Pesantren dan Lingkungan Hidup
Oleh: KH. MA. Sahal Mahfudh

Keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup -bahkan seluruh aspek
kehidupan manusia- merupakan kunci kesejahteraan. Stabilitas hidup
memerlukan keseimbangan dan kelestarian di segala bidang, baik yang
bersifat kebendaan mau pun yang berkaitan dengan jiwa, akal, emosi, nafsu
dan perasaan manusia. Islam sebagaimana dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan
Hadits juga menuntut keseimbangan dalam hal-hal tersebut, keseimbangan mana
sering disebut al-tawassuth atau al-i’tidal.




Kenyataan di mana-mana menunjukkan lingkungan hidup mulai tergeser dari
keseimbangannya. Ini merupakan akibat dari pelbagai kecenderungan untuk
cepat mencapai kepuasan lahiriah, tanpa mempertimbangkan disiplin sosial,
dan tanpa memperhitungkan antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi di masa mendatang yang akan menyulitkan generasi berikut.




Pembinaan lingkungan hidup dan pelestariannya menjadi amat penting artinya
untuk kepentingan kesejahteraan hidup di dunia mau pun akhirat, di mana
aspek-aspeknya tidak dapat terlepas dari air, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
benda-benda lain sebagai unsur pendukung. Keseimbangan dan keserasian

antara semua unsur tersebut sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sikap

rasional manusia yang berwawasan luas dengan penuh pengertian yang
berorientasi pada kemaslahatan makhluk.




Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai fungsi ganda,
sebagai lembaga pendilikan yang mampu mengembangkan pengetahuan dan
penalaran, keterampilan dan kepribadian kelompok usia muda dan merupakan
sumber referensi tata-nilai Islami bagi masyarakat sekitar, sekaligus
sebagai lembaga sosial di pedesaan yang memiliki peran sosial dan mampu
menggerakkan swadaya dan swakarsa masyarakat, mampu melakukan perbaikan
lingkungan hidup dari segi rohaniah mau pun jasmaniah.




Pesantren yang menyatu dengan masyarakat tahu benar denyut nadi masyarakat.
Sebagaimana masyarakat pun tahu siapa pesantren dengan kiai dan para
santrinya. Para santri di pesantren tidak hanya belajar ilmu-ilmu agama,
akan tetapi juga di dalam kehidupan nyata mereka belajar tentang hidup.
Karena bersatunya santri dan masyarakat itulah, pesantren kemudian tidak
kebingungan meneliti lingkungan hidup.




Bilamana mereka harus mengabdi kepada masyarakat, mereka merumuskan
sikapnya terhadap masyarakat sejak masih dalam status kesantriannya.
Kehidupan di pesantren itu sendiri merupakan deskripsi ideal bagi kehidupan
luas di masyarakat.




Atau dapat juga disebut, kehidupan pesantren adalah miniatur kehidupan
masyarakat. Sehingga fungsi sosial pesantren seperti di atas mempunyai arti
penting di dalam penyebaran gagasan baru atau perambatan modernisasi di
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan dakwah dan pelayanan masyarakat.




Tujuan umum pendidikan di pesantren, ialah membentuk atau mempersiapkan
manusia yang akram (lebih bertakwa kepada Allah SWT) dan shalih (yang mampu
mewarisi bumi ini dalam arti luas, mengelola, memanfaatkan, menyeimbangkan
dan melestarikan) dengan tujuan akhirnya mencapai sa'adatud darain.
Bertolak dari prinsip itu, pesantren memberikan arahan pendidikan
lingkungan hidup dengan pelbagai macam aspeknya.




Pada gilirannya para santri tahu dirinya sebagai makhluk sosial yang di
dalam hidup nyata tidak bisa lepas dari keterkaitan dengan orang lain dan
alam. Sebagaimana orang lain dan alam pun, tidak bisa lepas dari
keterkaitan mereka dalam pelbagai konteks sosial, di mana mereka berarti
mempunyai tanggung jawab atas apapun yang mereka lakukan, terhadap dirinya
sendiri dan orang lain mau pun terhadap Allah SWT.




Dalam hal tersebut pesantren menekankan pentingnya arti tanggung jawab.
Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, berarti keharusan meningkatkan
kemampuan pribadi untuk memusatkan dirinya pada pewarisan bumi (alam) dalam
rangka ibadah yang sempurna. Sedangkan tanggung jawab terhadap orang lain,
merupakan sikap dan perilaku yang rasional di dalam berkomunikasi dengan
orang lain dan alam di mana kehidupan manusia secara lahiriah selalu
tergantung padanya.




Kemudian tanggung jawab terhadap Allah SWT adalah dalam bentuk disiplin
norma dan ajaran di dalam pengelolaan alam. Disiplin sosial sesuai dengan
norma mu'asyarah dan mu’amalah antar sesama makhuk. Ini dalam rangka
meningkatkan “keakroman" yang dapat menumbuhkan lingkungan hidup yang
seimbang dan lestari.




***


Upaya pembinaan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan dua pokok
pendekatan. Pertama, pendekatan proyek dan kedua, pendekatan motivasi. Atau
keduanya sekaligus dilakukan secara terpadu.




Pendekatan kedua (motivasi) walaupun akan memerlukan waktu yang relatif
panjang, akan berdampak lebih positif karena pihak sasaran secara berangsur
akan mau mengubah sikap dan perilaku secara persuasif. Perilaku dan sikap
acuh tak acuh terhadap masalah lingkungan hidup akan berubah menjadi suatu
sikap dinamis yang terus berkembang yang akan berkulminasi pada stabilitas
pembinaan lingkungan hidup.




Pendekatan motivasi seperti itu dapat dilakukan dalam pola pendidikan di
pesantren. Kesadaran akan keseimbangan lingkungan hidup yang muncul dari
pengertian dasar tentang masalah-masalahnya serta implikasinya terhadap
kesejahteraan ukhrawi dan duniawi dapat ditanamkan dan dikembangkan melalui
jalur pendidikan di pesantren.




Keterlibatan pesantren memberi pengertian mengenai dampak lingkungan hidup
secara duniawi dan ukhrawi, merupakan peranan dan peran serta nyata dalam
pembinaan lingkungan hidup. Bila peranan itu mampu dilembagakan, akan
banyak berpengaruh positif di kalangan masyarakat sekelilingnya. Mengingat
posisi pesantren sebagai lembaga dakwah, berfungsi pula sebagai titik
sentral legitimasi keilmuan agama Islam bagi masyarakatnya, melalui
kegiatan pendidikan formal pesantren (yaitu madrasah) dan pengajian weton
maupun pengajian rutin yang melibatkan masyarakat di sekelilingnya.




Pendidikan itu dilakukan secara integratif ke dalam komponen-komponen
akidah, syari'ah dan akhlak. Namun diberikan atau dikenalkan dalam satu
paket ikhtiar peningkatan sarana keberhasilan sa'adatud darain.




Faktor integratif yang mengatur pola hubungan antar sesama di tengah-tengah
masyarakat di dalam menyumbangkan nilai-nilai kehidupan, juga merupakan
peranan lain yang mampu dilakukan oleh pesantren untuk mengembangkan
dirinya dan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya
pembinaan lingkungan hidup.




Pesantren dengan fungsi dan peranannya seperti tadi, sarat dengan pelbagai
kegiatan edukatif mau pun pelayanan masyarakat. Sehingga untuk
diperansertakan dalam pembinaan lingkungan hidup, perlu adanya pola
pendekatan yang tidak mengganggu tugas-tugasnya. Lebih-lebih tidak akan
mengganggu identitas pesantren. Langkah awal yang perlu ditempuh, adalah
pengenalan masalah-masalah lingkungan hidup dan implikasinya terhadap
segala aspek kehidupan. Kemudian penumbuhan kesamaan wawasan keagamaan yang
berkait dengan lingkungan hidup yang mampu memotivasi pesantren dalam
mencari sendiri alternatif-alternatif pemecahannya sesuai dengan potensi
yang dimiliki.




Kesiapan pesantren untuk melakukan pembinaan lingkungan hidup sangat
mempengaruhi efektivitas kerja secara dinamis. Namun kesiapan itu akan
banyak tergantung pada wawasan dan potensinya. Sementara itu masih ada
pesantren yang berwawasan eksklusif di dalam mencerna ajaran Islam. Oleh
karenanya pengenalan dan penumbuhan dimaksud, memerlukan pola pendekatan
yang berorientasi pada kenyataan di masing-masing pesantren yang
berbeda-beda, dalam hal wawasan, potensi antisipasi ke depan maupun tenaga
ahli dan tenaga dukungnya.




Kemungkinan-kemungkinan proyeksi pesantren pada pembinaan lingkungan hidup
itu perlu perumusan matang. Apakah pesantren bertindak sebagai penunjang
atau pelengkap, ataukah sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator?
Semuanya akan menuntut adanya program tertentu yang tentu akan berbeda satu
dengan yang lain karena perbedaan status tersebut. []




*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta:
LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan pada Lokakarya LKK-NU Pusat, 9
Januari 1992 di Jakarta. Tulisan ini pernah dimuat majalah Aula edisi No.3
Tahun X, Maret 1988.






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke