Innalillahi wa innaa ilaihi rajiuun.





________________________________
From: siir sirry <sirry...@hotmail.com>
To: ab <keluarga-islam@yahoogroups.com>
Sent: Wed, April 28, 2010 6:33:48 PM
Subject: [keluarga-islam] wartawan wanita salah seorang reporter AntaraTV untuk 
melepaskan jilbabnya

   
http://polhukam. kompasiana. com/2010/ 04/28/istana- larang-jilbab- 
untuk-reporter- antaratv/

(KompasianaBaru- Jakarta) Istana kepresidenan bertingkah lagi, kali ini 
mereka mengharuskan wartawan wanita salah seorang reporter AntaraTV untuk 
melepaskan jilbabnya saat wawancara dengan Ibu Presiden Ani Yudhoyono. 
Jilbab merupakan salah satu penutup kepala untuk seorang wanita muslim, aneh 
kalangan protokoler berbuat begitu, kita perhatikan biasanya kalangan wanita 
yang bertugas di Istana mereka mengenakan jilbab mereka, apakah karena ini 
wawancara dengan Ibu Ani jadi harus dibuka jilbabnya?


Ini terjadi pekan-pekan kemarin, dari salah satu sahabat yang menyaksikan 
siaran AntaraTV tersebut mengatakan,”Dengan bu Ani jilbab harus dibuka toh…? 
hehehe…selamat dg pengalaman pertamax, pada hari Rabu, 21 April jam 14:57,” 
Reporter AntaraTV yang menjadi “Korban” tersebut yaitu Zulek Zulaikha 
mengaku stess dengan aturan protokoler tersebut, “Jelek ya, aku sadar kok 
“ngga” banget dah stress dengan aturan protokoler, pada hari Rabu, 21 April 
jam 16:00, “

Bagaimana bisa ini terjadi di negara Indonesia yang penduduk muslimnya 
terbesar di dunia? Sedangkan di negara Eropa yang masyarakat muslimnya 
minoritas mati-matian mempertahankan jilbabnya, tetapi di indonesia malah 
disuruh buka. Apalagi aksi-aksi pelajar yang baru lulus dari sekolah, mereka 
juga seenaknya melepaskan jilbab karena sudah lulus dari sekolah. Aksi Buka 
Jilbab Warnai Konvoi Kelulusan Siswa, Aksi membuka jilbab mewarnai konvoi 
kelulusan siswa/siwi SMA/MA dan SMK di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, pekan 
yang lalu. Siswi yang biasanya diharuskan menggunakan jilbab, saat konvoi 
tidak lagi menggunakan jilbab. Bahkan jilbab para siswi ini dijadikan 
bendera sambil berboncengan dengan teman laki-laki mereka.

Para siswi ini juga merayakan kelulusan dengan menggunting rok. “Pakaian ini 
sudah tidak akan saya pakai lagi, karena sudah lulus,” kata salah seorang 
siswi SMA di Jalan Pintu Gerbang, dengan wajah ceria. Aksi lepas jilbab dan 
gunting rok para siswa SMA di Pamekasan ini merupakan salah satu aksi yang 
dilakukan para siswa dalam merayakan kelulusan ujian nasional (UN) di 
Kabupaten Pamekasan. Selanjutnya para siswa ini bergabung dengan rombongan 
konvoi lain yang terpusat di jalan Kabupaten depan kantor rumah Dinas Bupati 
Pamekasan. Dari lokasi ini, para peserta konvoi kemudia bergarak menuju 
Jalan Trunojo Pamekasan. “Kami akan merayakan kelulusan di pantai Camplong 
Sampang,” kata salah seorang peserta konvoi Ainur.

Remaja dengan rambut dicat warna merah mengaku, di pantai Camplong para 
siswa akan melakukan balapan bersama para siswa dari Kabupaten Sampang. 
Sementara para siswi yang sudah melakukan aksi lepas jilbab dan gunting rok 
juga terlihat bersama rombongan peserta konvoi. Bahkan ada yang berboncengan 
dengan cara berdiri.

Kita perlu baca pemikiran-pemikiran segar agar mampu menjelaskan fenomena 
‘aksi buka jilbab’ ini. Dunia Indonesia di masa depan adalah milik mereka. 
Jika mereka melakukannya sekarang bapak-bapak dan ibu guru serta senior 
memang jelas akan membuat mereka tidak berkutik. Mereka memang tidak 
berkutik, tetapi pasti masih akan hidup dan menjadi besar seperti 
bapak-bapak dan ibu-ibu.  Namun ketika  kemudian mereka sudah saatnya 
menjalankan era kepemerintahan mereka, maka mereka akan muncul dengan dunia 
baru yang mereka kehendaki.

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan 
istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh 
tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, 
karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha 
Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).


Akhir-akhir ini terdapat fenomena islamophobia di negara-negara Eropa marak, 
mulai dari kartun pelecehan Nabi saw. di Denmark hingga larangan membangun 
menara masjid di Swiss.  Termasuk di antara ekspresi Islamophobia adalah 
adanya larangan jilbab seperti yang terjadi di Perancis dan pembunuhan 
seorang wanita muslimah Mesir di tengah persidangan pengadilan di Jerman 
lantaran membela kehormatan dirinya sebagai wanita berjilbab.

Dari Eropa dilaporkan bahwa Presiden Prancis Nicolas Sarkozy akan mengajukan 
Rancangan Undang-Undang mengenai larangan memakai burqa ke parlemen Mei 
mendatang. Juru bicara Luc Chatel, Rabu 21 April 2010, mengatakan,” Sarkozy 
akhirnya memutuskan terus maju untuk mengesahkan larangan pemakaian jilbab 
dan semacamnya di tempat umum.”

Ini merupakan langkah politis pertama yang diambil Sarkozy mengenai larangan 
tersebut meski berulang kali dia menegaskan bahwa pakaian seperti burka dan 
niqab mengekang perempuan dan tidak bisa diterima di Prancis, negara dengan 
pemerintahan sekuler. Sarkozy menekankan bahwa segala sesuatu harus 
dilakukan tanpa membuat seseorang merasa terstigma. Menurut Sarkozy, pakaian 
tertutup perempuan muslim tidak menimbulkan persoalan agama, tetapi 
mengancam martabat perempuan.

Prancis merupakan kediaman populasi muslim terbesar di Eropa barat. Hanya 
sedikit sekali perempuan Prancis muslim yang mengenakan kerudung yang 
menutupi seluruh wajah, tetapi isu pencekalan ini diperdebatkan karena 
terkait dengan identitas nasional, hak umat beragama di masyarakat sekuler 
Prancis, dan integrasi penduduk imigran Prancis.  ”Denmark adalah masyarakat 
demokratis dan terbuka di mana kita melihat muka orang yang berbicara dengan 
kita, entah itu di ruang kelas atau di tempat kerja,” lanjutnya. “Itulah 
kenapa kami tidak ingin melihat garmen itu dalam masyarakat Denmark,” 
ujarnya.

Rasmussen mengatakan,”Pemerint ahannya yang berhaluan tengah-kanan sedang 
mencari cara untuk membatasi pemakaian burka dan niqab tanpa melanggar 
konstitusi negara Skandinavia tersebut.” Pernyataan Rasmussen dikeluarkan 
satu hari setelah sebuah laporan dari University of Copenhagen mengenai 
jumlah pemakai burka di Denmark dipublikasikan. Jumlah perempuan pemakai 
burka disebutkan sangat jarang. Sedangkan perempuan muslim pemakai niqab ada 
sekitar 100 hingga 200 orang.

Sekitar 100.000 perempuan muslim tinggal di Denmark. Jumlah itu mewakili 
sekitar 1,9 persen populasi keseluruhan Denmark yang berjumlah 5,5 juta 
jiwa. Sekitar 0,15 persen perempuan muslim mengenakan niqab. Denmark pernah 
memiliki hubungan buruk dengan negara-negara muslim akibat diterbitkannya 
kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad pada 2005. Sejumlah negara di Eropa 
seakan berlomba. Secara simultan, mereka mengusung pelarangan cadar dan 
jilbab. Belgia, misalnya, telah mengusung larangan pemakaian cadar dan 
pakaian Islam lainnya yang sepenuhnya membalut tubuh perempuan Muslim.

Sebelumnya, Prancis juga mendorong larangan yang sama. Demikian pula, dengan 
Belanda. ”Sebagian besar partai mendukung larangan ini,” kata Leen Dierick, 
seorang anggota parlemen Belgia dari kubu konservatif. Ia mengatakan, usulan 
pelarangan cadar telah mendapatkan dukungan mayoritas anggota parlemen. 
Diharapkan, kata Dierick, pada Juli mendatang usulan rancangan itu akan 
menjadi undang-undang. Jika telah berlaku efektif, pelarangan bagi perempuan 
Muslim mengenakan pakaian yang sepenuhnya menutup tubuh dan wajahnya berlaku 
di tempat-tempat publik, termasuk di jalan.

Selama ini sejumlah pemerintah kota di Belgia memberlakukan larangan pada 
pakaian semacam itu. Namun pemerintah lokal belum sepenuhnya menerapkan 
kebijakan tersebut. ”Intinya adalah keamanan publik, bukan karena 
pertimbangan kebebasan agama,” kata Dierick. Namun, ada beragam alasan dalam 
upaya pelarangan itu. Munculnya simbol-simbol Islam, seperti jilbab termasuk 
cadar, dikhawatirkan menggerus identitas sebuah negara. Alasan ini berbaur 
dengan keluhan bahwa imigran, yang sebagian besar Muslim, telah mengurangi 
kesempatan kerja warga asli negara Eropa.

Anggota parlemen Belgia, Filip Dewinter mengatakan ,”kebanyakan politisi 
mendukung pelarangan cadar dan pakaian semacamnya karena khawatir kehilangan 
dukungan.” Bahkan kubunya merupakan pihak yang pertama kali mengajukan 
usulan itu. Persoalan dukungan politik juga menjadi alasan Freedom Party 
yang dipimpin oleh Geert Wilders melakukan sikap anti-Islam, termasuk 
mendorong pelarangan pemakaian jilbab. Partai tersebut berharap akan 
mendulang semakin banyak dukungan, terutama untuk mendapatkan kursi di 
parlemen.

Wilders dan para pendukungnya menyatakan, Muslim mengancam nilai-nilai Eropa 
dengan mengenakan jilbab dan cadar. Di sisi lain, Wakil Presiden Belgian 
Muslim Executive, Isabelle Praile, mengatakan, larangan cadar sebenarnya tak 
perlu. Sebab, hanya sedikit perempuan Muslim yang mengenakan cadar. Langkah 
ini justru hanya menunjukkan adanya rasa Islamofobia. ”Bagi Muslim di Eropa, 
sebenarnya persoalan ekonomi, biaya hidup, dan perumahan yang layak menjadi 
isu yang lebih penting daripada mengkhawatirkan larangan cadar,” kata 
Praile.

Umar Mirza, seorang editor sebuah situs Muslim Belanda,  We’re Staying Here 
, mengatakan, “Masih terjadinya perdebatan mengenai jilbab menunjukkan 
komunitas Muslim belum sepenuhnya diterima.” Padahal di Inggris, mereka 
membuat seragam khusus bagi perempuan berjilbab. Menurut dia, ini 
menunjukkan kemauan baik dari pemerintah dan meningkatkan partisipasi Muslim 
di dalam masyarakat. Solidaritas pun datang dari para perempuan Afghanistan. 
Seorang aktivis perempuan, Shinkai Karokhail, mengatakan, ada standar ganda 
yang dilakukan negara-negara Eropa dalam pelarangan jilbab dan cadar. Mereka 
mengaku negara demokratis, tetapi menetapkan batasan pada perempuan 
Muslim. ”Negara-negara demokratis mestinya tak melakukan kediktatoran, dan 
perempuan Muslim seharusnya juga tak dihalangi untuk berkesempatan 
mengenakan pakaian yang diyakininya. Semua sepatutnya didasarkan pada 
keputusan para perempuan itu sendiri,” kata Karokhail.

Gejala Islamophobia ini tidak hanya terjadi di negara-negara Eropa dimana 
umat Islam minoritas di sana, namun juga terjadi di Indonesia, negara 
berpenduduk muslim terbesar di dunia.  Gejala pelarang jilbab ini sudah 
marak pada tahun 1980an, dan kini mulai muncul kembali.  Terutama hal ini 
terjadi di berbagai perusahan swasta yang dimiliki oleh orang-orang non 
muslim.  Sebut saja kasus di Probolinggo, kasus Rumah Sakit Mitra Keluarga 
Bekasi serta Rumah Sakit Mitra Internasional (RSMI) Jatinegara Jakarta.

Dahulu RSMI melarang sama sekali pegawainya mengenakan kerudung dan jilbab. 
Namun berkat perjuangan dari para karyawati berjilbab, pihak manajemen RSMI 
akhirnya membuat seragam yang mengakomodasi jilbab, bahkan pihak RSMI 
meminta sertifikat syariah kepada MUI untuk jilbab yang mereka disain untuk 
pakaian seragam muslimah karyawati mereka.  Hanya saja dalam SOP pakaian 
seragam karyawati mulimah tersebut ditetapkan bahwa para karyawati muslimah 
berjilbab wajib memasukkan kerudung (dalam bahasa Arab kata kerudung disebut 
khimar, bentuk jamaknya khumur) mereka  ke dalam  baju mereka.  Inilah yang 
menjadi pangkal persoalan dari tindakan skorsing dan akan dilanjutkan dengan 
pemecatan oleh RSMI kepada tiga orang karyawati mereka yang menolak 
memasukkan kerudung mereka ke dalam baju mereka.

Masalah pemecatan ketiga karyawati RSMI yang telah dikenakan skorsing akibat 
menolak memasukkan kerudung ke dalam baju mereka telah menjadi sengketa 
ketenaga kerjaan dan DIsnaker Jakarta Timur menyatakan bahwa tindakan 
pemecatan ketiga karyawati tersebut dengan alas an tersebut dianggap 
melanggar UU Ketenagakerjaan karena masalah memasukkan kerudung dalam baju 
yang terdapat dalam SOP belum dimasukkan dalam Perjanjian Kerja Bersama 
(PKB) sehingga Disnaker menganjurkan agar tidak terjadi pemecatan  Dan 
ketika masalah ini telah mendapatkan liputan media massa serta telah 
mendapatkan reaksi keras masyarakat, khususnya para aktivis ormas-ormas 
Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI), pihak RSMI menyampaikan 
bahwa mereka akan memenuhi ajuran Disnaker Jakarta Timur, yakni akan 
mempekerjakan kembali ketiga karyawatinya dengan memenuhi PKB baru antara 
RSMI dengan serikat pekerja RSMI.

Tentu sikap yang kelihatan “melunak” dari RSMI perlu diwaspadai mengingat 
dalam PKB yang baru tentunya SOP yang mewajibkan karyawati muslimah 
berjilbab memasukkan kerudungnya ke dalam baju seragam mereka.  Artinya, 
ketiga karyawati yang kena masalah tersebut toh akhirnya akan dipecat dan 
pihak RSMI dinyatakan tidak melanggar UU Ketenagakerjaan.



Semoga aturan protokoler Istana yang salah harus diubah, tidak bisa mereka 
bertindak sewenang-wenang begitu saja melarang wartawan wanita AntaraTV, 
Zulek Zulaikha untuk membuka jilbabnya.
________________________________
Windows Live Hotmail: Your friends can get your Facebook updates, right from 
Hotmail®. 
 


      

Kirim email ke