MENGUNDANG ANDA:

Untuk membuat Tulisan yang berhubungan dengan tema : 



Dinamika dan Problematika Dalam Advokasi

Warisan Budaya Indonesia



Latar Belakang

Masyarakat Advokasi Warisan Budaya di singkat MADYA merupakan jejaring
masyarakat yang banyak memfokuskan diri pada usaha advokasi untuk mendukung
upaya pelestarian warisan budaya dan dilakukan secara sukarela (semangat
volunteerianisme). Ada
dua strategi besar yang dilakukan MADYA dalam melakukan kegiatannya yaitu
Advokasi Kebijakan Publik dan Penyadaran Publik dalam konteks pelestarian
warisan budaya. Hal tersebut telah dilakukan sejak setahun yang lalu. Kehadiran
MADYA tidak lepas dari kasus besar yang terjadi pada akhir 2008 dan awal tahun
2009 yaitu Pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di Situs Trowulan, yang
pernah menjadi pusat kerajaan Majapahit di masa lalu. 



Kegiatan lain yang dilakukan adalah Diskusi bulanan yang bertujuan memupuk
semangat serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian
warisan budaya, Kegiatan Happening Act dalam rangka memperingati Hari
Purbakala Nasional dan seminar Nasional tentang "Carut Marut Pengelolaan
Warisan Budaya", Kegiatan Pengenalan warisan budaya di kalangan pelajar SD
dan Pramuka yang rutin dilakukan, termasuk kegiatan advokasi Tolak Semen Gresik
di Pati yang berpotensi melenyapkan warisan budaya di pegunungan kapur, Polemik
DR YAP, dan beberapa kasus lainnya. Adapun kegiatan Diskusi bulanan yang telah
dilakukan di antaranya: Diskusi Jual Beli BCB (Benda Cagar Budaya) di Kawasan
Kotagede,Pengelolaan Warisan Budaya Bawah Air yaitu Benda Berharga Muatan asal
Kapal Tenggelam (BMKT), hingga Pembangunan PIM yang dianggap telah merusak
salah satu situs berharga bangsa : Majapahit.



Warisan budaya tidak hanya apa yang negara lain telah klaim, tidak hanya
Bangunan Megah Kolonial, Candi, ataupun Istana Raja-Raja terdahulu. Bukan pula 
hanya Angklung, dan Tarian Adat
Pendet atau Reog saja. Menjadi lebih luas, warisan budaya adalah "benda
buatan manusia, bergerak atau tidak, merupakan kesatuan atau kelompok, bagian 

atau sisa-sisanya, yang berumur paling tidak 50 tahun dan memiliki 

nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan" (tercantum
dalam UU No.5 Tahun 1992 mengenai Benda Cagar Budaya). Teknik pembangunan
arsitektur adat setempat yang lahir dari pengalaman trial-error masa lampau
hingga menghasilkan struktur elastis gempa yang baik seperti di Kampung Naga,
pemikiran dan ide yang tercetus dari pahlawan kita, bahasa daerah yang beragam,
kekayaan ragam kuliner, hingga cara bertutur sapa dalam kehidupan sehari-hari
dapat dimasukkan ke dalam kategori warisan budaya yang harus kita jaga dan
lestarikan dalam rangka membentuk karakter dan mempertahankan jati diri bangsa.




Permasalahan bermunculan ketika Indonesia yang beranekaragam dan memiliki
banyak kekayaan warisan budaya bernilai tinggi perlahan tapi pasti mulai
kehilangan identitasnya. Mungkin manusia Indonesia terlena dengan predikatnya
sebagai bangsa yang kaya

hingga melupakan esensi penting dalam mempelajari kekayaan itu, melestarikan
hingga meneruskannya kepada anak-cucu agar kekayaan kita sekarang ini tidak
terlalu cepat menjadi bagian sejarah yang terlupakan. Masing masing kepentingan
mulai berbenturan satu sama lain. Dalam kebanyakan kasus Benda Cagar Budaya
Indonesia dihancurkan bahkan dilenyapkan oleh masyarakatnya sendiri dengan
dalih kepentingan umum, mengatasi pengangguran, menyerap tenaga kerja, dan
meningkatkan perekonomian bangsa. Alasan Klasik yang terus disampaikan dan
masih terbukti manjur sampai sekarang ini . Meski kenyataannya pengangguran dan
orang miskin tidak pernah berkurang dan justru bertambah serta perekonomian
bangsa yang tidak pernah kunjung membaik. Ada kesalahan Sistem dan Manipulasi
Pikiran yang kemudian dikorbankan adalah aset budaya bangsanya. Satu kasus 
misalnya
bangunan bernilai arsitektur tinggi Mega Eltra di Medan yang berlanggam
perpaduan antara arsitektur tropis dan eropa dengan gara art-deco tahun 1930an
berusia lebih dari 100 tahun diratakan serata tanah hanya dalam hitungan jam.
mirisnya, Pemda setempat tidak dapat melakukan apa-apa

dalam mempertahankan sejarah bangsa ini. masih banyak kasus lain

yang dapat diambil banyak contoh. 



Tiada kata lain. Tindakan ini harus diakhiri dan kita perlu membangun sistem
yang kokoh untuk masa depan bangsa yang lebih baik dengan tetap adaptif
terhadap upaya-upaya pelestarian budaya bangsa. Perlu didorong upaya
Pengarus-utamaan pelestarian budaya dalam kebijakan pembangunan Nasional dan
Daerah.





Tulisan akan dimuat dalam buku

"refleksi pengelolaan

warisan budaya sepanjang 2009" 

yang akan diterbitkan MADYA 

untuk kepentingan advokasi

dan diluncurkan pada malam 

perayaan SATU TAHUN MADYA tanggal 9 Januari 2009.



Tulisan diketik dengan FONT Times New Roman 12pt spasi Rangkap. 

Dikirim ke: madyaindone...@yahoo.com 

dengan menyertakan formulir data diri lengkap (yang dapat diunduh di website). 

Paling lambat 18 Desember 2009 pukul 23.59 wib. (dperpanjang dari 15 Desember
2009)



CONTACT PERSON

 Budi (08122747721)

Niken (08562945641)

madyaindone...@yahoo.com

http://madyaindonesia.wordpress.com



Sekretariat 

Kalongan 01/27, Maguwoharjo, Depok, Sleman

D.I. Yogyakarta Indonesia





Salam Budaya,

Yogyakarta, 04 Desember 2009



Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA)



ttd



Joe Marbun

Koordinator



NB: Mohon disebarluaskan




      

Kirim email ke