---------- Forwarded message ----------
From: <[EMAIL PROTECTED]>
Date: 2008/4/23
Subject: Fw: ndeso?
To: undisclosed-recipients



-  *Thank's to Pawit Purwito*

04/23/2008 04:05 PM
    cc
  Subject
ndeso?



*"NDESO"*
oleh : *Ika S. Creech **)

Deso (baca ndeso) itulah sebutan untuk orang yang norak, kampungan, udik,
shock culture, Countrified dan sejenisnya. Ketika mengalami atau merasakan
sesuatu yang baru dan sangat mengagumkan, maka ia merasa takjub dan sangat
senang, sehingga ingin terus menikmati dan tidak ingin lepas, kalau perlu
yang lebih dari itu. Kemudian ia menganggap hanya dia atau hanya segelintir
orang yang baru merasakan dan mengalaminya. Maka ia mulai atraktif,
memamerkan dan sekaligus mengajak orang lain untuk turut merasakan dan
menikmatinya, dengan harapan orang yang diajak juga sama terkagum-kagum sama
seperti dia.

Lebih dari itu ia berharap agar orang lain juga mendukung terhadap
langkah-langkah untuk menikmatinya terus-menerus. Hal ini biasa, seperti
saya juga sering mengalami hal demikian, tetapi kita terus berupaya untuk
terus belajar dari sejarah, pengalaman orang lain, serta belajar bagaimana
caranya tidak jadi orang norak, kampungan alias deso.

Semua kampus di Jepang penuh dengan sepeda, tak terkecuali dekan atau bahkan
Rektorpun ada yang naik sepeda datang ke kampus. Sementara si Pemilik
perusahaan Honda tinggal di sebuah apartemen yang sederhana. Ketika beberapa
pengusaha ingin memberi pinjaman kepada pemerintah Indonesia mereka
menjemput pejabat Indonesia di Narita. Dari Tokyo naik kendaraan umum,
sementara yang akan dijemput, pejabat Indonesia naik mobil dinas Kedutaan
yaitu mercy.

Ketika saya di Australia berkesempatan melihat sebuah acara ceremoni dari
jarak yang sangat dekat, dihadiri oleh pejabat setingkat menteri, saya
tertarik mengamati pada mobil yang mereka pakai Merk Holden baru yang paling
murah untuk ukuran Australia. Yang menarik, para pengawalnya tidak terlihat
karena tidak berbeda penampilannya dengan tamu-tamu, kalau tidak jeli
mengamati kita tidak tahu mana pengawalnya.

Di Sidney saya berkenalan dengan seorang pelayan restoran Thailand. Dia
seorang warga Negara Malaysia keturunan cina, sudah selesai S3, sekarang
lagi mengikuti program Post Doc, Dia anak serorang pengusaha yang kaya raya.
Tidak mau menggunakan fasilitas orang tuanya malah jadi pelayan. Dia juga
sebenarnya dapat beasiswa dari perguruan tingginya.

Satu bulan saya di jepang tidak melihat orang pakai hp communicator, mungkin
kelemahan saya mengamati. Dan setelah saya baca Koran ternyata konsumen
terbesar hp communicator adalah Indonesia. Sempat berkenalan juga dengan
seorang yang berada di stasiun kereta di Jepang, ternyata dia anak seorang
pejabat tinggi Negara, juga naik kereta. Yang tak kalah serunya saya juga
jadi pengamat berbagai jenis sepatu yang di pakai masyarakat jepang ternyata
tak bermerek, wah ini yang deso siapa yaa?

Sulit membedakan tingkat ekonomi seseorang baik di jepang atau di Australia,
baik dari penampilannya, bajunya, kendaraannya, atau rumahnya. Kita baru
bisa menebak kekayaan seseorang kalau sudah tahu pekerjaan dan jabatanya di
perusahaan. Jangan-jangan kalau orang jepang diajak ke Pondok Indah bisa
Pingsan melihat rumah segitu gede dan mewahnya. Rata-rata rumah disana
memiliki tinggi plafon yang bisa dijambak dengan tangan hanya dengan
melompat. Sehingga duduknyapun banyak yang lesehan.

Sampai akhir hayatnya Rasulullah tidak membuat istana Negara dan Benteng
Pertahanan (khandaq hanyalah strategi sesaat, untuk perang ahzab saja),
padahal Rasulullah sudah sangat mengenal kemawahan istana raja-raja Negara
sekelilingnya, karena Beliau punya pengalaman berdagang. Ternyata Beliau
tidak menjadi silau terus ikut-ikutan latah ingin seperti orang-orang. Lalu
dimana aktivitas kenegaraan dilakukan? Mengingat beliau sebagai kepala
Negara. Jawabannya ya di masjid.

Beliau punya banyak jalan yang legal untuk bisa membangun istana. Di Mekkah
nikah dengan janda kaya, di madinah jadi kepala Negara, punya hak
prerogative dalam mengatur harta rampasan perang dan ada jatah dari Allah
untuk dipergunakan sekehendak beliau, belum hadiah dari raja-raja. Tetapi
mengapa beliau sering kelaparan, ganjal perut dengan batu, puasa sunnah
niatnya siang hari, shalat sambil duduk menahan perih perut dan seterusnya.

Ketika Indonesia sedang terpuruk, Hutang lagi numpuk, rakyat banyak yang
mulai ngamuk, Negara sedang kere, banyak yang antri beras, minyak tanah,
minyak goreng dll. Maka harga diri kita tidak bisa diangkat dengan medali
emas turnamen olah raga, sewa pemain asing, banyak ceremonial yang
gonta-ganti baju seragam, baju dinas, merek mobil, proyek mercusuar, dll,
dsb, dst

Bangsa ini akan naik harga dirinya kalo utang sudah lunas, kelaparan tidak
ada lagi, tidak ada pengamen dan pengemis, tidak ada lagi WTS (Wanita Tidak
Sholat, di Malaysia "Wanita Tak Senonoh") , angka kriminal rendah, korupsi
berkurang, punya posisi tawar terhadap kekuatan global. Maka orang Deso
(alias norak) tidak mampu mengatasi krisis karena tidak bisa menjadikan
krisis sebagai paradigma dalam menyusun APBD dan APBN. Nah karena yang
menyusun orang-orang norak maka asumsi dan paradigma yang dipakai adalah
Negara normal atau bahkan mengikut Negara maju. Bayangkan ada daerah yang
menganggarkan Sepak Bola 17 Milyar sementara anggaran kesranya 100 juta,
wiiieh!

Akhirnya penyakit norak ini menjadi wabah yang sangat mengerikan dari atas
sampai bawah :
- Orang bisa antri Raskin sambil pegang hp
- Pelajar bisa nunggak SPP sambil merokok
- Orang tua lupa siapkan SPP, karena terpakai untk beli tv dan kulkas

- Orang bule mabuk krn kelebihan uang, Orang kampung mabuk beli minuman
patungan
- Pengemis bisa pake walkman sambil goyang kepala
- Para Pengungsi bisa berjoged dalam tendanya
- Orang beli Gelar akademis di ruko-ruko tanpa kuliah
- Ijazah S3 luar negeri bisa di beli sebuah rumah petakan gang sempit di
cibubur
- Kelihatannya orang sibuk ternyata masih sering keluar masuk Mc Donald
- Kelihatannnya orang penting, ternyata sangat tahu detail dunia
persepakbolaan.
- Kelihatan seperti aktivis tapi habis waktu untuk mencetin hp
- 62 tahun merdeka, lomba-lombanya masih makan kerupuk saja
- Agar rakyat tidak kelaparan maka para pejabatnya dansa dansi di acara
tembang kenangan.
- Agar kampanye menang harus berani sewa bokong-bokong bahenol ngebor
- Agar masyarakat cerdas maka sajikan lagu goyang dombret dan wakuncar
- Agar bisa disebut terbuka maka harus bisa buka-bukaan
- Agar kelihatan inklusif mk hrs bisa menggandeng siapa saja, kl perlu jin
tomang jg digandeng

Yang lebih mengerikan lagi adalah supaya kita tidak terlihat kere, maka
harus bisa tampil keren. Makin kiamatlah kalo si kere tidak tahu dirinya
kere.

*) Penulis adalah Putra Indonesia Asli, kini bertempat tinggal di Paris,
Perancis dan bekerja sebagai Pembawa Acara di salah satu stasiun di
Perancis.

<<image/gif>>

Reply via email to