Mimbar Gereja-198
   
   
   
  Ringkasan khotbah Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Sydney, Australia 
tanggal 7 Desember 2008
     Memperkokoh Kehidupan Pernikahan Kristen-6  Intimasi, Gairah, dan Komitmen 
dalam Pernikahan     oleh: Pdt. Effendi Susanto, S.Th.
   
   
   
   
  Nats: Amsal 12:4; Kidung Agung 7:6–8:7; 1 Timotius 4:3
   
   
   
   
  “Istri yang cakap adalah mahkota suaminya. Tetapi yang membuat malu adalah 
seperti penyakit yang membusukkan tulang suaminya” (Ams. 12:4). “Air yang 
banyak tidak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tidak dapat 
menghanyutkannya…” (Kid. 8:7) Dalam PB Paulus memperingatkan anak-anak Tuhan 
akan ajaran yang tidak benar yang diberikan oleh guru-guru palsu, .”..Mereka 
itu melarang orang kawin, melarang orang memakan makanan yang diciptakan 
Allah…” (1Tim. 4:3). Konteks dari ayat ini adalah Paulus mengingatkan bahwa 
mereka adalah penyesat-penyesat yang mengajarkan ajaran yang “super spiritual”, 
bagaimana menjadi lebih rohani daripada orang yang lain, yaitu melarang orang 
menikah dan melakukan aktivitas seksual karena dianggap sebagai hal-hal yang 
duniawi dan tidak suci. Paulus mengatakan itu adalah ajaran yang keliru. 
Sebagaimana makanan, terima itu dengan syukur, terima itu sebagai berkat Tuhan, 
demikianlah halnya dengan pernikahan dan seksualitas adalah
 berkat Tuhan bagi orang percaya.
   
  Minggu lalu saya sudah bicara mengenai beberapa hal penting berkaitan dengan 
miscommunication dan misunderstanding di dalam pernikahan. Perbedaan kita 
sebagai laki-laki dan perempuan, dua gender yang sama sekali berbeda tetapi 
diikat di dalam satu pernikahan, di situ kita harus belajar bagaimana mengerti 
perbedaannya. Yang kedua, hari ini kita belajar aspek mengenai cinta yang 
begitu berbeda dimengerti antara pria dan wanita. Laki-laki dan perempuan 
umumnya memandang konsep cinta dan seks dari sisi yang berbeda sehingga 
kadang-kadang mengalami miscommunication dan misunderstanding sehingga kita 
perlu belajar mengetahuinya, sehingga melalui itu kita mempertumbuhkan 
kehidupan pernikahan dan hubungan suami istri kita menjadi lebih baik.
   
  Apa itu cinta? Cinta adalah hal yang sangat luar biasa. Para sastrawan dan 
penulis di sepanjang sejarah menulis mengenai cinta dengan begitu luas dan 
dalam. Manusia sangat ingin mengerti apa itu cinta. Firman Tuhan di dalam 
Kidung Agung ini mengatakan, “Love is beautiful but do not exploit it before 
its desires,” cinta itu indah sekali tetapi jangan eksploit cinta sebelum 
waktunya. Cinta itu indah, seksualitas itu indah. Cinta itu merupakan drive 
pendorong yang sangat besar di dalam hidup manusia, terutama di dalam hidup 
satu pernikahan dan seksual intimasi di dalam satu relationship. Kalau hal itu 
tidak ada, maka kita tidak lagi menemukan drive yang indah itu di dalam hidup 
kita. Cinta itu kuat seperti api yang tidak bisa dipadamkan. Air sungai dan 
lautan yang berapa besarpun tidak sanggup untuk memadamkan api itu (Kid. 8:7). 
Saudara bisa melihat gairah yang luar biasa digambarkan di sini, bukan? Kidung 
Agung menggambarkan pujian di antara pengantin pria dan wanita
 saling bersahutan. Pujian mempelai pria terhadap keindahan tubuh istrinya. 
Demikian pula pujian dari mempelai wanita terhadap kedekatan dan keintiman 
suaminya memeluk dan merangkul dia. Kidung Agung menggambarkan hubungan seksual 
dan intimasi itu begitu terbuka adanya. Dari jaman dulu Gereja selalu merasa 
“terganggu” dan mereka mencoba meng-euphemism, menghaluskan makna dari Kidung 
Agung sebagai ungkapan cinta Yesus terhadap Gereja. Tetapi usaha ini tidak bisa 
menjawab satu hal yang sangat penting dari kitab ini, yaitu kalau memang Kidung 
Agung mau bicara mengenai cinta Tuhan kepada umatNya, kenapa memakai bahasa 
yang “straight to the point”? Buat saya, malah lebih terganggu lagi kalau ini 
memang bicara mengenai cinta Tuhan Yesus terhadap Gereja tetapi memakai 
kalimat-kalimat yang sangat “vulgar”, bukan? Mulai dati mata yang seperti 
merpati, rambut yang seperti kawanan kambing, gigi yang putih dan rapih, terus 
menuju ke leher, ke dada, dst. Kenapa Tuhan menaruh
 kitab ini di dalam Alkitab kita? Ini memberitahukan kepada kita we have to 
learn something about love, what is the true love and what is the true sexual 
intimacy karena itu merupakan bagian yang Tuhan beri kepada kita di dalam 
kehidupan pernikahan kita. Apa itu cinta? Orang di jaman Modern melihat cinta 
itu menjadi berharga kalau cinta itu mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi 
dia. Maka cinta dilihat sebagai self-benefit. Berbeda dengan prinsip Alkitab 
yang mengajarkan cinta sebagai self-sacrifice. Kita mencintai, berarti kita 
sedang memikirkan bagaimana bisa memenuhi kebutuhan pasangan kita, bagaimana 
kita bisa menjadi seseorang yang memenuhi keinginan suami atau istri yang kita 
kasihi itu. Dari situ maka terjadi efek balik, kita pun akan mengalami 
kepenuhan cinta dari pasangan kita yang ingin memenuhi keinginan kita. Cinta 
itu bukan hal yang egois, cinta itu bukan berpusat kepada apa yang 
menguntungkan kita secara pribadi. Keuntungan dan keindahan itu akan datang
 melalui diri kita yang terlebih dahulu mengasihi dan berkorban.
   
  Seringkali orang salah mengerti memandang cinta sebagai suatu sensasi 
romantik yang bersifat elektrik antara lawan jenis. Orang yang sudah mengenai 
pasangannya bertahun-tahun mungkin tidak lagi mencintai dia seperti waktu 
mengenalnya di tahun-tahun pertama. Dulu duduk besama membuat hati begitu 
bergetar. Sekarang duduk sama-sama tidak ada lagi perasaan seperti itu, 
sehingga banyak orang yang sudah lama menikah akhirnya mengatakan hubungan 
antara mereka sudah mendingin, tidak ada lagi gairah, sudah tidak lagi memiliki 
kedekatan, dsb. Lalu kesimpulannya cinta di antara mereka sudah pudar dan tidak 
manis lagi. Lalu bagaimana?
   
  Konsep cinta yang benar saya gambarkan seperti segitiga yang memiliki tiga 
sisi. Bagi saudara yang belum menikah, saya ingatkan kepadamu, cinta bukan 
sekedar sensasi romantik yang siang malam bermimpi mengenai si dia terus. 
Someday you tidur sama-sama sebagai suami istri, mimpimu akan berbeda. Cinta 
punya tiga sisi yang harus ada pada dua belah pihak. Sisi yang pertama adalah 
passion. Itu yang kita mengerti sebagai romantic love. Orang seringkali hanya 
melihat cinta dari sisi ini. Ada passion, ada desire, ada keinginan dan 
ketertarikan kepada dia. Suatu kombinasi antara ketertarikan secara fisik dan 
rasa sayang. Bagaimana dengan pasangan yang sudah puluhan tahun menikah? Apakah 
cinta romantis ini masih relevan bagi mereka? Buat saya, tidak ada cinta 
romantik ini tidak berarti mereka sudah tidak saling cinta lagi karena ada sisi 
dan aspek lain di dalam cinta. Sampai kita tua nanti mungkin cinta romantik ini 
tidak lagi menjadi kaki yang penting walaupun bisa jadi tetap ada.
 Tetapi di situ cinta romantik kita sudah berubah bentuk menjadi suatu 
companionship. Dia menjadi “my soul-mate.” Sisi yang kedua adalah intimacy. 
Cinta membuatmu berdua makin dekat, closer and closer. Sehingga walaupun sudah 
berumur 80-90 tahun, mungkin perasaan intimasi mereka sudah lebih dekat 
daripada pasangan yang baru menikah, meskipun romantic love-nya tidak 
menggelora seperti pasangan yang baru menikah. Sisi yang ketiga adalah 
commitment. Cinta juga berkaitan dengan aspek komitmen ini. Orang yang baru 
jatuh cinta, mungkin menggebu-gebu ingin selalu ketemu, begitu berkembang 
desire dan intimacy-nya tetapi tidak ada komitmennya, bahaya. Maka saya 
mengingatkan anak-anak muda untuk berhati-hati. Love mempunyai desire yang 
dahsyat luar biasa, seperti api yang bergelora, tetapi salah bermain-main bisa 
terbakar. Tetapi di pihak lain ada satu pria yang hanya melihat sisi komitmen 
ini saja. Dia pernah konseling kepada saya mengatakan dia hendak menikah dengan 
seorang
 wanita yang sudah 10 tahun menjadi pacarnya. Tetapi menurut pengakuannya dia 
tidak punya cinta seperti seorang laki-laki kepada perempuan, melainkan dia 
sayang kepada wanita ini seperti seorang kakak kepada adik. Dia hendak menikahi 
wanita ini hanya karena dia merasa berkewajiban untuk melakukan hal itu.
   
  Kalau saudara baru berumur 18 tahun, saya tidak bisa melarang dan mencegah 
hatimu tertarik kepada seseorang. Tetapi saya tanya, kapan you kira-kira 
berencana akan menikah? Kalau rencanamu umur 26 tahun, berarti saudara pacaran 
dengan dia ada sekitar 8 tahun, bukan? Berarti you have to make your love punya 
long lasting commitment at least 8 tahun sebelum masuk ke dalam pernikahan. 
Coba pikir, apakah bisa tahan selama itu tidak? Coba mengerti konsep komitmen 
seperti itu.
   
  Kalau mengerti cinta dengan tiga sisi seperti ini maka saudara akan mengerti 
di dalam perjalanan hidup saudara, cinta itu akan mengalami perubahan bentuk. 
Bukan cintanya yang berubah, tetapi bentuknya yang mengalami perubahan. Bisa 
jadi, passion-nya menjadi kecil sebab berkaitan dengan proses alamiah di mana 
mungkin umur menjadi tua, penyakit mulai datang. Tetapi komitmen dan intimasi 
mungkin semakin tumbuh melewati waktu-waktu seperti itu.
   
  Dr. Less Parrott menggambarkan 5 fase cinta di dalam relasi suami istri:
  1.         Fase Romance, satu fase yang paling awal di dalam pacaran dan 
pernikahan. Fase di mana semua yang ada pada diri pasangan dilihat selalu baik 
dan indah adanya. Itu sebab dikatakan cinta itu buta.
  2.        Fase Power Struggle, satu fase di mana cinta itu mengalami 
keributan dan power struggle karena di situ pasangan mulai menyadari kita 
berbeda, kita mulai menyadari hal-hal yang tidak cocok, dsb. Di situ terjadi 
power struggle. Suami merasa dia harus menjadi suami yang seperti ini, istri 
merasa dia harus menjadi istri yang seperti ini. Pasangan yang bisa melewati 
fase ini akan memasuki cinta yang lebih matang dan dewasa.
  3.        Fase Cooperation: pada fase ini pasangan mulai menumbuhkan 
penerimaan penuh terhadap pasangan dan punya keinginan untuk mengembangkan 
relationship yang sehat. Di sini pasangan menyadari bahwa cinta tidak melulu 
“looking outward” tetapi “looking inward” kepada diri sendiri dan mengambil 
responsibility atas personal problemnya. Mereka tidak lagi menuntut pasangan 
untuk membuat dirinya bahagia tetapi lebih aktif membahagiakan pasangannya.
  4.        Fase Mutuality: ini adalah fase di mana pasangan merasakan “a 
secure sense of belonging” rasa saling memiliki dan mengembangkan mutual 
intimacy yang penuh.
  5.        Fase Co-Creativity: ini fase yang matang di dalam perjalanan cinta 
seseorang sehingga pada waktu kita menjadi lebih tua, kita menemukan cinta itu 
lebih menjadi satu mutuality. Sehingga suami istri merasa begitu dekat, begitu 
saling mencinta dan mengasihi dengan jalan pagi sama-sama berdua sudah senang 
luar biasa. Cinta yang matang ini menyebabkan mereka tidak lagi melihat mereka 
berdua tercipta untuk eksklusif satu sama lain, tetapi cinta mereka bisa 
mengalir bagi orang-orang di sekitar mereka dan mendatangkan kontribusi yang 
indah di dalam komunitas mereka.
   
  Dengan mengerti fase cinta seperti ini kita akan menyadari ada 3 hal yang 
patut kita kuatkan dan teguhkan di dalam hubungan pernikahan kita. Passion itu 
tetap harus kuat, intimacy kita semakin dalam, commitment kita juga semakin 
teguh.
   
  Di dalam pernikahan cinta tidak hanya menjadi suatu perasaan yang bersifat 
abstrak. Maka kita akan menemukan cinta itu dilihat dan dinyatakan di dalam 
sexual activity. Di dalam hal ini maka saya ingin menekankan bagaimana kita 
memahami konsep mengenai sexual activity ini. Miscommunication sering terjadi 
antara suami dan istri. Istri merasa dia cinta kepada suami tetapi suami merasa 
istri kurang cinta kepada dia sebab kehidupan seksual mereka tidak seperti yang 
dia harapkan. Suami mengeluh, “Tidak ada lagi cinta di antara kami…” setelah 
ditelusuri ujung-ujungnya menjadi satu pengakuan “We have sexual problems.”
   
  Bagaimana menumbuhkan cinta? Bagaimana memiliki intimasi yang dalam? Tidak 
bisa tidak ini harus kita bicarakan dalam aspek yang paling konkrit yaitu 
sexual life di dalam satu pernikahan. Kembali lagi kepada prinsip Alkitab, 
sexual life is a gift from God. Adalah keliru orang yang mengatakan hidup lebih 
rohani kalau tidak ada sexual activity di dalamnya. Dalai Lama bilang sexual 
life adalah problem di dalam kehidupan manusia. Dia tidak pernah pikir darimana 
dia datang ke dunia? Dalai Lama boleh mengatakan dia tidak perlu hubungan 
seksual, tetapi dia mesti ingat dia exist itu juga karena ayah ibunya melakukan 
hubungan seksual, bukan? Dia tidak muncul sendiri seperti sepotong jamur. Kalau 
semua manusia di muka bumi ini tidak melakukan hubungan seksual, apa yang 
terjadi? Dunia ini akan lenyap. Waktu Tuhan mencipta dunia dan manusia, sexual 
life merupakan bagian yang Tuhan berikan sebagai bagian dari creation. Karena 
di situ berarti kita berbagian menghasilkan regenerasi bagi
 dunia ini. Ketika semua kehidupan seksual berhenti, maka dunia ini habis.
   
  Maka bagaimana menumbuhkan kasih di antara suami istri? Bagaimana menyatakan 
kasih itu dengan konkrit kepada pasanganmu? Saya akan bicara secara terbuka 
bahwa kasih itu dinyatakan di dalam sexual life di antara kalian. Di dalam 
kaitan bicara mengenai sexual life, kerap kali komunikasi antara suami istri 
sering menghadapi salah paham dan kebingungan. Istri selalu berpikir dia 
mencintai suaminya dinyatakan dengan merawat dia, memasak untuk dia, dsb. 
Tetapi dia merasa suami hanya punya lust kepada dia sehingga istri kecewa, 
mengira suami tidak punya cinta yang murni kepada dia sehingga menyebabkan 
istri malah menjauh dari suaminya. Ini adalah konsep yang keliru. Bagi suami, 
dia ingin istri justru menyatakan cinta kepadanya dibuktikan dengan konkrit 
ketika dia bersedia dan mau melakukan hubungan seksual dengan penuh gairah 
kepadanya. Suami merasa istri tidak lagi mencintainya, hubungan menjadi dingin 
ketika istri selalu menolak melakukan hubungan seksual itu. Maka saya ingin
 mengingatkan para istri, jangan mengabaikan aspek itu begitu penting pada diri 
suamimu.
   
  Sekarang saya bicara dari sisi perempuan. Jujur buat perempuan, umumnya 
hubungan seksual ada di urutan terakhir dari prioritas hidupnya. List 
kegiatannya akan diisi dengan sederet panjang kegiatan di seputar merawat anak 
dan suami, merapikan rumah yang tidak pernah beres, mencuci, menyeterika, 
berbelanja, dst. Maka setelah semua kegiatan itu berakhir, dia akan menutup 
hari yang sibuk itu dengan tidur nyenyak. Suami yang mengajak berhubungan seks 
dianggap tidak sensitif dan tidak peka kepada kelelahannya, bahkan dianggap 
egois dan selfish. Sebaliknya suami mengira istri yang menolak berarti sudah 
tidak lagi cinta kepadanya. Maka kesalahpahaman dan cekcok akan terjadi. Saya 
ingin memberitahu para suami, waktu seorang istri tidak memiliki keinginan 
untuk berhubungan seksual dengan suaminya, itu tidak ada kaitannya dengan cinta 
dia. Suami jangan berkesimpulan bahwa dia tidak lagi tertarik kepada keindahan 
tubuhmu. Buat istri, dia tidak terlalu memperhatikan apakah dulu waktu
 baru menikah suami punya “six pack” dan sekarang hanya “one bun.” Bukan itu 
yang dia lihat dari diri suami. Dia akan bergairah terhadap suami ketika dia 
melihat suaminya mengerti kelelahannya bekerja mengurus rumah dan anak 
sepanjang hari, ketika tanpa diminta suaminya membantu membuang sampah dan 
mencuci piring, ketika suami menyediakan telinga mendengar segala keluhan dan 
ceritanya dengan penuh perhatian. Kepada para suami, pegang kata kunci ini: 
“Help me to help you to help me.” Minta kepada istrimu untuk mengatakan 
pertolongan apa yang dia perlukan supaya rumah menjadi nyaman dan hati istri 
menjadi senang. Mungkin inisiatif saudara untuk menemani anak bermain sepulang 
dari kantor, memberi dia makan atau memandikan dia menjadi satu sukacita bagi 
istri. Dia melihat inisiatif saudara melakukan semua itu karena saudara 
mencintai dia dan care terhadap istri yang lelah. Help me to help you to help 
me.
   
  Kepada para istri, sekarang saya ajak saudara melihat apa yang ada di pikiran 
suamimu. Jujur harus diakui, bagi seorang pria seksualitas memang menjadi 
prioritas hidupnya. Bagi seorang pria seks bukan dilihat dari aktifitas seks 
itu sendiri tetapi sexual fulfillment yang dia peroleh setelah berhubungan 
seks. Pria melihat respons istrinya di dalam hubungan seksual sebagai pertanda 
istri respek dan membutuhkan dia. Ini menjadi satu fulfillment dari kebutuhan 
suami yang terdalam. Semakin dia mendapatkan fulfillment itu dari istrinya, 
semakin dia akan menjadi seorang yang confident, seorang yang percaya akan diri 
dan kemampuannya, seorang yang caring dan punya ambisi di dalam aspek-aspek 
yang lain di dalam hidupnya. Seorang istri yang mencintai suaminya perlu 
mengerti akan hal ini akan hal ini. Tanda cinta yang suamimu inginkan bukan 
makanan yang enak yang kau masak buat dia, bukan baju yang licin disetrika, 
bukan rumah yang bersih dan rapih. Seorang suami akan menikmati
 cinta dari istri ketika istri menyambut cinta suami dengan inisiatif dan 
menyatakannya di dalam hubungan seksual yang intim dan hangat. Dengan demikian 
terjadi suatu lingkaran yang indah di dalam relationshipmu, suami yang 
mendapatkan sexual fulfillment seperti ini akan menjadi suami yang penuh 
perhatian, suami yang caring dan berinisiatif memenuhi kebutuhan cinta 
istrinya. Kiranya melalui apa yang saudara dengar hari ini menjadi suatu 
dorongan bagi saudara memperkokoh pernikahan dengan hal yang lebih konkrit dan 
memberi fulfillment bagi kedua belah pihak. (kz)
   
   
   
   
  Sumber:
  
http://www.griisydney.org/ringkasan-khotbah/2008/2008/12/07/intimasi-gairah-dan-komitmen-dalam-pernikahan/
   
   
   
  Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio


""Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di 
depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." 
(1Sam. 16:7b)

       
---------------------------------
  Nama baru untuk Anda!  
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
Cepat sebelum diambil orang lain!

Reply via email to