MUI Dukung Pelarangan JAI [image: PDF]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=16481> [image: Cetak]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&task=view&id=16481&pop=1&page=0&Itemid=27> [image: E-mail]<http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&task=emailform&id=16481&itemid=27> **Bisa Dipidana*
* Medan, WASPADA Online * Ketua MUI Medan Prof Dr HM Hatta mendukung sikap pemerintah merekomendasikan pelarangan aktivitas jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam. "Saya minta semua elemen mendukung sikap dan putusan pemerintah itu," kata HM Hatta di Medan, Jumat (19/4). Menurut Hatta, menyahuti putusan pemerintah itu, masyarakat agara tenang dan bersikap rasional serta tidak melakukan tindakan kontra produktif, bermuara pada terjadinya kerugian. Hatta yakin kalau pemerintah secara arif dan bijaksana akan bisa mengatasi persoalan keberadaan JAI, sehingga tidak akan muncul lagi di permukaan. Sebab, jika terjadi aksi perusakan, kerugian bukan hanya bagi JAI tapi juga semua lapisan masyarakat. * Bisa dipidana* Setelah terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pelarangan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), apabila masih terus beraktivitas dapat dipidanakan. "Kecuali penganutnya tidak lagi membawabawa agama Islam," kata praktisi hukum H. Maswandi, SH, M.Hum, Jumat (18/4), sehubungan dengan telah terbitnya pelarangan dari pemerintah atas aliran Ahmadiyah yang disebut-sebut sesat. "Dengan adanya SKB yang intinya penghentian kegiatan Ahmadiyah, maka sudah saat ditindaklanjuti oleh Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) di bawah Kejaksaan Agung," kata Maswandi. Dengan demikian, lanjutnya, seandainya JAI tetap berkegiatan, maka sudah merupakan pelecehan terhadap umat Islam. Dan, dengan adanya pelecehan itu maka umat Islam berkewajiban untuk menghentikan segala kegiatan JAI, namun bukanlah dengan cara-cara anarkis. "Kecuali, jika SKB tidak diterbitkan oleh pemerintah, maka sifatnya tindakan umat Islam terhadap JAI bukan anarkis, melainkan pembelaan terhadap agama Islam," ujarnya. Maswandi yang juga salah seorang dosen hukum di Fakultas Hukum Universitas Medan Area bidang Hukum Internasional ini lebih jauh mengemukakan, masalah Ahmadiyah ini sama dengan kasus Al-Qiyadah yang ternyata kemudian diadili oleh pengadilan di Indonesia. Sebab, dianggap tindak kejahatan pidana. Sementara itu, kata Maswandi, perbedaannya jika Qiyadah pemimpinnya mengaku nabi, maka Ahmadiyah mengakui nabi mereka adalah Mirza Ghulan Ahmad. Tegasnya, Ahmadiyah merupakan suatu aliran yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, setelah Nabi Muhammad SAW. "Pidananya adalah penistaan dan penghinaan agama seperti Musadeq yang sudah dilarang akan tetapi masih terus berjalan," katanya. *Harus Melalui Mekanisme Baku* Sementara itu cendekiawan Muslim Prof Dr H Syahrin Harahap, MA menegaskan, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bakom Pakem melarang aktivitas JAI harus melalui mekanisme yang jelas dan baku. "Larangan JAI itu harus jelas dari mana Bakom Pakem merujuknya, karena ini masalah agama," tegas Syahrin di kantor Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Medan Jalan IAIN Medan, Jumat (19/4). Menurutnya, selama ini belum ada pengaturan yang jelas dan baku siapa memutuskan atau Bakom Pakem meminta pertimbangan dari siapa. "Jadi mekanisme pengambilan putusan harus baku, obyektif dan konsisten," tegas Syahrin. Dengan demikian, lanjut Ketua FKUB Medan ini, jika putusan itu keluar dan harus ditaati tidak ada yang merasa dizalimi. Sebab, munculnya aliran sesat merupakan konsekuensi dari era globalisasi dan itu bisa diantisipasi dengan adanya mekanisme yang baku. Berkaitan dengan pelarangan aktivitas itu, Syahrin menyarankan, pihak JAI secepatnya melakukan dialog dengan pemuka agama guna memberi kejelasan dalam hal apa dia menyimpang. Menurut Guru Besar IAIN Sumut ini, JAI harus melakukan dua pilihan yakni keluar dari Islam atau menyesuaikan diri dengan ajaran Islam. Untuk pilihan kedua ini perlu kearifan baik pemerintah maupun ulama. Jika JAI melakukan penyimpangan yang mendasar terhadap ajaran Islam harus diatur teknisnya bagaimana mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Namun, jika tidak harus diakui juga toleransinya. Syahrin juga menyarankan agar pihak terkait harus melakukan studi menyeluruh tentang aliran sesat. Sebab, ribuan aliran sesat pernah muncul di dunia ini. Yang ada di Afrika bisa muncul di Indonesia sebagai dampak globalisasi. Sedang Sekretaris MUI Sumut Drs H Hasan Bakti MA menegaskan, keberadaan JAI bertentangan dengan UUD 45 pasal 29 tentang agama. Bahkan ulama Islam di dunia sejak lama melarang munculnya aliran itu. Hasan menyebutkan, aliran JAI muncul di India sebagai suatu cara Inggris untuk mengalahkan jihad Islam. Karena menghancurkan Islam harus dari dalam tidak bisa dari luar. Karena kepentingan Inggris, mereka membiaya kegiatan JAI bahkan mungkin hingga kini. Sama seperti aliran sesat lain di Indonesia juga dibiaya asing dengan tujuan tertentu. Pusat JAI di Indonesia adalah di Tanggerang dan di Sumut di Medan. Hasan bahkan menegaskan, jika pemerintah ingin menegakkan hukum, yang dihukum adalah pemimpinnya jangan jamaah. Sebab, yang paham tentang ajaran itu adalah para pemmpinnya sementara jemaah mungkin kebanyakan ikut-ikutan. Sementara itu, untuk mengantisipasi adanya tindakan anarkis pasca pembubaran aktivitas Ahmadiyah di Indonesia, sejumlah personel Polri disiagakan antara lain di Mesjid Almubaroq, Jln Karakatau, sebagai tempat konsentrasi pengikut aliran Ahmadiyah di Sumut. "Sejumlah personel baik samapta maupun intel sudah siaga di sana guna menghindari kemungkinan hal terberuk terjadi pasca pelarangan ajaran itu," kata Kabid Humas Poldasu AKBP Baharudin Djafar menjawab *Waspada*, Jumat (18/4). Kata Baharudin, tim Poldasu di lapangan terus berkoordinasi dengan Bankom dan pihaknya Ahmadiyah agar tidak ada tindakan anarkis. Persoalan ini diselesaikan secara arif dan bijaksana untuk kebaikan semua pihak. Lebih jauh Baharudin mengatakan, dari hasil koordinasi tim, para pengikut aliran Ahmadiyah menyatakan akan menghormati semua keputusan pemerintah Indonesia tentang ajaran itu. *(m34/m14/h05) *(zul)