KEAJAIBAN BERBUKA PUASA
  
  Kala aku masih kecil itu, bedug dan seruan imsak dari masjid adalah penanda 
waktu yang menjadi patokan utama warga desa. Jadwal imsakiyah hanya dimiliki 
oleh masjid, yang berasal dari perhitungan ahli falak di desaku. Siaran Radio, 
yang menentukan waktu maghrib di pusat kota, memang dijadikan pegangan juga, 
tetapi yang lebih utama adalah bedug maghrib di masjid kami. Artinya meski 
radio telah mengumandangkan azan, kami tetap tidak berani membatalkan puasa 
sehingga kami mendengar bunyi bedug masjid kami.
  
  Karena kami berpedoman kepada bedug masjid, biasanya menjelang buka, kami 
bergerombol duduk-duduk santai (istilahnya: kongkou) di sebuah alun-alun depan 
rumahku, menghadapi masjid yang berjarak sekitar 50 m di arah barat. Dari 
situlah kami memantau bedug yang akan ditabuh oleh sang marbot. Rasanya melihat 
aksi marbot memukul bedug, menimbulkan kesenangan tersendiri, seperti berharap 
detik-detik yang luar biasa hendak terjadi.
  
  Yang lucu, kadang jika aku melihat marbot menuju bedug, kuberpikir bedug akan 
segera akan ditabuh, aku berteriak kegirangan “Hey! Bedug, bedug, bedug!”. 
Maksudku memberitahu bahwa bedug mau ditabuh. Tidak tahunya marbot hanya 
mencari pemukul bedug saja dan tidak menabuhnya. Aku kecewa, bahkan ada dari 
kami yang keburu berlari ke rumah. Tentu yang seperti ini menjadi bahan ejekan 
dan tertawaan kami pada hari berikutnya.
  
  Saat bedug benar-benar ditabuh, kami berteriak hebat “Hey! Buka, buka, buka!” 
sambil berhamburan menuju rumah. Teriakan kami seakan menjadi penyambung lidah 
bagi mereka yang tidak mendengar bedug maghrib. Maklum, biasanya selepas bedug 
ditabuh, sang bilal tidak langsung berazan, tapi membatalkan puasa terlebih 
dahulu barang beberapa menit. Aku pun membatalkan puasa dengan meminum teh 
manis. Alhamdulillah, luar biasa nikmatnya. Penantian panjang pun berakhir 
dengan kebahagiaan yang tiada terkira.
  
  Namanya anak-anak, ada kalanya aku juga tidak puasa. Anehnya, jika aku tidak 
puasa, aku tidak berantusias mengikuti teman yang hendak ‘berkongkou’ menanti 
aksi sang marbot mengeksekusi bedug. Tidak ada nuansa kebahagian pada diriku. 
Yang ada justru rasa sesal, kenapa aku tidak puasa hari itu. Sungguh, aku 
betul-betul iri dengan teman-temanku yang bisa tetap berpuasa. Dan rasanya 
begitu bedug dipukul dan mereka berteriak berhamburan menuju rumah 
masing-masing sambil melihati diriku, kurasakan mereka seperti mengejek diriku 
yang tidak puasa. Aku bagai orang yang kalah dalam perlombaan saja. Alangkah 
menyesalnya diriku!
  
  *** 
  Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, 
yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan 
Rabbnya. ” (HR Bukhari-Muslim)
  
  Itulah keajaiban berbuka yang kurasakan saat aku kecil. Berbuka puasa 
menimbulkan kebahagiaan yang luar biasa. Laksana musafir dipadang pasir yang 
menjumpai sumber air (oase). Dan ini tidak dirasakan kecuali oleh orang yang 
berpuasa. Bagiku hal ini memberi hikmah bahwa ujung dari ketaatan kepada Allah 
adalah kebahagiaan. Ini menjadi rumus baku yang bisa aku terapkan dalam situasi 
mana pun. Sebagai contoh, jika aku mendapatkan harta dengan cara batil, meski 
besar, tentu tidak akan memberikan kebahagiaan apapun bagiku. Sebaliknya rezeki 
yang diperoleh dari usaha ketaatan, meski kecil, akan sangat berarti dan 
memberikan kebahagiaan tersendiri.
  
  Kesenangan kedua dari orang berpuasa adalah ketika berjumpa dengan Rabb-nya. 
Aku baru saja mendapat pencerahan dari seorang seorang ustadz, bahwa kenikmatan 
tertinggi dari semua kenikmatan yang ada di surga adalah melihat (bertemu) 
Allah. Sulit dibayangkan bagaimana rasanya bertemu atau melihat langsung Allah 
itu. Mungkin kita bisa membayangkan kenikmatan bertemu dengan 70 bidadari di 
surga dengan membandingkan kenikmatan memiliki bidadari di dunia. Atau 
kenikmatan makanan dan minuman dengan membandingkan makanan dan minuman yang 
ada di dunia. Demikian halnya dengan taman, istana, dan lain sebagainya. Tetapi 
semua yang akan kita alami nanti (semoga kita menjadi ahli surga) sama sekali 
tidak terlintas dalam pikiran kita. Nah, semua itu belum seberapanya dengan 
kenikmatan melihat (bertemu) Allah. Subhanallah. 
  
  Hikmah yang kupetik dari hadits di atas, ternyata puasa begitu istimewanya di 
mata Allah sehingga Allah akan memberikan balasan kenikmatan yang melebihi 
kenikmatan surga dan segala isinya kepada orang yang berpuasa. Belum dengan 
keistimewaan pintu Ar Rayyan dan pembalasan yang langsung dari Allah saja.
  
  Semoga ini menjadi motivasi bagi kita untuk berpuasa dengan penuh keimanan. 
Jangan sampai tidak berpuasa. Sungguh akan menyesal, seperti menyesalnya diriku 
di waktu kecil itu. 



  .

 
                         

       
---------------------------------
Moody friends. Drama queens. Your life? Nope! - their life, your story.
 Play Sims Stories at Yahoo! Games. 

Kirim email ke