Sholat Tarawih
Oleh: HP

Kata tarawih adalah bentuk jamak dari kata tarwih, yang berasal dari kata
raha yang artinya "mengambil istirahat". Shalat ini disebut shalat tarawih,
karena orang yang menjalankan shalat ini mengambil istirahat sejenak setelah
selesai salat sunnah ba'da isya dua rakaat.

Sholat tarawih pada dasarnya adalah sholat tahajud apabila dilakukan pada
bulan-bulan lainnya. Sholat tarawih menurut para ulama lebih diutamakan
untuk dilakukan secara berjama'ah walaupun tidak apa-apa bila dilakukan
sendirian.

Rasulullah s.a.w pernah bersabda "Barangsiapa mengerjakan sembahayang malam
pada bulan Ramadan dengan kepercayaan yang teguh dan kerana Alah semata,
maka akan dihapus dosanya yang telah lalu".(HR Muslim)

Dalil Shalat Tarawih Berjama'ah

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a disebutkan bahwa suatu malam
Rasulullah bangun untuk melaksanakan shalat tahajjud, tiba-tiba para sahabat
yang berada di masjid melihat beliau, lalu mereka ikut bershalat, maka
terjadilah shalat tarawih tersebut berjamaah, dengan Rasulullah sendiri
sebagai imamnya. Pada malam berikutnya, orang-orang yang melakukan shalat
tarawih berjamaah itu bertambah besar; dan pada malam ketiga, orang-orang
yang ikut shalat tarawih berjamaah bertambah besar lagi. Tetapi pada malam
keempat, Rasulullah tidak muncul untuk memimpin shalat tarawih berjamaah,
sebab Rasulullah sangat khawatir, kalau-kalau kelak dikemudian hari, shalat
tarawih itu akan diwajibkan (HR Bukhari).

Dalam hadis tersebut Rasulullah menganjurkan para sahabat untuk melakukan
sholat tahajjud di rumahnya masing-masing, dan hal ini kemudian juga berlaku
pada masa pemerintahan Abu Bakar ash Shidiq. Barulah pada masa pemerintahan
Umar bin Khatab sholat tarawih berjama'ah ini kemudian digalakkan lagi.

Kemudian muncul pertanyaan bid'ah kah melakukan sholat tarawih berjama'ah.
Dalam sebuah hadis dari Abdur Rahman bin Abdul Qari r.a seorang Tabi'in yang
hidup pada masa rasulullah s.a.w berkata "Saya keluar bersama Umar bin
Al-Khattab pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke masjid (Madinah).
Didapati dalam masjid orang-orang melaksanakan sholat tarawih
bercerai-cerai, ada yang sholat bersendirian, ada yang sholat dan ada
beberapa orang di belakangnya. Maka Umar ra. berkata, "Aku berpendapat akan
mempersatukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang imam
sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan sholat Rasulullah". Maka
disatukan orang-orang itu sholat di belakang seorang imam bernama Ubai bin
Ka'ab. Kemudian pada suatu malam (yang lain) kami datang lagi ke mesjid,
lantas kami melihat orang-orang sembahayang berjama'ah di belakang seorang
imam. Umar ra. berkata; "Ini adalah bid'ah yang baik".(HR Imam Bukhari)

A Hassan ulama dari Persis ketika mengomentari masalah ini menyatakan bahwa
bid'ah (hasanah) yang dimaksud dalam hadis diatas hanyalah bid'ah dalam arti
sebutan saja tapi bukan bid'ah secara hukum, karena Rasulullah dalam hadis
lain diatas juga pernah melakukan dan memulainya walaupun hanya tiga malam
saja.

Dalil Jumlah Bilangan Raka'at Sholat Tarawih

Ada sejumlah perselisihan paham diantara para ulama mengenai jumlah bilangan
raka'at sholat tarawih, yang pertama menyatakan bahwa bilangan sholat
tarawih adalah 11 terdiri dari delapan raka'at sholat tarawih dengan dua
kali atau empat kali salam plus tiga raka'at witir, pendapat ini biasanya
dianut oleh kalangan yang bermazhab Hambali yangg di Indonesia biasanya
dipraktekkan oleh pengikut Muhammadiyah dan Persis, sebagian lainnya
menyatakan jumlah bilangan raka'at sholat tarawih adalah 23 raka'at, terdiri
dari 20 raka'at tarawih dengan 10 kali salam ditambah dengan tiga raka'at
witir, pendapat ini dipegang oleh pengikut mazhab syafi'i yang di Indonesia
dianut oleh saudara-saudara kita di Nahdlatul Ulama, selain itu sebagian
ummat juga ada yang melakukan sholat tarawih 39 raka'at (36 + 3) dan 41
raka'at (40 + 1).

Salah satu sebab utama terjadinya perbedaan jumlah bilangan sholat tarawih
ini adalah karena Rasulullah s.a.w sendiri tidak menetapkan secara tegas
jumlah bilangan sholat tarawih ini bahkan beliau juga menghentikannya
setelah hari yang ketiga. Karena itulah ketika ulama-ulama menetapkan jumlah
bilangan raka'at tarawih ini mereka menggunakan dalil-dalil dari hadis lain
atau mengikuti sunnah para sahabat.

Dalil utama yang dipakai sebagai hujjah pengikut mazhab yang menetapkan
bilangan raka'at tarawih berjumlah 11 raka'at adalah hadis yang diriwayatkan
oleh Bukhari dari Aisyah r.a yang berkata bahwa Rasulullah tidak pernah
sholat sunat malam di bulan Ramadhan lebih dari sebelas raka'at. Dalil
inilah yang kemudian menjadi dasar penetapan bilangan raka'at sholat tarawih
adalah 11 raka'at, bahkan di kalangan ekstrim pengikut mazhab ini seringkali
keluar tudingan bid'ah bagi yang melaksanakan sholat tarawih lebih dari 11
raka'at. A Hassan ulama besar dari Persis menyatakan bahwa pernyataan Aisyah
bahwa Rasulullah tidak pernah melaksanakan lebih dari 11 raka'at bukan
berarti tidak boleh melaksanakan lebih dari 11 raka'at (Pengadjaran Sholat,
A Hassan, PP Persatuan Islam).

Adapun perbedaan jumlah bilangan salam didasari oleh hadis berikut: "Dari
Aisyah r.a, ia berkata Rasulullah tidak pernah sholat sunat malam di bulan
Ramadhan lebih dari sebelas raka'at, beliau mengerjakan empat raka'at,
jangan engkau tanyakan betapa bagusnya dan lamanya, lalu ia mengerjakan lagi
empat raka'at dan jangan engkau tanya betapa bagusnya dan lamanya, lalu ia
mengerjakan lagi tiga raka'at". (HR. Bukhari)

"Dari Ibnu Umar r.a ia berkata, seorang laki-laki menanyakan kepada
Rasulullah, bagaimana cara sholat malam, Rasulullah menjawab, sholat malam
itu dua raka'at dua raka'at, jika engkau kuatir akan terkejar subuh
hendaknya engkau kerjakan witir satu raka'at saja". (Hadis jama'ah)

"Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata ia melihat Rasulullah s.a.w mengerjakan
sholat dua raka'at, kemudian dua raka'at lagi, lalu dua raka'at lagi
kemudian dua raka'at lagi, lalu sholat witir". (HR. Muslim)

Sementara dalil shlat tarawih 23 raka'at didasari oleh sunnah yang dilakukan
para sahabat pada masa Umar bin Khatab.

"Telah berkata Yazied bin Rumman, di jaman Umar orang-orang sholat malam
Ramadhan dua puluh tiga raka'at" (HR. Malik)

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi disebutkan bahwa tiga
raka'at terakhir adalah witir.

Dalil ini menjadi pedoman para imam mazhab syafi'i untuk menetapkan jumlah
bilangan sholat tarawih adalah 20 raka'at ditambah witir .

Sementara sholat tarawih 39 raka'at seperti yang disebutkan Imam Malik dalam
al Muwatta didasari oleh sebuah hadis yang menyebut mengenai keutamaan
melakukan sholat di masjidil Haram, sehingga penduduk Medinah pada waktu itu
melipatgandakan jumlah bilangan raka'at sholat tarawihnya menjadi 39 raka'at
untuk mengimbangi pahala orang-orang yang tinggal di Mekkah.

Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan khusus mengenai jumlah
maksimal bilangan sholat tarawih, karena karena kedudukannya sebagai sholat
sunnah maka tidak dibatasi jumlah raka'atnya sebagaimana sholat fardhu
selain itu Rasulullah s.a.w sendiri tidak pernah menetapkan secara tegas
jumlah bilangan raka'at sholat tarawih tersebut.Dalam hadis yang
diriwayatkan Imam Tirmidzi bahkan disebutkan bahwa Imam Malik pernah
melakukan sholat tarawih 41 raka'at terdiri dari 40 raka'at tarawih dan satu
raka'at witir.


Disarikan dari berbagai sumber.
Penulis adalah aktivis BKPRMI Jawa Barat

Kirim email ke