KOMUNITAS LEMBAH PRING  mengundang Anda
dalam agenda GELADAK SASTRA # 3.
Tajuk diskusi GAIRAH MENULIS MENEMBUS
KORAN,
Ahad, 16 Mei 2010 pukul 7 malam 

di Omah Pring, dusun Mojokuripan, desa
Sumobito, Jombang
Pengupas:
1.Mandung Mawardi (esais dari Kabut
Institut, Solo)
2.Dian Sukarno (penulis dan wartawan
radio Elshinta)
3.Nurel Javissyarqi (penyair dan
Direktur Pustaka Pujangga, Lamongan)



Moderator:
Fatoni Mahsun
GRATIS. Dimohon yang hadir membawa
artikel koran.



Informasi:
Jabbar abdullah 081 5599 51 306
        Fahrudin Nasrulloh 081 57 81 77
        671

Terima kasih.



AGAR TULISAN KITA MENEMBUS KORAN
(Esei
untuk GELADAK SASTRA #3, MINGGU, 16 MEI 2010)

Oleh : Dian
Sukarno*)

“Scripta manen verba volen”
Kalimat dari
bahasa Latin yang mengandung arti yang tertulis akan abadi yang
terucap akan lenyap telah mengilhami banyak penulis, baik senior
maupun pemula untuk menyalakan obor kreatif kepenulisan, tidak
terkecuali saya. Meskipun melalui sahabat Fahrudin Nasrulloh kalimat
itu baru nyampe ke telinga saya. Namun tak ada kata terlambat untuk
memulai sebuah karya besar.

Menulis merupakan potensi kreatif
dari kebiasaan membaca. Sehingga banyak fakta menunjukkan banyak
penulis besar bermula dari jam terbang kebiasaan membaca. Paling
tidak bagi kita dengan sedikit meluangkan waktu membaca apa saja akan
memperkaya literature dan pengayaan kata. Dengan demikian memudahkan
untuk menyusun dan merangkai kata-kata. Meminjam istilah sahabat
Fahrudin sebagai pemulung/ pemungut kata-kata.

Berkait dengan
uraian tersebut saya terngiang kalimat Steven R. Covey dalam bukunya
Seven Habits, yaitu; Tebarlah ide/gagasan tuailah perbuatan. Tebarlah
perbuatan tuailah kebiasaan. Tebarlah kebiasaan tuailah karakter.
Tebarlah karakter tuailah nasib. Jadi sebenarnya dalam menulis pun
tidak lepas dari aktivitas berulang-ulang yang kita lakukan, termasuk
kegiatan membaca. Ya, membaca apa saja, semakin banyak literature
lagi-lagi akan memudahkan kita menuangkan dalam bentuk tulisan
bernas/ berisi.
Mimpi atau impian menjadi penulis terkenal harus
terus dipupuk. Kalau perlu daya khayali masa kanak-kanak kita
dimunculkan kembali. Karena daya khayal menurut Albert Einstein
adalah penyumbang delapanpuluh persen dari segala bentuk penemuan.
Jika itu sudah dilakukan langkah berikutnya segera menulis. Menurut
filosofi Jawa ngelmu iku kelakone kanti laku, artinya manfaat ilmu
baru bisa dirasakan jika sudah dipraktekkan. Sebuah paragraf yang
buruk lebih utama daripada hanya sekedar beretorika.
Untuk memberi
semacam oli/ pelumas bagi mesin kreativitas, maka kita harus memaksa
diri masing-masing untuk mencapai target. Misal dalam sehari sudah
berapa halaman buku kita baca dan berapa lembar tulisan kita
hasilkan? Untuk yang satu ini saya telah mempraktekkan dengan menulis
tiga lembar tentang apa saja. Hasilnya saya tercerahkan secara
pemikiran dan terpuaskan secara batin.

Langkah selanjutnya
yang tidak kalah penting yaitu mempublikasikan karya yang sudah kita
buat, bahkan mungkin kita melakukannya sampai berdarah-darah.
Publikasi ini bisa melalui kegiatan komunitas seperti Geladak Sastra
di Lembah Pring, melalui internet, dan media cetak (koran,
majalah).

Pertanyaannya kemudian bagaimana strategi agar
tulisan kita dimuat di koran? Dalam hal ini kadang kita perlu
memahami rambu-rambu, misalnya; tema tidak terlalu umum, unik (baik
kata-kata maupun obyek tulisan), disesuaikan dengan visi/ karepe
media bersangkutan, dan usahakan agar tetap produktif meskipun
tulisan itu akhirnya mampir ke keranjang sampah. Semoga
bermanfaat..!

*) Penulis adalah pegiat budaya dan pimpinan
sanggar tari Lung Ayu, Sengon, Jombang



      

Kirim email ke