Majelis Zikir dengan Suara Keras dan Berjamaah Mawlana Syaikh Hisham Kabbani ar Rabbani Bismillah hirRohman nirRohim Kutipan hadits qudsi berikut, dimulai dengan, Mereka yang mengingat-Ku dalam suatu majelis, mengadakan perkumpulan untuk berzikir keras secara kolektif sebagai pintu gerbang untuk mendapatkan janji Allah Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingatmu Tidak heran bila perkumpulan semacam itu mendapat pujian yang tertinggi dan berkah dari Allah dan Rasulullah saw sebagaimana dinyatakan dalam banyak hadits yang autentik. Menurut Bukhari dan Muslim: Rasulullah saw bersabda bahwa Allah mempunyai Malaikat yang berkelana untuk menemukan orang-orang yang berzikir [dan dalam versi yang lain dari Imam Muslim, majalis, perkumpulan zikir]. Ketika mereka menemukan sekelompok orang (qawm) yang berzikir dengan keras [dalam Imam Muslim yang lain dikatakan bahwa mereka duduk bersama mereka], mereka memanggil satu sama lain dan menempatkan diri mereka dalam sebuah lapisan sampai ke surga yang pertama. (Ini untuk menyatakan para Malaikat dalam jumlah yang tidak terbatas akan berada di atas mereka. Dia tidak mengatakan, Ketika mereka menemukan satu orang. Oleh sebab itu untuk mendapatkan ganjaran semacam ini harus dilakukan dalam suatu kelompok.) Allah bertanya kepada para Malaikatnya dan Dia telah mengetahuinya, (Dia bertanya untuk menekankan apa yang dikerjakan oleh hamba-Nya dan untuk memfasilitasi pemahaman kita), Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku? (Dia tidak berkata, hamba, tetapi ibadi, hamba-hamba dalam bentuk jamak). Para Malaikat berkata, Mereka memuji-Mu (tasbih) dan mengagungkan Nama-Mu (takbir), dan memberi-Mu Atribut terbaik (tamjid). Allah bertanya, Apakah mereka pernah melihat-Ku? Para Malaikat berkata, Wahai Tuhanku! Mereka tidak melihat-Mu. Dia bertanya lagi, Bagaimana jika mereka melihat-Ku? Malaikat menjawab, Wahai Tuhanku, jika mereka melihat-Mu mereka akan lebih sungguh-sungguh lagi dalam beribadah, tamjid dan tasbih. Dia bertanya, Apa yang mereka minta? Para Malaikat menjawab, Mereka memohon surga-Mu! Dia bertanya, Apakah mereka sudah melihat surga? Malaikat berkata, Wahai Tuhan kami, tidak, mereka belum melihatnya. Dia berkata, Dan bagaimana keadaan mereka bila mereka melihatnya? Malaikat berkata, Jika mereka melihat surga, mereka akan lebih terikat dan tertarik kepadanya! Dia bertanya, Apa yang mereka takutkan dan lari darinya? (Ketika seseorang mengatakan, Ya Ghaffar (Wahai Yang Maha Pengampun), Ya Sattar (Wahai Yang Maha Menyembunyikan) Itu berarti seseorang takut kepada-Nya karena dosa-dosanya. Orang itu memohon kepada-Nya untuk menyembunyikan kesalahannya dan memohon ampunan-Nya.) Malaikat berkata, Mereka takut dan melarikan diri dari api neraka. Dia berkata, Dan apakah mereka telah melihat api neraka? Malaikat berkata, Wahai Tuhan kami, tidak, mereka belum melihat api neraka. Dia bertanya, Bagaimana jika mereka melihat api neraka? Malaikat berkata, Jika mereka melihat api-Mu mereka akan melarikan diri sejauh-jauhnya, dan bahkan akan lebih takut lagi. Dan Allah berkata, Aku menjadikanmu sebagai saksi (Allah tidak membutuhkan saksi karena Dia mengatakan, Cukup Allah saja sebagai saksi (4:79, 4:166, 10:29, 13:43, 29:52). Menjadikanmu sebagai saksi di sini maksudnya menjamin kalian) bahwa Aku telah mengampuni mereka. (Allah telah mengampuni mereka karena, sebagaimana pada awal hadits dinyatakan bahwa mereka adalah sekelompok orang yang mengucapkan Nama-nama Allah dan mengingat-Nya melalui zikir). Salah satu Malaikat berkata, Wahai Tuhanku, seseorang berada di sana yang tidak tergabung dalam majelis itu, tetapi datang atas maksud yang lain. (Orang itu datang dengan niat bukan untuk berzikir, untuk meminta sesuatu kepada seseorang). Allah berkata, Majelis ini adalah sedemikian rupa sehingga orang yang duduk bersama mereka diampuni dosa-dosanya. Almarhum Imam Ahmad Mashhur al-Hadad (meninggal pada 1416/1995) berkata dalam bukunya Miftah al-janna: Hadits ini menunjukkan keutamaan yang terdapat dalam majelis zikir, dan pada setiap orang yang hadir melakukannya dengan keras dan serempak, karena frase-frase, Mereka memohon kepada-Mu dalam bentuk jamak, dan Mereka adalah orang-orang yang duduk, mempunyai arti bahwa mereka yang berkumpul untuk mengingat Allah dan mengerjakannya secara serempak, sesuatu yang hanya bisa dilakukan dengan keras, karena seseorang yang berzikir pelan, dalam hati tidak perlu mencari suatu pertemuan dengan orang lain. Lebih jauh hal ini ditunjukkan oleh hadits qudsi yang berbunyi, Allah berfirman, Aku seperti yang diharapkan oleh hamba-Ku, Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam hatinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika dia mengingat-Ku dalam kelompok, Aku menyebutkan namanya dalam suatu pertemuan yang lebih baik darinya (Bukhari dan Muslim). Jadi, zikir dalam hati dibedakan dengan zikir keras melalui firman-Nya, mengingat-Ku dalam dirinya, yang berarti, dalam hati (diam), dan dalam suatu kelompok, yang berarti keras. Zikir dalam suatu majelis hanya bisa dilakukan dengan keras dan serempak. Sehingga hadits di atas mengandung bukti bahwa zikir yang dilakukan dengan keras dalam suatu majelis merupakan sejenis zikir yang dimuliakan yang disebutkan dalam majelis tertinggi (al-mala al-ala) oleh Tuhan kita Yang Maha Mulia dan para Malaikat yang berada di dekat-Nya, yang terus mengagungkan-Nya siang dan malam, dan tidak pernah merasa lelah (21:20). Daya tarik merupakan bukti yang jelas antara mereka yang melakukan zikir di dunia abadi, yang telah diciptakan dengan kepatuhan yang telah melekat dalam dirinya dan mengingat Allah menjadi sifatnya dan dinamakan Malaikat dengan mereka yang melakukan zikir di dunia yang padat, yang sifatnya dipenuhi dengan kelemahan dan gangguan dan dinamakan manusia. Ganjaran bagi manusia dalam melakukan zikir adalah mereka akan diangkat ke peringkat yang serupa dengan Majelis Tertinggi, yang kemuliaan dan kenikmatannya cukup bagi setiap orang. (Imam Ahmad Mashhur al-Hadad, Miftah al-janna, terj. Mustafa Badawi, Key to the Garden, Quilliam Press hal.107-108) Allah memberikan perbedaan yang nyata bagi mereka yang mengingat-Nya. Abu Hurayra berkata, Dalam perjalanan ke Makkah, Rasulullah saw melewati puncak sebuah gunung yang dinamakan Jumdan (membeku di tempatnya), pada saat itu beliau berkata, Bergeraklah (siru)! Ini adalah Gunung Jumdan, dan orang yang berpikiran tunggal (al-mufarridun) adalah yang paling utama. Mereka bertanya, Siapa yang berpikiran tunggal, wahai Rasulullah? Beliau berkata, Pria dan wanita yang mengingat Allah tanpa henti (al-dzakirun allah katsiran wa al-dzakirat). (diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Muslim, dalam sahih-nya, pada permulaan buku Zikir). Gunung itu menyusul orang-orang sebab gunung itu juga berzikir. Ibnu Qayyim al-Jawziyya menerangkan bahwa istilah mufarridun mempunyai dua arti, yaitu: muwahhidun, orang-orang yang terikat dalam tawhid yang mendeklarasikan Ke-Esaan Allah sebagai satu kelompok (tidak perlu sendiri), atau mereka yang beliau sebut ahad furada, orang yang sama namun sebagai individu yang duduk sendiri (Ibnu Qayyim al-Jawziyya, Madarij al-salikin). Dari contoh ini terbukti bahwa dalam keterangan Ibnu Qayyim al-Jawziyya, duduk dalam zikir bisa dilakukan sendiri atau dalam kelompok. Dalam keterangan lain mengenai mufarridun, Ibnu Qayyim al-Jawziyya merujuk istilah tersebut kepada mereka yang hatinya bergetar ketika mengucapkan zikir Allah, merasuk ke dalamnya secara terus-menerus, tidak mempedulikan apa yang orang katakan atau lakukan terhadap mereka. Hal ini karena Rasulullah saw bersabda, udzkur Allaha hatta yaqulu majnun Mengingat dan menyebut Allah sebanyak yang kalian inginkan, sampai orang berkata bahwa kalian gila dan bodoh. (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, Ibnu Hibban dalam Sahih-nya, dan al-Hakim yang menyatakan bahwa hadits itu sahih). Mufarridun adalah orang-orang yang sungguh hidup. Abu Musa as melaporkan, Perbedaan orang-orang yang mengingat Tuhannya dengan orang yang tidak mengingat-Nya adalah bagaikan orang yang hidup dengan orang mati. (Bukhari). Ibnu Umar ra melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda, Ketika kalian melintasi kebun-kebun di Surga, ambillah manfaat darinya. Para sahabat bertanya, Apa yang dimaksud dengan kebun-kebun di Surga itu, Ya Rasulullah? Beliau menjawab, Lingkaran zikir. Para Malaikat Allah berkelana mencari lingkaran zikir, dan ketika mereka menemukannya, mereka akan mengelilinginya dengan rapat. (Tirmidzi dan Ahmad menyatakan hadits ini hasan gharib). Abu Saiid al-Khudri dan Abu Hurayra ra melaporkan bahwa Rasulullah bersabda, Ketika sekelompok orang mengingat Allah, Malaikat mengelilingi mereka dan rahmat menyelimuti mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebutkan mereka mereka kepada mereka yang bersama-Nya. (Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dan Bayhaqi). Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi meriwayatkan dari Muawiya bahwa, Rasulullah pergi menuju lingkaran para sahabatnya dan bertanya, Apa yang membuat kalian duduk di sini? Mereka menjawab, Kami duduk di sini untuk mengingat dan menyebut Nama Allah (nadzkurullaha) dan untuk mengagungkan Dia (wa nahmaduhu) sebab Dia membimbing kita kepada jejak Islam dan Dia menganugerahkan nikmat kepada kita. Dengan segera beliau mendesak mereka demi Allah dan bertanya lagi apakah hanya itu alasan mereka duduk di sana. Mereka berkata, Demi Allah, kami duduk di sini hanya untuk itu. Saat itu Rasulullah berkata, Aku tidak meminta kalian untuk bersumpah karena ada kegelisahan di antara kalian, tetapi hanya karena Jibril datang kepadaku dan memberitahuku bahwa Allah mengatakan kepada Malaikat bahwa Dia bangga kepada kalian! Perhatikan bahwa dalam hadits di atas dinyatakan dengan kata jalasna, atau kami duduk, dalam bentuk jamak, bukan tunggal. Itu melambangkan adanya asosiasi manusia dalam suatu kelompok, dan bukan satu orang. Syahr bin Hawashab menyatakan, Suatu hari Abu al-Darda ramemasuki Masjid Bayt al-Maqdis (Jerusalem) dan melihat orang berkumpul mengelilingi pemimpin zikir mereka (mudzakkir) yang mengingatkan mereka. Mereka mengeraskan suara mereka, menangis dan berdoa. Abu al-Darda berkata, Hidup Ayahku dan Ibuku aku korbankan untuk mereka yang merintih terus menerus sebelum hari perintihan! Lalu dia berkata, Wahai Ibnu Hawshab, mari kita segera bergabung dengan mereka. Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Jika kalian melihat semak belukar Surga, gembalakan ternakmu di sana. Kami bertanya, Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan semak belukar Surga? Beliau menjawab, Lingkaran orang-orang yang mengingat, demi Dzat yang jiwaku berada dalam Genggamannya, tak satu pun orang yang berkumpul untuk mengingat Allah kecuali dikelilingi dengan rapat oleh para Malaikat, rahmat menyelubungi mereka, dan Allah menyebutkan mereka dalam Kehadirat-Nya, dan ketika mereka ingin pergi, seseorang memanggil mereka dengan berkata, Pengampunan telah dibangkitkan, perbuatan buruk kalian telah diubah menjadi amal kebaikan! Lalu Abu al-Darda mendatangi mereka dan duduk bersama mereka dengan antusias. (Hafiz Ibnu al-Jawzi menyatakan hal ini dengan rantai transmisinya dalam bab yang berjudul, Sebutan bagi orang elit yang biasa menghadiri majelis pembaca hikayat dalam bukunya al-Qussas wa al-mudzakkirin (Pembaca Hikayat dan Orang yang Mengingatkan) ed. Muhammad Basyuni Zaghlul (Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyya, 1406/1986) hal. 31). Uraian-uraian di atas menunjukkan bukti-butkti mengenai bolehnya melakukan zikir keras, dalam kelompok dan pengertian zikir, termasuk memberi peringatan dan menceritakan kembali kisah-kisah yang bermanfaat bagi jiwa. Kekerasan (suara) dalam Berzikir Rasulullah memuji orang yang awwah (arti harfiahnya, orang yang berkata, ah, ah!); yaitu keras dalam zikirnya walaupun yang lain mencemoohkannya. Ahmad menceritakan dengan sanad yang baik dari Uqba bin Amir, Rasulullah berkata tentang seorang pria yang bernama Dzu al-Bijadayn, innahu awwah (dia adalah orang yang banyak mengucapkan ah, ah!). hal ini disebabkan karena dia adalah orang yang sangat banyak berzikir kepada Allah dengan membaca al-Quran, dan dia akan meninggikan suaranya ketika berdoa. (Ahmad dalam Musnad 4:159) Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim as, Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang awwah dan halim (9:114, 11:75); menurut Tafsir al-jalalayn, menangis dan sangat menderita karena takut kepada Tuhannya. (halim = penuh kasih sayang dan lemah lembut). Rasulullah  berdoa untuk menjadi awwah dalam doa berikut, rabbi ijalni ilayka awwahan (Ya Allah, jadikanlah aku orang yang menangis ah kepada-Mu. Hadits ini diceritakan oleh Tirmidzi (Tirmidzi, kitab daawat #102, hasan sahih), Ibnu Majah (Ibnu Majah, Dua #2), dan Ahmad (Ahmad, Musnad 1:227) dengan sanad yang kuat sebagai berikut: (Yahya bin Said, al-Qattan Sufyan, al-Thawri Shuba, Amr bin Murra ,Abd Allah bin al-Harits, Taliq bin Qays, al-Hanafi bin Abbas). Rasulullah biasa berdoa dengan doa ini, Ya Tuhanku! Tolonglah aku dan jangan membuatku menghadapi kesulitan, berikanlah aku kemenangan dan jangan memberikan kemenangan kepada orang terhadapku, buatlah rencana untukku dan bukan untuk melawanku, bimbinglah aku dan berikanlah kemudahan untuk membimbingku, sanggupkanlah aku dalam menghadapi orang yang menentangku. Ya Tuhanku! Jadikanlah aku orang yang sangat bersyukur kepada-Mu (syakkaran laka), banyak mengingat-Mu (dzakaran laka), banyak berdoa kepada-Mu (rahhaban laka), patuh dengan sempurna kepada-Mu (mitwaan ilayka), rendah hati kepada-Mu (mukhbitan laka), selalu menangis dan kembali kepada-Mu (awwahan muniban)! Wa min Allah at Tawfiq wasalam, arief hamdani www.rabbani-sufi.blogspot.com
--------------------------------- Check out the all-new Yahoo! Mail beta - Fire up a more powerful email and get things done faster.