Mereka meninggalkan beberapa ilmu yang penting dan mencukupkan pada ilmu fatwa dalam pemerintahan dan pembekalan, rincian-rincian muamalah duniawiyah yang berlangsung diantara makhluk hidup, demi kemashlahatan kehidupan. Mengkhususkan diri sebagai "ahli fiqih", dan mereka menamakan ilmunya sebagai ilmu fiqih dan ilmu madzhab. Boleh jadi mereka menyia-nyiakan ilmu amal dzikir dan batin mereka tidak mengontrol anggota badannya. Tidak menjaga lisan, perut dari makan haram, kaki dari mendekat penguasa. Begitu juga seluruh anggota badan, tidak menjaga hatinya dari sombong, riya` dan sifat-sifat merusak yang lain.
Mereka tertipu dalam dua sisi : * Pertama, dari segi ilmu pengobatan, telah kami sebutkan dalam kitab Ihya`. Perumpamaan mereka adalah seperti seorang yang sakit , ia mempelajari seluk-beluk obat tetapi tidak mengikuti anjuran pemakaian dan tidak melaksanakannya. mereka rentan terhadap kehancuran, karena tidak membersihkan jiwanya. Mereka sibuk dengan misalnya masalah haid, diyat, li`an dan sebagainya. Mereka menghabiskan umurnya pada hal-hal semacam itu. Mereka tertipu dengan pengagungan masyarakat kepadanya. * Kedua, dari segi ilmu, yakni karena dugaan mereka bahwa pengantar dan penyelamat manusia adalah melalui mencintai Allah. Mencintai Allah hanya dapat dicapai dengan ma`rifat kepada-Nya. Ma`rifat disini ada tiga macam : * Ma`rifat pada Dzat * Ma`rifat pada Sifat * Ma`rifat pada perbuatan-Nya Mereka ibaratnya seorang yang hanya mencukupkan diri dengan bekal-bekal perjalanan haji. Mereka tidak tahu bahwa fiqih adalah juga mencakup mengerti tentang Allah, mengetahui sifat-sifat-Nya yang menakutkan, sehingga kalbu tetap merasakan takut dan senantiasa bertaqwa kepada-Nya. Seperti firman Allah Swt : "Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga dirinya". (QS. At-Taubah:122). Diantara mereka ada yang berkutat pada persoalan khilafiah fiqhiyah dan hanya meperhatikan cara atau metode berdebat yang dapat mematikan lawan dengan menolak kebenaran yang ada dan semata-mata untuk kemenangan pendapatnya. Mereka tidak menginginkan ilmu, tetapi untuk menandingi lawan. Seandai mereka menyibukkan diri dengan membersihkan hatinya, tentu hal itu lebih baik daripada ilmu yang tidak bermanfaat, ilmu-ilmu yang berorientasi pada masalah dunia dan kesombongan. Demikian itu di akhirat berubah menjadi api yang membara. Adapun dalil-dalil tentang madzhab telah disampaikan dalam kitab Allah, melalui lisan para Rasul-Nya. Betapa buruknya ketertipuan mereka.