Pernikahan
dewasa ini penuh dengan berbagai masalah yang berakhir dengan perceraian. Hal
ini disebabkan oleh kekurangmengertian tentang konsep pernikahan yang benar
yang bersumber dari Alkitab. Lalu, apa arti pernikahan menurut Alkitab?
Bagaimana kita menyikapi kondisi pernikahan dan lajang? Mana yang lebih
Alkitabiah?
 
Temukan jawabannya dalam:
Buku
THIS
MOMENTARY MARRIAGE:
PARABEL TENTANG KEKEKALAN
 
oleh:Rev.John S. Piper, D.Theol.
 
Penerbit: Pionir Jaya, Bandung, 2012
 
Penerjemah: Yakob Riskihadi
 
 
 
Rev. John S. Piper,
D.Theol. menjelaskan bahwa dasar pernikahan Kristen adalah kasih yang
memelihara ikatan perjanjian antara Kristus dan gereja-Nya. Tesis ini
dijelaskan Dr. Piper di seluruh bukunya mulai dari bagaimana mengampuni dan
bersabar di dalam pernikahan, kemudian bagaimana menyerupai Kristus di dalam
pernikahan. Dasar ini juga dikembangkan di dalam peran suami dan istri di mana
suami seperti Kristus berhati singa dan seperti anak domba yang tegas namun
lembut di dalam memimpin rumah tangga, sedangkan istri tunduk kepada suami di
dalam iman yang indah tanpa rasa takut. Kepimpinan suami dan ketundukan istri
tidak dimengerti sebagai superioritas vs inferioritas di mana istri tidak boleh
berbicara/menyampaikan pendapat sama sekali. Dr. Piper mengatakan bahwa istri 
boleh
berbicara atau menyampaikan pendapat, namun suamilah yang menjadi penentu utama
pendapat tersebut. Lalu, jika menikah itu indah, apakah menikah lebih penting
daripada melajang? TIDAK. Dr. Piper menjelaskan bahwa melajang pun dipakai
Allah untuk memuliakan Kristus di mana para lajang bisa mempergunakan segala
hal positif untuk menyalurkan kasih Kristus misalnya menyediakan tumpangan bagi
pasutri dan anak-anak untuk bersekutu bersama. Setelah itu, Dr. Piper kembali
ke topik pernikahan dengan membahas kaitan iman dan seks. Seks itu anugerah
Allah bagi pernikahan yang harus dinikmati. Ini bisa dilakukan ketika kita
beriman kepada-Nya, Sang Pemberi seks. Meskipun menikmati seks tidak menjadi
masalah, namun ini tidak berarti kita memanipulasi seks atau gila seks. Justru
dengan iman, kita dapat menikmati seks setepat mungkin untuk menikmati anugerah
dan memuliakan-Nya. Suami dan istri yang menikah pasti mengharapkan anak,
apakah itu boleh? Tentu saja boleh, namun tujuan utama pernikahan bukan untuk
menghasilkan anak saja, tetapi untuk menghasilkan anak-anak yang akan menjadi
murid-murid Kristus. Dengan demikian, suami dan istri memperluas Kerajaan Allah
di bumi ini melalui anak-anak yang dilahirkan yang akan menjadi murid-murid
Kristus. Agar dapat menghasilkan anak-anak yang akan menjadi murid Kristus,
salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh si ayah adalh ayah harus
berhati-hati dalam mengajar anak, yaitu tidak membangkitkan amarah kepada
anak-anak. Pernikahan pasti ada masalah dan tidak sedikit menghasilkan 
perceraian.
Alkitab menjelaskan bahwa perceraian dilarang karena pernikahan dipersatukan
Allah. Hal ini dijelaskan di 2 bab terakhir buku Dr. Piper. Di bab terakhir,
Dr. Piper menjawab semua pertanyaan seputar perceraian. Di bagian kesimpulan,
Dr. Piper menyimpulkan bahwa pernikahan di dunia ini adalah pernikahan fana
yang didasarkan pada kasih yang memelihara ikatan perjanjian antara Kristus dan
gereja-Nya, maka pergunakanlah pernikahan fana ini untuk menunjukkan perjanjian
itu dan kasih-Nya agar banyak orang menjadi pengikut dan murid-Nya yang juga
menampilkan hal yang sama.
 
 
 
Profil Rev. Dr. John
Piper:
Rev. John
Stephen Piper, B.A., B.D., D.Theol. adalah Pendeta Pengkhotbah dan Visi di 
Betlehem Baptist
Church, Minneapolis, U.S.A. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) 
dari Wheaton College, U.S.A.; Bachelor of Divinity (B.D.) dari Fuller
Theological Seminary, U.S.A.; dan Doctor
of Theologie (D.Theol.) dari University of Munich, Munich, Jerman Barat. 
Disertasinya, Love Your Enemies, diterbitkan oleh Cambridge University Press 
dan Baker Book House.
 
"Kerendahan hati yang rohani merupakan suatu kesadaran yang dimiliki seorang 
Kristen tentang betapa miskin dan menjijikkannya dirinya, yang memimpinnya 
untuk merendahkan dirinya dan meninggikan Allah semata."
(Rev. Jonathan Edwards, A.M., Pengalaman Rohani Sejati, hlm. 100)

Kirim email ke