Fikih Juga Perlu Etika

Oleh :

Muhammad Hikam Masrun
Pelajar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

Seringkali kita masih menemukan perbedaan fikih (ilmu hukum Islam praktis yang berdasarkan ijtihad) yang berubah menjadi laknat. Laknat, karena ia dijadikan dalih untuk membunuh karakter pihak yang berbeda. Maka, kita akan mudah menemui kata-kata kekafiran, bid'ah dan semacamnya membakar ruang kemasyarakatan kita. Namun, demikiankah masyarakat kita, yang notabene ahl al qiblat itu berbeda? Mengapa seringkali kita temukan perbedaan yang tidak menjadi rahmat, tapi malah menjadi azab perpecahan?

Sejatinya, perbedaan fikih itu menjadi horison dan mozaik yang menawan bagi kehidupan. Prof Dr Thol'at Muhammad 'Afifi (2005) menyebutkan sebab-sebab utama lahirnya perbedaan itu ada empat. Pertama, perbedaan pemahaman terhadap nash Alquran seperti pada muhkam-mutasyaabih, qath'i-zhanni, shariih-muawwal. Kedua, perbedaan penerimaan praktik suatu hadis, pemahaman, dan cara konvergensi dua hadis yang berbeda secara eksplisit. Ketiga petanda bahasa, seperti musytarak(homonim).
Yang keempat, faktor perbedaan tingkat kemampuan mujtahid dalam memformulasi hukum. Jelas semua faktor tersebut amatlah logis dan manusiawi.

Hikmah perbedaan
Perbedaan fikih ini juga, di sisi lain, menjadikan Islam amat kaya
dengan khazanah hukum. Ia juga, pada dasarnya, adalah rahmat dan kemudahan dalam kehidupan kemanusian. Khalifah bijaksana, Umar ibn Abdul Aziz radhiyaallahu'ahnu berkata, "Saya tidak akan gembira jika para sahabat Rasulullah SAW tidak berbeda (pandangan). Jika saja pendapat mereka itu satu, maka masyarakat (luas) tentuya akan kesulitan. Sedangkan mereka adalah para imam teladan."

Karena inilah, kita akan menemukan kisah teladan dalam kehidupan sahabat Rasulullah SAW, Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Sahabat Anas radiyallahu'anhu tentang fenomena indah kehidupan mereka. "Sungguh, ketika kami, para sahabat Rasulullah SAW melakukan perjalanan, ada yang dalam keadaan berpuasa, ada yang dalam kondisi berbuka. Ada pula
yang men-qashar shalatnya, ada juga yang tidak. Namun satu sama lain tidak menyindir, atau mencela yang lain."

Setidaknya ada empat etika ketika mengadakan dialog seputar
permasalahan ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama. Pertama,
tidak mengharuskan orang lain mengikuti pendapat yang diadopsinya.
Kedua, tidak mengingkari sesuatu yang masih dalam kerangka
ijtihad-able (masih masuk dalam koridor ijtihadiyah).
Ketiga, tidak takabur, jumawa untuk kembali kepada kebenaran. Keempat, berusaha menjauhi hal-hal yang (kemungkinan besar) menimbulkan fitnah dan tindakan represif.

Hal-hal tersebut tidak hanya sekadar teori, namun juga dibuktikan oleh gugus otoritas ulama dan Muslim sepanjang sejarah. Bahkan dalam perjalanannya, ada tiga fenomena mengharukan yang patut diteladani oleh siapapun: (1) saling memuji, satu sama yang lain, (2) saling menghormati, dan (3) saling mendoakan. Terlepas dari perbedaan pendapat mereka, biografi Imam Abu Hanifah ra, Imam Maik ra, Imam Syafii dan lain-lain mendeskripsikan kenyataan ini.

Ta'ashub
Para ulama itu juga sangat menentang ta'ashub (kefanatikan sehingga menghinakan pendapat yang lain) secara membabi buta. Bahkan Imam Shaleh ibn Muhammad Al 'Umari mensinyalir bahwa kefanatikan seperti ini dimanfaatkan menjadi strategi penjajahan atas negeri-negeri Muslim
(lihat Iiqaazh Himam Uli Al Absaar lil Iqtidaa bi sayyidi Al
Muhaajiriin wa Al Ansaar, halaman 45).

Tesis Al Umari ini tentu bukan tanpa alasan. Fenomena friksi antara kelompok Syi'ah dan Sunni saat ini di Irak, misalnya, secara cerdas diekplorasi oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kebersamaan kaum Muslimin. Mereka senantiasa diadu domba, dan akhirnya menjadi korban.
Di sisi lain, kefanatikan buta juga berdampak terhadap penerimaan (acceptablity) dan produktivitas dakwah Islam.

Jelas dibutuhkan kembali usaha-usaha revitalisasi persatuan umat.
Lembaga Al Majma' Al Aalamii li-at-Taqriib baina Al Madzaahib Al
Islaamiyyah (The World Forum for Proximity of Islamic School of
Thought) dalam muktamar ke-19-nya di Teheran pada tanggal 20-22, Agustus 2006 lalu menghasilkan 10 prinsip dasar yang perlu dihidupkan kembali. Di antara prinsip-prinsip itu adalah menekankan (1) persatuan umat Islam, kapan dan di manapun berada; (2) pentingnya penegakan hak asasi manusia yang berlandaskan pada landasan dan aksioma syariat Islam dan undang-undang internasional; dan (3) untuk berpegang kepada
prinsip keberagaman; saling menghormati pendapat diiringi dengan pencarian titik-titik persamaan serta menggencarkan dialog antarmazhab, agama, dan peradaban. Dari sini diharapkan lahir kesepahaman yang bermanfaat secara luas bagi kepentingan umat Islam.

Adalah menjadi tugas bersama (al'amal al musytarak) untuk kembali menghidupkan persatuan dan rasa cinta di kalangan umat. Barangkali cara awalnya adalah dengan menahan diri untuk tidak mencari masalah yang terkait dengan perihal praktik keagamaan yang masih memiliki dasar dan tidak merupakan kesepakatan ulama ( al mukhtalaf fiih).
Selain itu uga perlu menghindari kata-kata dan sikap cela terhadap orang lain yang berbeda pandangan tentang hukum, selama tidak bertentangan dengan nash (teks jelas) Alquran, Sunnah maupun ijma' ulama. Hal lain yang juga diperlukan adalah mengembangkan dialog/silaturrahmi keagamaan melalui forum-forum tertentu.

Dus, inilah salah satu karakteristik ahlussunnah wal jamaah. Mereka yang masuk dalam ahlussunnah wal jamaah, haruslah berpegang teguh pada sunah Rasulullah SAW, teladan dari para Sahabat, serta menjaga persatuan dan kesatuan umat. Wallahu'alam.

http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=264675&kat_id=16





Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
__._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.





SPONSORED LINKS
Single family home Family home finance Family home
Family home mortgage Family home business

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke