*Matikan TV Saat Adzan* Oleh: KH. Ahmad Musta'in Syafi'i, MAg
Barang siapa yang tidak menjawab adzan, maka itu pertanda kemunafikan sedang bersarang di hatinya. Lama-lama menjadi karat dan terbiasa tidak memperhatikan suara adzan. Seburuk apapun seorang beriman, bila terdengar suara adzan, maka pasti tersentuh, atau setidaknya hati merasa teringatkan bahwa waktu shalat telah tiba. Di sini, adzan bisa dijadikan tolok ukur keimanan dan kemunafikan seseorang. Jiwa beriman, pasti perhatian terhadap adzan dan semua kegiatan atau suara-suara selain adzan harus dihentikan. Termasuk mematikan pesawat televisi, tape, radio dan musik lewat HP. Pesawat telepon rumah Anda berdering, biasanya volume TV dikecilkan. Nyonya besar bisa damprat jika sedang bicara lewat telepon, kok suara TV keras-keras. Apalagi boss. Begitulah, gimana kalau Allah SWT yang sedang mengajak bicara atau yang menelpon Anda langsung. Apa suara TV Anda keraskan? Atau Anda perhatian kepada keduanya? Ya, menonton TV, ya menjawab Adzan. Jika itu yang Anda lakukan, gimana Anda sendiri jika diperlakukan demikian. Sebagai atasan, Anda mengajak bicara kepada bawahan Anda. Dia memperhatikan omongan Anda, tapi sambil joget-joget ringan karena sembari mendengarkan musik pakai ear phone kecil menyumbat telinga. Anda terima diperlakukan begitu? Konsekueunsi dari adzan sesungguhnya bukan menjawabnya saja, tetapi juga segera mengerjakan shalat. Justeru ini yang terpenting. Jangan hanya menjawab adzan saja tanpa shalat atau sebaliknya. Gimana kalau ada adzan bareng dan semuanya pakai pengeras suara, mana yang dijawab? Pilih salah satu yang paling keras suaranya. Jika adzannya estafet, selesai mushalla ini adzan, menyusul mushalla lain, lalu yang lain lagi dst. Cukup menjawab yang pertama. Sesunguhnya satu kali adzan sudah cukup untuk satu wilayah sepanjang menjangkau. Satu desa terdapat dua masjid. Jika salah satu sudah mengumandangkan adzan dan bisa didengar oleh semua penduduk setempat, maka masjid yang lain tidak perlu melakukan adzan. Karena tujuan adzan adalah woro-woro, pemberitahuan bahwa saat ini sudah tiba waktu shalat. Begitu pendapat Abu Amr ketika berkomentar adzan di sebuah kota besar. "Saya tidak melihat ada khilaf pendapat tentang sekali adzan cukup untuk semua penduduk kota (ahl al-mishr). Tapi adzan tidak semata-mata sebagai woro-woro, melainkan merupakan rangkaian dari ibadah shalat, seperti halnya iqamah. Untuk itu, setiap kali mau shalat, disunnahkan adzan dan iqamah utamanya shalat berjamaah. Bahkan al-imam Ibn al-Mundzir menghukumi wajib. Kalau tidak, maka mereka berdosa (dosa tidak melakukan adzan dan iqamah), meskipun shalatnya shah. Sedangkan untuk shalat Jum'ah, maka adzan menjadi syarat. Sebelum ada adzan, khutbah tidak bisa dimulai. Rasulullah shalalahu alaihi wassalama bersabda yang artinya: "Seandainya manusia mengetahui keutamaan panggilan adzan dan shaf awal kemudian tidaklah mereka bisa mendapatinya kecuali dengan berundi, pastilah mereka berundi dan seandainya mereka mengetahui keutamaan bersegera menuju masjid niscaya mereka akan berlomba". Wallah a'lam. *KH. Ahmad Musta'in Syafi'i, MAg, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang*