Halalbihalal
Oleh: KH. A. Mustofa Bisri


Istilah halalbihalal (menulisnya digandeng, jangan dipisah-pisah), meskipun
kedengarannya seperti istilah Arab, sebenarnya 'asli' Indonesia atau
setidaknya Melayu. Meski bahan bakunya (halal dan bi) dari Arab, orang
Indonesia/Melayulah yang merakitnya menjadi istilah sendiri.



Di Arab sendiri- dalam kamus-kamus Arab maupun percakapan
sehari-hari-istilah halal bihalal termasuk pengertiannya, tidak ada dan
tidak dikenal.



Istilah halalbihalal dan pengertiannya memang khas Indonesia. Menurut KBBI,
halalbihalal ialah acara maaf-memaafkan pada hari lebaran. Ini tradisi baik
sekali yang hanya dijumpai di Indonesia/Melayu, meskipun sayang kini sudah
mengalami degradasi.



Tradisi maaf-memaafkan di lebaran, setelah puasa Ramadhan ini merupakan
salah satu bukti kearifan pendahulu-pendahulu kita yang pertama-tama
mentradisikannya. Dulu, sebelum orang terlalu sibuk seperti sekarang,
apabila datang lebaran, sehabis shalat 'Id, masyarakat saling mengunjungi
dan saling meminta maaf.



Saya masih sempat menyaksikan orang-orang tua dulu meminta maaf kepada
sahabat, kerabat, atau saudara mereka dengan ungkapan penyesalan yang rinci
agar mendapatkan pemaafan. Bukan hanya meminta maaf, tapi juga meminta halal
apabila ada hak Adami yang termakan atau terpakai dengan sengaja atau tidak
sengaja. Mereka yang dimintai maaf dan dimintai halal, biasanya dengan mudah
memberikannya sambil balik meminta yang sama. Mereka saling memaafkan dan
saling menghalalkan. Halalbihalal.



Para pendahulu yang mentradisikan tradisi mulia ini pasti tahu bahwa
Rasulullah SAW menjamin mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan semata-mata
hanya karena iman dan mencari pahala Allah, akan diampuni dosa-dosa mereka
yang sudah-sudah."Man shaama Ramadhaana iimaanan wah tisaaban, ghufira lahu
maa taqaddaa min dzambihi." (Hadits shahih muttafaq 'alaih dari sahabat Abu
Hurairah r.a).



Hebatnya, mereka para pendahulu itu, juga tidak lupa bahwa selain dosa hamba
kepada Tuhannya, masih ada satu dosa lagi yang justru lebih perlu
diperhatikan; yaitu dosa hamba kepada sesamanya. Di banding dosa kita kepada
Allah, dosa kita kepada sesama sebenarnya jauh lebih gawat. Kenapa? Karena
Allah, seperti kita ketahui, Maha Pengampun dan suka mengampuni. Sementar,
manusia tidak demikian. Manusia sulit. Padahal, dosa kita terhadap sesama
tidak akan diampuni sebelum yang bersangkutan memaafkan. Tanggungan kita
kepada sesama akan tetap menjadi tanggungan kita, sebelum yang bersangkutan
menghalalkannya.



Rasulullah SAW berpesan agar apabila diantara kita ada yang mempunyai
kesalahan kepada seseorang, apakah menyangkut kehormatannya atau apa,
hendaklah dimintakan halal sekarang juga sebelum uang dinar dan dirham tidak
lagi ada gunanya; jika (tidak,) bila dia mempunyai amal saleh, nanti akan
diambil dari amalnya itu seukur kesalahannya dan bila tidak memiliki
kebaikan, akan diambil dari dosa-dosa orang yang disalahinya dan dibebankan
kepadanya "Man kaanat lahu mazhlumatun liahadin min 'irdhihi au syai-in
falyatahallalhu minhu alyauma qabla an laa yakuuna diinarun walaa dirhamun;
in kaana lahu 'amalun shaalihun ukhidza minhu biqadri mazhlumatihi, wain lam
takun lahu hasanaatun ukhidza min sayyiaati shaahibihi fahumila 'alaihi."
(HS riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah r.a)



Marilah kita ingat-ingat, apakah kita pernah menyakiti sesama. mungkin kita
tidak sengaja pernah mengucapkan kata-kata yang melukai saudara kita.
Kadang-kadang, karena kita merasa berniat baik, menegur kawan untuk
memperbaikinya, lalu kita mengabaikan kesantunan bicara kita dan menyinggung
perasaan kawan kita itu. Mungkin kita sudah berhati-hati, tapi tetap saja
ada sikap kita yang membuat orang lain sakit hati. Maka adalah bijaksana,
apabila dalam kesempatan lebaran ini-setelah mengharap dosa-dosa kita kepada
Allah diampuni-kita memerlukan meminta maaf dan meminta halal terutama
kepada mereka yang kita perkirakan pernah kita salahi.



Saya sendiri dalam kesempatan ini juga ingin menyampaikan tahniah 'Id kepada
segenap pembaca dan dengan kerendahan hati memohon maaf lahir batin atas
segala kekhilafan dan kesalahan saya. 'Iedun sa'ied, a'aadahullahu 'alaikum
bissaaadati walkhairi warrafaahiyah wakullu 'aamin wa antum bikhair.



Penulis adalah pemimpin Pondok Pesantren Roudhotut Thalibin, Rembang.

Kirim email ke