Ibadah dan Amalan Apa Saja yang Bisa Ditransfer Pahalanya ke Orang Lain

Sabtu, 24 Mei 08 10:28 WIB

 
<http://www.eramuslim.com/ustadz/send/6119033919-ibadah-dan-amalan-apa-saja-bisa-ditransfer-pahalanya-ke-orang-lain.htm>

*Assalaamulaikum wr. wb.*

Pak ustadz yang saya hormati, ibadah dan amalan apa saja yang bisa
ditransfer pahalanya ke orang yang lain, baik yang masih hidup ataupun yang
sudah wafat?

Bolehkah kita mewakafkan harta orang lain atau harta kita sendiri, dengan
niat pahalanya untuk orang lain, baik orangnya sudah meninggal dunia ataupun
masih hidup?

Mohon penjelasannya. Syukron.

Irfan
abumuadz
Jawaban

*Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.*

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala ibadah kepada
orang yang telah meninggal dunia. Masalah ini seringkali menjadi titik
perbedaan antara berbagai kelompok masyarakat. Dan tidak jarang menjadi
bahan perseteruan yang berujung kepada terurainya benang persaudaraan.

Seandainya umat Islam ini mau duduk bersama mengkaji semua dalil yang ada,
seharusnya perbedaan itu bisa disikapi dengan lebih dewasa dan elegan.

Kita akan mempelajari tiga pendapat yang terkait dengan masalah ini lengkap
dengan dalil yang mereka pakai. Baik yang cenderung mengatakan tidak
sampainya pahala kepada orang yang sudah wafat, atau yang mengatakan sampai
atau yang memilah antara keduanya. Sedangkan pilihan anda mau yang mana,
semua kembali kepada anda masing-masing.

Kalau kita cermati pendapat yang berkembang di tengah umat Islam, paling
tidak kita mendapati tiga pendapat besar yang utama.

*1. Pendapat Pertama: Pahala Tidak Bisa Dikirim-kirim kepada Mayit *
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang mati tidak bisa menerima pahala
ibadah orang yang masih hidup. Baik pahala yang bersifat ibadah jasadiyah
maupun ibadah maliyah. Sebab setiap orang sudah punya tugas dan
tanggung-jawab masing-masing.

Dalil atau hujjah yang digunakan adalah berdasarkan dalil:

*`Yaitu bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain
dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya*` (QS. An-Najm:38-39)

*`Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu
tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan` *(QS.
Yaasiin:54)

*`Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya`. *(QS. Al-Baqaraah 286)

Ayat-ayat di atas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai
maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan
pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits:

*`Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal:
Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo'akannya atau ilmu yang
bermanfaat sesudahnya`* (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa'i dan
Ahmad).

Bila Anda menemukan orang yang berpendapat bahwa orang yang sudah wafat
tidak bisa menerima pahala ibadah dari orang yang masih hidup, maka dasar
pendapatnya antara lain adalah dalil-dalil di atas.

Tentu saja tidak semua orang sepakat dengan pendapat ini, karena memang ada
juga dalil lainnya yang menjelaskan bahwa masih ada kemungkinan sampainya
pahala ibadah yang dikirmkan/ dihadiahkan kepada orang yang sudah mati.

*2. Pendatapat Kedua: Ibadah Maliyah Sampai dan Ibadah Badaniyah Tidak
Sampai *
Pendapat ini membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah. Pahala
ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji, bila diniatkan untuk dihadiahkan
kepada orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayyit.

Sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur'an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi'i dan
pendapat Madzhab Malik.

Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah
yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang
tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:

*"Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan
seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi
ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum" *(HR
An-Nasa'i).

Namun bila ibadah itu menggunakan harta benda seperti ibadah haji yang
memerlukan pengeluaran dana yang tidak sedikit, maka pahalanya bisa
dihadiahkan kepada orang lain termasuk kepada orang yang sudah mati. Karena
bila seseorang memiliki harta benda, maka dia berhak untuk memberikan kepada
siapa pun yang dia inginkan. Begitu juga bila harta itu disedekahkan tapi
niatnya untuk orang lain, hal itu bisa saja terjadi dan diterima pahalanya
untuk orang lain. Termasuk kepada orang yang sudah mati.

Ada hadits-hadits yang menjelaskan bahwa sedekah dan haji yang dilakukan
oleh seorang hamba bisa diniatkan pahalanya untuk orang yang sudah
meninggal. Misalnya dua hadits berikut ini:

*Dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia
ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW unntuk
bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang
saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat
baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata, "Saksikanlah bahwa kebunku
yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya."* (HR Bukhari).

*Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi
SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum
terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul
menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah
kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak
untuk dibayar*." (HR Bukhari)

*3. Pendapat Ketiga: Semua Jenis Ibadah Bisa Dikirimkan kepada Mayit *
Do'a dan ibadah baik *maliyah *maupun *badaniyah *bisa bermanfaat untuk
mayyit berdasarkan dalil berikut ini:

*Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdo'a, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami." *(QS Al-Hasyr: 10)

Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka
memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini
menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar
orang yang masih hidup.

*a. Shalat Jenazah.
*
Tentang do'a shalat jenazah antara lain, hadits:

*Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW -
setelah selesai shalat jenazah-bersabda, "Ya Allah ampunilah dosanya,
sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat
tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air
embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari
kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat
tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih
baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa
neraka." *(HR Muslim).

*b. Doa Kepada Mayyit Saat Dikuburkan *
Tentang do'a setelah mayyit dikuburkan,

*Dari Ustman bin 'Affan ra. berkata: Adalah Nabi SAW apabila selesai
menguburkan mayyit beliau beridiri lalu bersabda, "Mohonkan ampun untuk
saudaramu dan mintalah keteguhan hati untuknya, karena sekarang dia sedang
ditanya." *(HR Abu Dawud)

*c. Doa Saat Ziarah Kubur *
Sedangkan tentang do'a ziarah kubur antara lain diriwayatkan oleh 'Aisyah ra
bahwa ia bertanya kepada Nabi SAW*, "Bagaimana pendapatmu kalau saya
memohonkan ampun untuk ahli kubur?" Rasul SAW menjawab, "Ucapkan: (Salam
sejahtera semoga dilimpahkan kepada ahli kubur baik mu'min maupun muslim dan
semoga Allah memberikan rahmat kepada generasi pendahulu dan generasi
mendatang dan sesungguhnya -insya Allah- kami pasti menyusul)." *(HR
Muslim).

*d. Sampainya Pahala Sedekah untuk Mayit *
*Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia
ketika ia tidak ada di tempat, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk
bertanya, "Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang
saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat
baginya?" Rasul SAW menjawab, "Ya." Saad berkata:, "Saksikanlah bahwa
kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya*." (HR Bukhari).

*e. Sampainya Pahala Saum untuk Mayit *
*Dari 'Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang meninggal
dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya*."
(HR Bukhari dan Muslim)

*f. Sampainya Pahala Haji Badal untuk Mayit *
*Dari Ibnu Abbas ra. bahwa seorang wanita dari Juhainnah datang kepada Nabi
SAW dan bertanya, "Sesungguhnya ibuku nadzar untuk hajji, namun belum
terlaksana sampai ia meninggal, apakah saya melakukah haji untuknya?" Rasul
menjawab, "Ya, bagaimana pendapatmu kalau ibumu mempunyai hutang, apakah
kamu membayarnya? Bayarlah hutang Allah, karena hutang Allah lebih berhak
untuk dibayar*." (HR Bukhari)

*g. Membayarkan Hutang Mayit *
Bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan
keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah di mana ia telah menjamin untuk
membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah
membayarnya nabi SAW bersabda:

*"Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya." *(HR Ahmad)

*h. Dalil Qiyas *
Pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada
saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ad halangan sebagaimana tidak
dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan
membebaskan utang setelah wafatnya. Islam telah memberikan penjelasan
sampainya pahala ibadah badaniyah seperti membaca Al-Qur'an dan lainnya
diqiyaskan dengan sampainya puasa, karena puasa dalah menahan diri dari yang
membatalkan disertai niat, dan itu pahalanya bisa sampai kepada mayyit. Jika
demikian bagaimana tidak sampai pahala membaca Al-Qur'an yang berupa
perbuatan dan niat.

Menurut pendapat ketiga ini, maka bila seseorang membaca Al-Fatihah dengan
benar, akan mendatangkan pahala dari Allah. Sebagai pemilik pahala, dia
berhak untuk memberikan pahala itu kepada siapa pun yang dikehendakinya
termasuk kepada orang yang sudah mati sekalipun. Dan nampaknya, dengan
dalil-dalil inilah kebanyakan masyarakat di negeri kita tetap mempraktekkan
baca Al-Fatihah untuk disampaikan pahalanya buat orang tua atau kerabat dan
saudra mereka yang telah wafat.

Tentu saja masing-masing pendapat akan mengklaim bahwa pendapatnyalah yang
paling benar dan hujjah mereka yang paling kuat. Namun sebagai muslim yang
baik, sikap kita atas perbedaan itu tidak dengan menjelekkan atau melecehkan
pendapat yang kiranya tidak sama dengan pendapat yang telah kita pegang
selama ini. Karena bila hal itu yang diupayakan, hanya akan menghasilkan
perpecahan dan kerusakan persaudaraan Islam.

*Wallahu a'lam bish-shawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.*

*Ahmad Sarwat, Lc.*

Kirim email ke