Cinta Sahabat kepada Rasulullah


Salah satu hadits yang terkenal mengungkapkan betapa penting kecintaan kaum
muslimin pada Rasulullah SAW. Sabda beliau, “Tidak sempurna iman seorang di
antara kamu sebelum ia lebih mencintai aku daripada mencintai ibu-bapaknya,
anaknya, dan semua manusia” (HR Bukhari).


Memang, mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu bukti keimanan
seorang muslim. Sebaliknya, iman pulalah yang membuat para sahabat sangat
setia mendampingi beliau, baik dalam susah maupun senang, dalam damai
maupun perang. Kecintaan itu bukan hanya di lidah, melainkan terwujud
dengan perbuatan nyata.


Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah SAW, tergambar ketika Rasulullah SAW
bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan
hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah
SAW tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa
kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekiat
tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya
bergerak—khawatir Rasulullah SAW terbangun.


Salah seorang sahabat, Zaid bin Datsima, tak gentar menghadapi ancaman kaum
kafir karena begitu luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Ketika
itu, ia sempat disandera oleh kaum musyrik Makkah dan akan dibunuh. ”Hari
ini, tidakkah engkau berharap Muhammad akan bersama dengan kita sehingga
kami dapat memotong kepalanya, dan engkau dapat kembali kepada keluargamu?”
kata Abu Sufyan kepadanya.


“Demi Allah, aku tidak berharap sekarang ini Muhammad berada di sini, di
mana satu duri pun dapat menyakitinya – jika hal itu menjadi syarat agar
aku dapat kembali ke keluargaku,” jawab Zaid tegas. “Wah, aku belum pernah
melihat seorang pun yang begitu sayang kepada orang lain seperti para
sahabat Muhammad menyayangi Muhammad,” sahut Abu Sofyan.


Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah SAW banyak diungkapkan dalam
sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya, Rasulullah.
Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar
itu, Rasulullah SAW menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman,
sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”


”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu
melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka
Rasulullah SAW pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman
itu” (HR Bukhari).


Hari Kiamat


Penghormatan dan pemuliaan terhadap Rasulullah SAW memang merupakan
perintah Allah SWT. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami mengutus engkau
sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu
sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya,
membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al
Fath : 8-9).


Sebuah ayat menekankan pentingnya kecintaan terhadap Allah SWT dan
Rasulullah SAW, ”Katakanlah (wahai Muhammad), jika ayah-ayahmu,
anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta
kekayaanmu, perdagangan yang kamu kekhawatirkan kerugiannya, dan rumah yang
kamu senangi, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang
fasik” (QS At-Taubah: 24).


Kecintaan kaum muslimin kepada Rasulullah SAW juga merupakan faktor penting
bagi keselamatannya di hari kiamat kelak. Hal itu terungkap ketika suatu
hari seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW, ”Kapankah datangnya
hari kiamat?” Maka jawab Rasulullah SAW, ”Apa yang sudah engkau persiapkan
untuk menghadapinya?” Jawab sahabat itu, “Saya tidak mempersiapkannya
dengan banyak shalat, puasa, dan sedekah, tapi dengan mencintaimu dalam
hati.” Lalu, sabda Rasulullah SAW, ”Insya Allah, engkau akan bersama orang
yang engkau cintai itu.”


Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah
SAW telah bersabda mengenai seseorang yang dengan tulus mencintainya,
”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.”
Mendengar itu, para sahabat sangat berbahagia karena mereka sangat
mencintai beliau.


Suatu hari seorang sahabat hadir dalam suatu majelis bersama Rasulullah
SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku saya mencintaimu lebih dari
mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu
memikirkanmu. Aku selalu tak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu.
Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, karena engkau pasti akan
wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai derajat Anbiya,
sedangkan aku tidak?”


Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tak lama kemudian datanglah Malaikat
Jibril menyampaikan wahyu, ”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi,
shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan
itulah karunia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70).


Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW inilah pula yang menggerakkan
mereka menyebarkan berdakwah ke seluruh penjuru dunia.


Kecintaan luar biasa kepada Rasulullah SAW itu tergambar pada diri seorang
perempuan—beberapa saat usai Perang Uhud. Dia baru saja kehilangan ayah,
kakak laki-laki dan suaminya yang gugur sebagai syuhada. Ia bukannya
meratapi mereka, tapi menanyakan nasib rasulullah SAW, ”Apa yang terjadi
pada diri Rasulullah, semoga Allah memberkati dan melimpahkan kedamaian
kepadanya.”


”Nabi baik-baik saja sebagaimana engkau mengharapkannya,” jawab para
sahabat. Lalu kata perempuan itu lagi, “Tunjukanlah dia kepadaku hingga aku
dapat memandangnya.” Kemudian para sahabat menunjukan posisi Rasulullah
SAW. “Sungguh, kini semua deritaku tak ada artinya. Sebab, engkau selamat,”
kata perempuan itu kepada Rasulullah SAW.


”Mereka yang mencintaiku dengan sangat mendalam adalah orang-orang yang
menjemputku. Sebagian dari mereka bersedia mengorbankan keluarga dan
kekayaannya untuk berjumpa denganku,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana
diceritakan oleh Abu Hurairah (HR Muslim, Bukhari, Abu Dzar).


Betapa kecintaan sahabat Bilal kepada Rasulullah SAW, terungkap menjelang
ia meninggal. Bilal melarang isterinya bersedih hati, sebab, katanya,
“Justru ini adalah kesempatan yang menyenangkan, karena besok aku akan
berjumpa dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Wafatnya Rasulullah
SAW merupakan kesedihan luar biasa bagi para sahabat dan pencintanya.
Dikisahkan, ada seorang perempuan yang menangis di makam Rasulullah SAW
sampai ia meninggal.


Demikianlah gambaran betapa luar biasa kecintaan para sahabat kepada
Rasulullah SAW. Untuk mengungkapkan rasa cinta itu, sewajarnyalah jika kaum
muslimin meneladani akhlaq beliau, menerapkan sunnahnya, mengikuti
kata-kata dan seluruh perbuatannya, menaati perintah dan menjauhi
larangannya.


Itulah cinta sejati, sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran
ayat 31: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka
ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.
Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” []



(Aji Setiawan)



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke