Memikirkan Kembali Pesantren





[image: Memikirkan Kembali Pesantren]


Judul                : Rethinking Pesantren


Penulis             : Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA


Penerbit            : PT Elex Media Komputindo


Cetakan            : 2014


Tebal                : XVI + 142 halaman


ISBN                 : 978.602.02.3761.9


Peresensi          : Mukhamad Zulfa, *penikmat buku keagamaan dan
kebudayaan tinggal di Semarang*






Nasaruddin Umar selaku penulis buku ini gerah dengan pertanyaan orang Barat
yang menstigmatisasi pondok pesantren. Nasar yang seringkali berkunjung ke
Amerika mendapatkan sederet pertanyaan dari warga di sana, tentang
bagaimana sebenarnya pesantren itu. Bagaimana model pendidikannya, materi
apa saja yang diajarkan. Bermula dari sinilah Nasar menuliskan buku kecil
tentang pesantren ini.




Walaupun Nasar memiliki kesadaran bahwa kemampuan dan keluangan waktu yang
terbatas untuk menorehkan pemikirannya tentang pesantren. Buku ini bisa
menjadi jawaban singkat untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat awam
yang belum memiliki pengetahuan mengenai seluk-beluk pesantren.




Buku ini bercerita tentang sejarah awal pesantren bermula. Banyak ahli
menyatakan tentang berbagai definisi tentang pesantren. Setidaknya Nasar
menarik benang merah dari sekian pendapat yang telah dipaparkan bahwa
pesantren tak akan lepas dari kata dasarnya yaitu santri. Santri menurut
Nasar tidak hanya terbatas pada orang yang sedang atau pernah mengenyam
pendidikan agama di pesantren ataupun dibawah asuhan kiai-ulama. Tetapi,
kepada mereka yang belajar dan memahami ilmu-ilmu keagamaan baik secara
otodidak maupun secara institusi formal yang kemudian diwujudkan dalam
aktivitas kesehariannya. (halaman 6)




Selain itu, keberadaan pesantren menjadi tulang punggung bangsa Indonesia
sejak dahulu kala. Namun, secara mudahnya kita bisa melacak keberadaan
pesantren mulai abad 15 ketika Walisongo mulai menyebarkan agama Islam di
bumi Nusantara. Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang tertua seiring
berkembangnya kerajaan dan kesultanan Islam di Nusantara. Ditambah bahwa
pesantren tidak hadir ruang kosong. Melainkan mengisi ruang kosong
pendidikan keagamaan masyarakat. Berawal dari pengajaran Al-Qur’an
bertambah kitab kuning hingga kita bisa melihat perkembangan pesantren yang
sedemikian pesatnya. Dengan berbagai ikhtiar yang dikerjakan. Pesantren
salaf (tradisional) dengan di bawah naungan yayasannya memiliki perguruan
tinggi, lembaga keuangan, lembaga perekonomian dan lain sebagainya.




Nasar yang juga pernah menjabat sebagai wakil menteri agama memiliki
optimisme tinggi terhadap perkembangan pesantren ke depan. Dalam Musabaqah
Qira'atul Kutub (MQK)  yang diselenggarakan Kementerian Agama secara
berkala dan tahun ini berlangsung di Jambi (3/9) menyatakan Indonesia akan
menjadi pusat peradaban Islam. Pondok pesantren di Indonesia terus bergerak
maju dalam membangun ilmu-ilmu keislaman. Tidak heran, jika suatu saat
nanti Indonesia akan menjadi pusat peradaban Islam. "Suatu saat nanti,
Indonesia akan menjadi pusat peradaban Islam," demikian penegasan Wakil
Menteri Agama Nasaruddin Umar  saat mengisi Talkshow di TVRI Jambi, Selasa
(02/09). (kemenag.go.id)




*Kontribusi pesantren*




Pesantren tumbuh menjadi pohon tinggi menjulang ke angkasa. Dahan dan
daunnya meneduhkan masyarakat sekitarnya sebagai tempat menimba ilmu,
tempat menempa diri dan membentuk karakter seseorang agar memiliki akhlaq
yang mulia. Dan akarnya kuat menghujam ke tanah dengan memegang tradisi
masyarakat yang ada di sekitar tanpa harus menghilangkannya. Dari sinilah
sebenarnya kita bisa melihat *mutakhorijin *(baca: alumni pesantren) telah
mewarnai perjalanan bangsa ini. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi
presiden RI keempat merupakan salah satu contohnya. Gus Dur kita kenal
dengan tokoh pluralis, inklusif, moderat dan terbuka.


Nasar juga menyisipkan secuil biografi tokoh pesantren Teuku Fakinah dan
Kiai Syam'un (halaman 87). Keduanya merupakan potret kiai dalam ranah
perjuangan. Disinilah peran kita sebagai bangsa mulai menggali, menyemai
dan mengingatkan sejarah kepada penerus bangsa untuk terus. Ikatan itulah
yang sejatinya mempererat kita sebagai bangsa utuh hingga sekarang.




Selain itu perjalanan awal sebelum kemerdekaan dari kalangan pesantren
dalam hal ini kelahiran Nahdlatul Ulama, berawal dari Komite Hijaz dibentuk
untuk menyuarakan ketidak- setujuannya terhadap pemerintah Hijaz pada waktu
itu yang hendak menghancurkan seluruh makam di Mekah termasuk makam
Rasulullah SAW. (halaman 23) Selain itu karya-karya kiai pesantren juga
digunakan sebagai kurikulum pesantren di Indonesia bahkan di Yaman. Salah
satunya adalah kitab *Thariqatal-Hushul ila Ghayahal-Ushul* karya KH Sahal
Mahfudz. (Kiai Sahal Sebuah Biografi: 2012)




Kita juga bisa menilik laskar Hizbullah yang menjadi "bumper" perjuangan
kemerdekaan banyak yang tidak masuk dalam berbagai divisi kemiliteran di
berbagai daerah di Indonesia. Ada sebagian pula yang melebur dalam TNI.
Akhirnya, para kiai dan santri ini kembali ke pesantren dan mendidik
masyarakat. Diantara pesantren yang menjadi pusat benteng pejuang dalam
perang kemerdekaan. Yaitu, pesantren Lirboyo, Al-Hikmah Kediri, Sidogiri
Pasuruan, Al-Muayyad Surakarta, Al-Hikmah Brebes, Gambiran dan Pulosari
Lumajang (Zainul Milal Bizawie: 2014). Bahkan pahlawan bangsa kita juga
banyak dari kalangan pesantren seperti Imam Bonjol, Pengeran Diponegoro,
Sultan Hasanuddin, Teuku Umar dan lainnya.




Karel A Steenbrink (1986) salah satu peneliti dari Belanda menyatakan bahwa
perkembangan pesantren memantik lembaga pendidikan yang lain untuk lahir.
Yaitu madrasah. Banyak juga pesantren yang memiliki madrasah sebagai
penguatan pesantrennya. Terakhir, ditilik dari sisi modernitas dan
globalisasi beberapa pesantren mengikuti arus yang menjadi sebuah
keniscayaan dengan segala konsekuensinya. Namun, masih ada pesantren yang
berteguh diri menggunakan sistem klasikal tradisional misalnya penggunaan
penanggalan hijriyyah dan bulan Syawwal menjadi awal tahun ajaran baru.
Dari sinilah yang menjadi ciri khas lembaga pendidikan keagamaan yang
secara tidak langsung meneruskan perkembangan intelektual Islam. []






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."
  • [keluarga-islam] (Buku o... Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]
    • [keluarga-islam] (B... Ananto pratikno.ana...@gmail.com [keluarga-islam]

Kirim email ke