[172]

MASA SURUT BANGSA

(hilangnya nilai-nilai kemaritiman sebagai konsepsi strategis negara)

oleh Renny Masmada <http://rennymasmada.wordpress.com/>

Lebih dari 170 tahun Majapahit sebagai Negara Maritim terbukti mampu
membawa bangsa ini hidup makmur, sejahtera, gemah ripah loh jinawi,
tanpa satupun bangsa asing mampu memporakporandakannya, apalagi menjajah
Negara besar ini.

  [mceWPmore mceItemNoResize]


Namun sayang, setelah keruntuhannya pada tahun 1478 karena pertikaian
suksesi antara kerabat yang sangat klise, Majapahit runtuh oleh
perebutan kekuasan, dan Indonesia saat itu mulai kehilangan makna.

Perpecahan tak dapat dihindari. Kerajaan yang tersebar di seluruh
persada Nusantara ini mulai berantakan, menjadi kerajaan-kerajaan kecil
yang tak punya kekuatan apapun.

Kerajaan-kerajaan pesisir yang sangat potensial sebagai Negara maritim,
yang dulu berada di bawah Majapahit mulai saling mempertahankan
teritorialnya masing-masing.

Demak yang kemudian `dianggap' menggantikan kedudukan Majapahit ternyata
tak mampu mempertahankan rantai kepulauan Nusantara yang sudah disatukan
oleh Gajah Mada, mempertahankan konsepsi Negara Maritim sebagai warisan
yang sangat mahal yang pernah dimiliki bangsa besar ini.

Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan Demak, sebagai kerajaan di
pesisir, tak mampu mempertahankan obsesinya sebagai Negara maritim
sekuat Majapahit.

Pertama karena kesultanan Demak berada di bawah pengaruh para Wali yang
saat itu punya target strategis menyebarkan agama Islam, tidak
terkonsentrasi pada sektor-sektor perekonomian dan pemberdayaan potensi
sumber daya maritim. Ini dapat dilihat dari sejarah panjang perebutan
kekuasaan yang terjadi sejak zaman Demak sampai Mataram baru, sangat
dipengaruhi oleh kekerabatan para Wali yang populer dengan sebutan Wali
Sanga.

Rencana strategis Wali Sanga terbukti memang berhasil, empat ratus tahun
kemudian setelah berdirinya Demak, Indonesia tercatat sebagai Negara
nomor satu yang penduduknya memeluk agama Islam terbanyak di dunia.

Kegagalan kedua adalah karena masuknya bangsa Eropa memperebutkan pala
dan rempah-rempah yang sangat melimpah di tanah air tercinta ini.

Tahun 1511, Demak tak mampu mempertahanan Selat Malaka yang pada zaman
Majapahit menjadi soko guru perekonomian maritim Nusantara Raya.

Selat Malaka jatuh ke tangan Portugis.

Dua faktor strategis inilah yang menyebabkan Demak gagal mengembalikan
kebesaran Negara maritim yang sudah dirintis oleh Gajah Mada.

Setelah Selat Malaka dikuasai Portugis pada tahun 1511, secara tidak
langsung bangsa besar yang pernah mengalami kewibawaan dan kemakmuran
ini mulai terkubur dan hilang di percaturan politik benua ini.

Berturut-turut, bandar-bandar internasional yang pernah dimiliki
Majapahit pada masa kejayaannya mulai berada di bawah kekuasaan bangsa
barat.

Maritim sebagai tulang punggung perekonomian bangsa semakin pudar
terlebih ketika bergantian Belanda, Inggris dan Jepang dengan seenaknya
mengobok-obok kekayaan bangsa kita dalam segala bidang.

VOC (1602-1798) dengan signifikan menguasai perairan Nusantara Raya ini.


Apalagi setelah terjadi perjanjian Giyanti tahun 1755 antara pihak
Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta yang isinya antara lain:
diktum bahwa kedua raja keturunan Mataram itu, yang sudah dikendalikan
oleh otoritas Belanda, menyerahkan perdagangan laut, hasil bumi dan
rempah-rempah dari wilayahnya kepada Belanda.

Sejak itu, nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia
bergeser, yang semula bercirikan budaya maritim menjadi budaya
terestrial. (Djoko Pramono, Budaya Bahari, 2004).

Nusantara Raya hilang dari percaturan planet bumi. Para anak-cucu
founding-father Negara Maritim terbesar di belahan selatan Asia ini
semakin tak memiliki kepercayaan diri untuk menjadi pewaris tahta atas
tanah yang dianugerahkan Allah dengan berjuta sumber daya alam yang
sangat kaya ini.

Sampai pada 17 Agustus 1945, barulah bangsa besar ini bagun dari tidur
panjangnya. Kita mulai disadarkan betapa pentingnya menggalang kesatuan
dan persatuan yang pernah diperjuangkan dan terbukti berhasil membawa
bangsa ini menjadi bangsa yang berwibawa pada lebih dari enam ratus
tahun lalu.

Di bawah ideologi dan falsafah dasar yang sangat keramat dan sakral,
sebagai holy-spirit Gajah Mada memimpin bangsa ini, yaitu: Bhinneka
Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa, yang tertuang dalam Kitab Sutasoma
karya besar Rakawi Tantular.

Saat ini, kita harus yakin bahwa Kebhinnekaan yang dicanangkan Gajah
Mada lebih dari enam ratus tahun lalu, masih sangat strategis sebagai
shared-value bangsa besar ini untuk bangkit dari tidur panjang.

Kini, kebaharian, kemaritiman, kelautan, sudah waktunya kembali menjadi
infrastruktur perekonomian bangsa yang sudah sangat lelah menderita
menjadi orang jajahan yang tak lagi mampu berteriak: merdeka!
  <http://rennymasmada.dagdigdug.com/> Salam Nusantara..!
<http://www.rennymasmada.com/>  

Kirim email ke