Tolong tanyakan  sama BamSoet dia pakai BBM bersubsidi atau tidak.



________________________________
 From: Ananto <pratikno.ana...@gmail.com>
To: 
Sent: Thursday, December 13, 2012 8:02 AM
Subject: [keluarga-islam] BamSoet: Menjaga Momentum Perang Korupsi
 

  
selamat menyimak...
 
salam,
ananto


 
---------- Forwarded message ----------
From: <bambangsoesa...@yahoo.com>
Date: 2012/12/12
Subject: OPINI: Momentum Melawan Korupsi



  
Menjaga Momentum Perang Korupsi
(Harian Suara Merdeka, Semarang 11/12)
 
Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI/
Presidium Nasional Korps Alumni HMI (KAHMI)
 
PROGRES signifikan yang diperlihatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 
merupakan upaya habis-habisan guna menjaga momentum perang melawan korupsi. 
Satukan barisan untuk melanjutkan perang ini, sebab ada upaya sistematis untuk 
melumpuhkan KPK.
 
Menjaga konsistensi perang melawan korupsi di negara ini ibarat menegakan 
benang basah. Tegas-galak dalam wacana, tetapi melempem pada tahap tindakan. 
Padahal, penyakit korupsi sudah pada stadium yang sangat menakutkan. Bukan 
hanya oknum penegak hukum yang ikut-ikutan mempraktikan tindakan korup, tetapi 
juga sudah berani melakukan perselingkuhan dengan sindikat kejahatan, termasuk 
sindikat narkoba.
 
Dalam konteks perang melawan korupsi, telah muncul gejala yang mulai membuat 
masyarakat pesimis. Gejala itu adalah respons minimalis penegak hukum terhadap 
sejumlah kasus korupsi berskala mega. Sebutlah kasus Bank Century, kasus mafia 
pajak hingga kasus pencurian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sentuhan 
proses hukum pada tiga kejahatan besar itu tidak all out. Sambil lalu, dan 
terkesan bahwa penegak hukum negara tidak mengidentifikasinya sebagai kejahatan 
besar terhadap negara dan rakyat. Padahal, kerugian negara dan rakyat sangat 
besar. Bukan hanya menghambat pembangunan, tetapi juga menjadi faktor pendorong 
meluasnya kemiskinan. Kelangkaan BBM bersubsidi akibat pencurian misalnya, 
menyebabkan aktivitas perekonomian di sejumlah daerah terganggu.
 
Mengapa kejahatan-kejahatan besar itu tidak ditanggapi serius oleh pemerintah 
dan penegak hukum? Inilah pertanyaan yang sering bergema di ruang publik. 
Masyarakat yakin betul bahwa jika ada kemauan baik, pemerintah dan penegak 
hukum mampu memerangi kejahatan-kejahatan besar itu, menyeret siapa saja yang 
terlibat di dalamnya. Betapa terbelakangnya penegak hukum negara jika sampai 
tak mampu mengungkap otak atau dalang pencurian BBM bersubsidi.
 
Akan tetapi, masyarakat paham bahwa pemerintah dan penegak hukum tidak 
independen dalam menyikapi kejahatan besar seperti penggelapan pajak atau 
pencurian BBM bersubsidi. Sebab, pada kejahatan-kejahatan besar tersebut, 
tersimpan kepentingan-kepentingan komersiel oknum pemerintah maupun oknum 
penegak hukum. Praktik yang demikian ini sudah menjadi cerita atau obrolan para 
pebisnis di jalanan.
 
Tentang pencurian BBM misalnya, sudah bukan rahasia lagi bahwa ada pasar gelap 
BBM. Di pasar gelap itu, selalu ada penawaran yang dilakukan dengan sangat 
berhati-hati. Pihak penawar muncul dari berbagai kalangan. Penawaran atas BBM 
bersubsidi dilakukan ekstra hati-hati dengan jumlah pemain sangat terbatas. 
Kalau penawar dan pembeli bersepakat, yang diatur kemudian adalah pengamanan 
selama barang curian itu di perjalanan menuju lokasi yang ditentukan pembeli, 
baik untuk perjalanan di laut maupun darat. Akan dibangun komunikasi dengan 
oknum penegak hukum di pos-pos yang akan dilalui barang curian itu. Dengan 
imbalan uang, barang curian itu tidak akan disergap alias lolos dari 
pemeriksaan.
 
Kejahatan seperti ini sudah dilakukan dengan sangat terbuka, dan karenanya 
sudah menjadi pengetahuan publik. Begitu juga dengan perilaku menyimpang oknum 
pegawai pajak menerapkan modus diskon untuk menggelapkan penerimaan negara. 
Tetapi, yang menjadi pertanyaan masyarakat adalah mengapa penegak hukum negara 
tak juga bisa menghentikan atau memeranginya? Kecenderungan seperti inilah 
membuat masyarakat selama ini pesimis terhadap kesungguhan penegak hukum negara 
memerangi korupsi.
 
Kini, optimisme masyarakat muncul lagi setelah melihat progres yang dicatat KPK 
dalam menangani sejumlah kasus besar. Dalam rentang yang relatif pendek, KPK 
berani menetapkan status tersangka terhadap jenderal bintang dua dan seorang 
menteri yang masih aktif di kabinet. Bahkan, KPK juga sudah menetapkan dua 
mantan deputi gubernur Bank Indonesia sebagai tersangka dalam kasus Bank 
Century. Luar biasa. Masyarakat akan menerjemahkan progres KPK itu sebagai 
keberanian untuk menyergap figur-figur kuat yang disangka terlibat dalam sebuah 
kasus korupsi. Dalam konteks yang lebih luas, apa yang sudah dilakukan KPK 
sampai saat ini adalah menghidupkan kembali momentum perang melawan korupsi. 
Agar momentum ini tidak redup lagi, masyarakat perlu menyatukan barisan untuk 
mendukung dan mengawal KPK. Upaya melumpuhkan KPK harus dilawan.
 
Tidak berlebihan jika publik mengapresiasi progres yang sudah dibukukan KPK, 
mengingat langkah-langkah berani KPK itu justru ditunjukan ketika upaya-upaya 
pelemahan KPK sudah berani diperlihatkan secara terbuka. Belasan penyidik 
angkat kaki, dan kemudian dilanjutkan dengan upaya mendiskreditkan pimpinan 
KPK. Itulah gambaran nyata tentang betapa sulitnya memerangi korupsi di negara 
ini. Namun, di tengah kesulitan dan keterbatasannya, KPK sudah memberi pesan 
yang sangat jelas. Perang akan tak akan pernah dihentikan, dan siapa saja bisa 
menjadi sasaran tembak KPK manakal dia terindikasi terlibat kasus korupsi.
  
Kerugian Negara
  
Pada kasus penggelapan pajak dan pencurian BBM bersubsidi misalnya, nilai 
kerugian negara dan rakyat mencapai puluhan trilyun rupiah. Kalau 
diakumulasikan, kerugian negara per tahunnya bisa lebih dari Rp 100 trliyun. 
Perkiraan ini pun masih mengacu pada kasus-kasus yang sudah teridentifikasi. 
Untuk kasus penggelapan pajak yang bisa diidentifikasi Ditjen Pajak pada 2010 
misalnya, nilainya mencapai Rp 1,17 trilyun Padahal, dalam isu penggelapan 
pajak, banyak persoalan yang tidak teridentifikasi atau tidak sungguh-sungguh 
ditangani. Contohnya adalah kasus dugaan manipulasi restitusi pajak oleh Wilmar 
Group.    
 
Perkiraan angka kerugian negara paling fantastis  muncul dari pencurian BBM 
bersubsidi. Modusnya saja pencurian, tetapi tetap saja esensinya adalah 
tindakan koruptif. Sebab, pencurian itu diskenariokan dalam pengelolaan BBM 
bersubsidi. Praktik pencuriannya sendiri sudah berlangsung sangat lama. Kendati 
kerugian negara akibat pencurian itu terbilang sangat besar, respons penegak 
hukum maupun pemerintah terbilang biasa-biasa saja. Kerugian yang begitu masif 
seakan-akan bukan persoalan besar. Lucunya, pembengkakan nilai subsidi BBM 
bersubsidi selalu dikeluhkan pemerintah, sampai-sampai subsidi untuk rakyat itu 
dijadikan kambinghitam karena mengganggu keseimbangan anggaran pendapatan dan 
belanja negara (APBN). Padahal, pembengkakan terjadi akibat salah kelola dan 
skenario pencurian. Kalau dikelola dengan benar dan tepat sasaran,  BBM 
bersubsidi tidak akan pernah mengganggu APBN, karena jumlah warga yang berhak 
menerima subsidi sesungguhnya tidak banyak.
 
Hasil kajian yang telah dipublikasikan belakangan ini memunculkan angka 
pencurian BBM bersubsidi sampai 30 persen dari total kuota BBM yang 
dialokasikan dalam setiap tahun anggaran. Coba hitung, berapa besar BBM 
bersubsidi yang dikorupsi, kalau tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi 
BBM Rp 137,4 triliun untuk kuota 40 juta kiloliter? Bayangkan, hanya dari 
penyimpangan pengelolaan BBM bersubsidi saja, Jumlah kerugian negara mencapai 
puluhan trilyun rupiah per tahun. Dan, kerugian sebesar itu berlangsung setiap 
tahun dari pos anggaran yang sama.
 
Kebijakan mensubsidi BBM tidak salah. Tetapi pengelolaan BBM bersubsidi yang 
koruptif menyebabkan BBM bersubsidi selalu melampaui kuota dan tidak tepat 
sasaran. Dan, dengan dalih untuk memenuhi permintaan masyarakat, pemerintah 
tidak sungkan untuk menambah kuota BBM bersubsidi walaupun sebagian tambahan 
kuota itu akan dicuri lagi.
 
Ini kejahatan besar. Karena itu, KPK harus didorong untuk memberi perhatian 
khusus, serta mendalami manipulasi pengelolaan BBM bersubsidi. Penyimpangan 
dalam pengelolaan BBM bersubsidi sudah menjadi modus untuk melakukan korupsi. 
Dan, kalau pencurian BBM tidak bisa dicegah, itu karena aksi menyelewengkan 
BBM  bersubsidi sudah dijadikan sarana korupsi berjamaah. []
 
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!


-- 

http://harian-oftheday.blogspot.com/
 
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

 

Kirim email ke