebelumnya dan dari situ membentuk satu konsep yang positif tentang bagaimana 
"mendengar dan mengerti". Jika dikontraskan dengan yang pertama, maka mendengar 
dan mengerti ini lahir dari sikap hati yang percaya, yang menyerahkan diri kita 
dihakimi dan diselamatkan oleh perkataan Kristus. Dengan yang kedua, mendengar 
dan mengerti mungkin merupakan suatu proses pergumulan yang panjang (tidak 
harus dengan segera, namun tidak berakar), di mana kita bisa timbul 
keragu-raguan (bukan keragu-raguan untuk tidak percaya, melainkan keraguan 
untuk percaya), pertanyaan, kesulitan dan ketidak-berdayaan untuk mengerti 
jalan dan rencana Tuhan (namun tetap belajar untuk percaya kepadaNya). 
Pembentukan itu yang akan menjadikan kita memiliki kehidupan yang berakar kuat. 
Lalu, mungkin juga kita tidak selalu menerima firman itu dengan gembira, 
mungkin ada saatnya kita menerimanya dengan kesedihan yang dalam (namun 
akhirnya menghasilkan perubahan hidup). Mungkin firman itu merupakan makanan 
keras, yang tidak bisa kita telan dengan segera, membutuhkan waktu dan proses 
untuk mengunyah dan mencerna kebenaran tersebut. Itu juga adalah cara Tuhan 
menjadikan hidup kita sungguh berakar dalam Dia. Ujiannya adalah ketika 
kesulitan, penderitaan, penganiayaan datang, kita akan tetap setia kepada 
Tuhan, bahkan tetap menjadi berkat. Dikontraskan dengan yang ketiga, mendengar 
dan mengerti berarti hidup yang tidak terobsesi dengan kekuatiran dunia ini, 
dengan kata lain, hidup yang berserah, percaya bahwa Tuhan sanggup untuk 
memelihara dan mencukupkan segala yang kita butuhkan, dan juga tidak serakah 
terhadap kekayaan, belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan, tidak tertipu 
oleh tipu dayanya, melainkan percaya bahwa kepenuhan hidup yang sejati didapat 
dalam ketaatan kepada firmanNya. Hanya Tuhan yang sanggup mengisi kekosongan 
hidup manusia yang terdalam. Orang sedemikian akan memiliki prioritas hidup 
yang benar. 

 

Terakhir, orang yang mendengar dan mengerti akan berbuah, ada yang seratus kali 
lipat, enam puluh kali, tiga puluh kali. Inilah hidup yang sungguh 
berkelimpahan, yaitu hidup yang menggandakan hidup. Kekristenan mengajarkan 
multiplikasi hidup, karena menurut Tuhan Yesus hidup atau nyawa seorang manusia 
lebih berharga daripada seluruh dunia, hidup manusia adalah yang paling 
berharga di antara semuanya. Yesus datang ke dunia memberikan hidupNya sendiri 
sampai kepada kematian untuk memberi hidup kepada banyak orang. Berbuah berapa 
kali lipat adalah bagian Tuhan, ada dalam kedaulatanNya, kita tidak terpanggil 
untuk memiliki ambisi (bahkan ambisi rohani!) untuk melipatkan buah itu 
sebanyak-banyaknya, karena itu adalah urusan Tuhan. Urusan kita adalah 
menyerahkan 'lima roti dan dua ikan' yang ada pada kita, dan kita akan 
bersukacita melihat bagaimana Tuhan melipat-gandakan pemberian yang tidak 
berarti itu untuk mengenyangkan banyak orang. Terpujilah nama Tuhan!  



Ev. Billy Kristanto
Gereja Reformed Injili Indonesia - Singapore   Info (65) 6334-6725
Sunday Serv.: 09.00 AM North Bridge Centre #05-05 & 5.00 PM True Way 
Presbyterian Church
= www.grii-singapore.org =
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku 
harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Fil 1:21-22



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/IYOolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
     Mailing List Jesus-Net Ministry Indonesia - JNM -
Daftar : [EMAIL PROTECTED]
Keluar : [EMAIL PROTECTED]
Posting: jesus-net@yahoogroups.com

Bantuan Moderator : [EMAIL PROTECTED]
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/jesus-net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke