Kang Wandy, kalau boleh, mohon
diberi contoh amalan sehari2 yg kita jumpai dimasyarakat
yg termasuk bid’ah. Makasih sebelumnya . Wassalam -----Original Message----- Mari kita memperhatikan ciri-ciri bid’ah
berdasarkan definisi dari as-Syathibi, Bid’ah Meniru Jalan
Syari’at ----------------------------------- Ada banyak hal yang
yang diciptakan manusia dalam agama yang tidak mempunyai sandaran dan dasar
dalam syari’at. Hanya saja ia mempunyai sisi kemiripan dengan suatu
ajaran syari’at. Karena bentuknya yang menyerupai ibadah dan meniru jalan
syariat, maka hal inilah yang dianggap baik oleh para pembuat bid’ah dan
para pengikut bid’ah. Jadi sisi kemiripannya ini yang kemudian mereka
menganggapnya baik, sedang jika jelas-jelas berbeda dengan syari’at tentu
mereka akan menolaknya. Bid’ah Bersikap
berlebih-lebihan dalam Beribadah ------------------------------------------------------------- Maksud berlebih-lebihan ini adalah biasanya mereka
yang membuat praktek bid’ah melakukan hal itu dengan tujuan untuk
berlebih-lebihan dalam ber-taqarrub kepada Allah SWT. Mereka merasa tidak puas
dengan apa yang telah dajarkan syari’at. Apakah niat baik itu dapat menjustifikasi tindakan
mereka? Tentu saja tidak. Karena telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam
masalah ibadah, kita harus melengkapi dua hal yaitu niat yang ikhlas dan mutaba’ah (beribadah dengan
mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah saw). Jadi sebenarnya ukuran dan
karakteristik ibadah yang benar amatlah jelas, yaitu HARUS mengikuti tuntunan
Rasulullah saw. Ibadah yang menyimpang dan atau tidak seperti apa yang diajarkan
Rasulullah inilah yang dsebut bid’ah. Bid’ah dengan pengertian
seperti inilah yang dikatakan sesat sebagaimana disinyalir oleh Hadits
“setiap bid’ah adalah sesat”. Macam Bid’ah
Menurut Ulama dan Pengertiannya Yang Tepat --------------------------------------------------------------------------- Ada ulama yang membagi bid’ah menjadi dua macam,
yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Ada juga Ulama yang
membagi bid’ah menjadi lima seperti halnya hukum syari’at yaitu
bid’ah wajibah, bid’ah mustahabbah, bid’ah makruhah,
bid’ah muharromah dan bid’ah mubahah. Pendapat-pendapat tersebut sebenarnya berakhir dan
bertemu pada muara yang sama. Pembagian-pembagian tersebut merupakan pembagian
bid’ah dalam pengertian lughowi (etimologis), bukan dalam pengertian
terminologi syar’i sebagaimana yang menjadi pokok bahasan kita. Hal ini
dapat kita lihat dari contoh-contoh yang ditunjukan oleh para ulama dalam
membagi bid’ah tersebut. Sungguh tidak tepat jika kita mengartikan bahwa
pembagian bid’ah yang bermacam-macam tersebut merupakan maksud dari
pengertian bid’ah secara syar’i. Tidaklah mungkin sesuatu yang
wajib atau mustahabah (dianjurkan) dalam syari’at itu lantas dikatakan
bid’ah. Yang terbaik adalah kita berpedoman pada hadits syarif yang
diungkapkan dengan redaksi yang demikian jelas, yaitu “Karena SETIAP
bid’ah adalah sesat”. Dan pengertian bid’ah yang dimaksudkan
pada hadits ini adalah sebagaimana yang
telah didefinisikan oleh Imam Asy-Syathibi. “Mengapa Islam
Bersikap Keras Dalam Masalah Bid’ah?” --------------------------------------------------------------------- Mengapa Rasulullah saw memberikan peringatan yang amat
keras dalam masalah bd’ah, menilainya sebagai kesesatan, dan pelakunya
diancam akan dimasukkan ke neraka? Berikut ni adalah beberapa alasannya: 1.Pembuat dan pelaku
bid’ah tanpa disadari telah mengangkat dirinya sebaga pembuat syariat
baru, sehingga menjadi sekutu bagi Allah SWT. Karena
hak membuat syariat hanyalah milik Allah SWT semata. Tndakan membuat syarat
baru adalah tindakan yang amat berbahaya dan tidak diizinkan oleh Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt: artinya: “Apakah mereka mempunyai
sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang
tidak diizinkan Allah?” (asy-Syuura:21) Orang yang membuat bid’ah meletakan dirinya
seakan-akan pihak yang berwenang menetapkan hukum dan menjadi sekutu bagi Allah
swt dan dia mengoreksi apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui
Rasul-Nya. 2. Pembuat bid’ah
memandang agama tidak lengkap dan bertujuan melengkapinya.
Padahal Allah telah menyempurnakan agama secara lengkap, Dia berfirman: “… Pada hari ini telah kusempurnakan untuk
kamu agamamu….”(al-Maidah:3) Oleh karena itu Ibnu Majisyun meriwayatkan dari Imam
Malik bahwa dia berkata “Siapa yang telah membuat praktek bid’ah
dalam agama Isla mdan ia melihatnya sebagai suatu tindakan yang baik, berarti
ia telah menuduh Nabi Muhammad telah mengkhianati risalah. Karena Allah SWT
berfirman… (al maidah:3). Jika saat itu agama Islam belum lengkap niscaya
saat ini tidak ada agama Islam itu” Oleh karena itu, para sahabat dan para Imam setelah
mereka, amat memerangi praktek bid’ah karena hal itu berarti menuduh
agama Islam tidak lengkap dan menuduh Rasulullah saw telah berbuat khianat. 3. Praktek Bid’ah
mempersulit agama dan menghilangkan sifat kemudahannya.
Agama yang disyariatkan oleh Allah SWT pada dasarnya bersifat mudah dan Allah
SWT juga mengutus nabi-Nya dengan “hanifiah samhah” (agama yang
orisinil dan mudah dijalankan). Allah berfirman: “…Allah menghendaki kemudahan bagimu
dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu…”(al-Baqarah:185) Jadi sesungguhnya agama Islam datang dengan sifat
kemudahannya, tapi kemudian orang-orang yang membuat praktek bid’ah
mengubahnya menjadi susah dan berat. Mereka membebani manusia dengan berbagai
macam praktek baru, serta menambahkan hal-hal baru dalam praktek ibadah.
Padahal beban agama bersifat sederhana dan mudah dijalankan. Misalnya, Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk
nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (al-Ahzab:56) Dan redaksi sholawat paling afdhol yang diajarkan
Rasulullah adalah: “Allohumma sholli ‘ala muhammad wa ‘ala
ali muhammad, kama shollayta ‘ala ibrahim wa ‘ala ali ibrahim.
Innaka hamidum majid. Allahumma Barik ‘ala muhammad wa ‘ala ali
muhammad, kama barrakta ‘ala ibrahim, wa ‘ala ali ibrahim. Innaka
hamidum majid.” (Muttafaq ‘alaih) Mungkin hanya seperempat atau setengah menit untuk membaca sholawat
ini. Tapi kemudian banyak orang yang mengarang kitab tentang redaksi sholawat
kepada Nabi saw lalu mencipatakan beragam redaksi sholawat baru dengan bacaan
yang panjang yang sebenarnya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi. Saya sering mendapati orang awam yang membaca
sholawat yang beragam itu ternyata tidak memahami sama sekali apa yang
dibacanya itu Demikian juga dengan orang-orang yang mengarang wirid dan Hizb
yang beragam. Wahai saudaraku seiman, mengapa harus menyusahkan diri
untuk menghafal sholawat, do’a, wirid, dengan redaksi buatan sendiri?
Bukankah Rasulullah telah mengajarkan hal tersebut dengan lebih ringkas dan
terjamin ke-afdholan-nya? Islam amat memerangi bid’ah agar manusia tidak
memasukkan hal-hal baru yang mempersulit pelaksanaan agama, serta agar tidak
menambahkan hal-hal yang membuat beban agama menjadi berlipat-lipat banyaknya. 4. Bid’ah dalam
agama mematikan Sunnah. Ada ungkapan yang
diriwayatkan dari kalangan salaf secara mauquf dan marfu’,”Setiap
kali suatu kaum menghidupkan bid’ah maka saat itu pula mereka mematkan
sunnah deengan kadar yang sama” Ini adalah suatu keniscayaan, sesuai dengan hukum alam
dan hukum sosial. Jika seseorang mencurahkan energinya untuk melaksanakan
perbuatan bid’ah, niscaya energinya untuk melaksanakan sunnah menjadi
berkurang. Saya ingat ketika masih berstatus pelajar sekolah
menengah al-Azhar di kota Thanta. Di kota itu terdapat makam Sayyid Ahmad
Badawi yang terkenal. Diantara syeikh kami ada yang menghabiskan sebagian besar
siang dan malamnya disamping makam tersebut, karena ia termasuk kelompok orang
yang menyakralkan tasawuf dan para wali. Ketika ia sedang menagajarkan kepada
kami bab al-Udhhiah (kurban). Saya berkata kepadanya, ”Pak guru, saat ini
masyarakat sudah melupakan sunnah sehingga orang amat sedikit berkurban.”
Syeikh kami menukas, “Hal itu terjadi karena kemampuan finansial
masyarakat saat ini lemah”. Saya kembali berkomentar,”Tapi pak
guru, dalam kesempatan lain mereka malah berkurban untuk sesuatu yang bukan
sunnah?” Mendengar itu ia bertanya,”Apa yang engkau maksud?”
Saya menjawab, ”maksud saya, mereka berkurban pada saat peringatan
kelahiran Sayyid Badawi. Mereka menyembelih puluhan bahkan ratusan atau ribuan
domba, sementara pada idul adha amat sedikit yang berkurban. Seandainya para
syeikh mengarahkan masyarakat untuk menghidupkan sunnah, niscaya mereka tidak
akan melakukan kurban di hari lahir sayyid Badawi dan mereka akan melakukan
qurban pada idul adha.” Setelah saya berkata seperti itu, guru saya
langsung marah dan mengeluarkan saya dari ruang kelas karena saya dianggap
membenci para wali serta kaum sholihin. Cerita diatas mengingatkan saya pada pernyataan bahwa
setiap kali suatu kaum menghidupkan dan menyibukkan diri dengan bid’ah, niscaya saat itu pula mereka
mematikan sunnah sejenis. Inilah salah satu rahasia mengapa bid’ah
diperangi dalam Islam. 5. Bid’ah dalam
agama memecah belah dan menghancurkan persatuan umat.
Sebaliknya berpegang teguh pada sunnah akan menyatukan umat sehingga membuat
mereka menjadi satu barisan yang kokoh di bawah bimbingan kebenaran yang telah
diajarkan oleh Nabi saw. Mengapa? Karena sunnah hanya satu, sedangkan
bid’ah tidak terbilang banyaknya, sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits ibnu mas’ud ra. Oleh karena itu, saat umat secara konsekwen mengikuti
sunnah maka saat itu mereka bersatu padu. Sementara saat timbul beragam
kebid’ahan, maka umat terpecah menjadi lebih dari tujuh puluh golongan.
Sebagian bid’ah itu ada dalam bidang akidah sehingga kadang-kadang ada
yang sampai pada kekafiran. Ada sekelompok orang yang menganut antropomorfisme
yang menyerupakan wujud Allah SWT dengan mahluk-Nya, mereka terkenal dengan
kelompok Musyabbihah dan Mujassimah. Diantara mereka ada yang mengkafirkan kaum
muslimin dan menghalalkan darah mereka, seperti halnya kalangan Khawarij. Timbul juga di kalangan tasawuf yang sebagian
dari mereka mengungkapkan hal-hal yang sama sekali tidak dilandasi
syari’at, dan hanya berpedoman kepada “dzauq” (rasa) dan
intuisi (kata hati) Mereka meyakini dapat mengambil ilmu langsung dari Allah,
tanpa perantara. Diantara istilah yang dikembangkan oleh mereka adalah istilah
“Syariat” dan “Hakikat”. Dan mereka pun berkata,
“Orang yang melihat manusia dengan mata syari’at, niscaya ia akan
membenci mereka, sedangkan orang yang melhat manusia dengan mata hakikat,
niscaya ia akan memberikan uzur (sikap memaklumi) kepada mereka.” Sikap
seorang murid tarekat dihadapan syeikhnya adalah seperti sikap mayat di tangan
orang yang memandikannya. Jika umat Islam kita biarkan mengikuti dan menjalankan
praktek bid’ah seperti diatas, niscaya mereka tidak akan pernah dapat
bersatu dalam satu shaf. Mengingkari Bid’ah
dan Memeranginya adalah Langkah untuk Memelihara Kemurnian Islam ------------------------------------------------------------------------ Benar, dikalangan kaum muslimin terjadi banyak
perbuatan bid’ah. Pihak-pihak yang menciptakan bid’ah memberikan
pengajaran agama tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan. Namun di
sepanjang masa akan selalu timbul tokoh di kalangan umat Islam yang
memperbaharui agama mereka. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,”Allah
akan mengutus bagi umat ini dalam setiap awal seratus tahun seseorang yang akan
memperbaharui agamanya” (HR Abu Dawud, Hakim, Baihaqi dan lainnya). Yang dimaksud dengan pembaruan agama dalam
hadits ini adalah pembaruan pemahaman terhadapnya. Selalu akan
ada tokoh-tokoh yang menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah,
sehngga sunnah Rasulullah tetap dapat diketahui dengan jelas dan umat ini tidak
sampai bersepakat dalam kesesatan. Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda,”Allah SWT
tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan…”(HR Trmidzi) Yang dapat menjaga kemurnian Islam adalah prinsip
bahwa Bid’ah merupakan perbuatan yang tertolak dalam Islam. Seperti judul
Kitab Ibnu Taimiyah ‘Meniti jalan
lurus adalah meninggalkan praktek orang-orang penghuni neraka”. Jalan
lurus itu adalah “shiraathal mustaqim.” Yang selalu kita pinta
dalam sholat kepada Allah swt. Ini mengharuskan kita untuk menentang dan
meninggalkan praktek orang-orang penghuni neraka yang disebut dalam firman
Allah swt: “Yaitu jalan orang-orang yang telah engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dmurkai dan bukan
pula jalan mereka yang sesat.”(al-Fatihah:7) Jadi para penghuni neraka adalah orang-orang yang
dimurkai Allah SWT dan orang-orang yang sesat. Dan Rasulullah telah
bersabda bahwa setiap bid’ah
adalah sesat. ------- Alhamdulillah, demikian kiranya ringkasan dari buku
Sunnah dan Bid’ah Karya Dr. Yusuf Qardhawi. Semoga dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan yang benar-benar ingin mempelajari Islam yang sesungguhnya. Hanya kepada Allah kita menghamba dan beribadah, dan
hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Wassalam Yahoo! Music Unlimited - Access over 1 million songs. Try
it free.
Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. YAHOO! GROUPS LINKS
|
- RE: [keluarga-islam] Sunnah dan Bid'ah (4) Radiansyah
- [keluarga-islam] Re: Sunnah dan Bid'ah (4) wandysulastra
- RE: [keluarga-islam] Sunnah dan Bid'ah (4) Firli Purnandi