Dakwah yang Bijak

Oleh: M. Quraish Shihab


Dakwah adalah ajakan kepada kebaikan dengan cara yang terbaik. Ia adalah
upaya memberi hidayah yakni petunjuk. Hidayah seakar dengan kata hadiah,
yakni sesuatu yang seyogianya baik/bermanfaat, yang dikemas dengan indah
dan diserahkan dengan lemah lembut. Sejak dini, Nabi Muhammad saw.
diingatkan al-Qur’an bahwa: Sekiranya engkau berucap kasar lagi berhati
keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS. Âli ‘Imrân
[3]: 159).






Berucap kasar menggambarkan sisi luar manusia dan berhati keras menunjuk
sisi dalamnya. Keduanya, “berucap kasar” dan “berhati keras”, perlu
disingkirkan secara bersamaan karena boleh jadi ada yang berucap kasar tapi
hatinya lembut, atau ucapannya manis tapi hatinya busuk. Yang berdakwah
hendaknya menggabung perilaku yang sopan, kata-kata yang indah, sekaligus
hati yang luhur, penuh kasih walau terhadap sasaran yang durhaka dan kejam.






Informasi yang diberikan bukan saja harus benar, tapi juga bermanfaat bagi
sasaran. Itulah cermin  kasih dalam berdakwah. Sedang kata-kata yang indah,
halus, dan lemah-lembut merupakan kunci kesediaan sasaran mendengar ajakan.






Sekali lagi, ucapan harus bermanfaat bagi yang mendengarnya, karena kalau
tidak, pengucap dan pendengarnya merugi. Yang ini dalam mengucapkan, sedang
yang itu dalam mendengarnya. Paling sedikit  kerugian waktu dan energi,
bahkan boleh jadi kerugian berupa dampak yang dihasilkan apa yang didengar
itu, karena boleh jadi ucapan itu mengubah pikiran pendengarnya yang telah
benar, atau memberi ide keliru kepadanya.






Terdapat sekian banyak tuntunan kitab suci menyangkut kriteria kata-kata
yang dinformasikan, antara lain balighâ (QS. an-Nisâ’ [4]: 63). Dari sini
seorang dai dinamai juga mubaligh. Kata itu mengandung arti sampainya
sesuatu ke sesuatu yang lain dengan cukup. Seorang yang pandai menyusun
kata sehingga mampu menyampaikan pesannya dengan baik lagi cukup dinamai
mubaligh. Ciri ini baru terwujud bila seluruh pesan yang hendak
disampaikannnya tertampung dalam rangkaian kata-katanya. Tidak bertele-tele
yang membosankan, tidak pula singkat yang mengaburkan. Tidak menggunakan
kata yang asing di telinga pendengarnya, tidak juga berat di lidah
pengucapnya.






Kata lain yang digunakan al-Qur’an untuk menyifatkan informasi yang baik
adalah sadîdâ (QS. al-Ahzâb [33]: 70). Kata ini mengandung
makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya. Ini berarti kritik yang
disampaikan hendaknya disertai dengan usul perbaikan, yakni kritik haruslah
yang membangun. Kata sadîdâ juga berarti tepat. Seseorang bukan saja
dituntut untuk menyampaikan yang benar dan baik susunan kalimatnya, tetapi
juga harus tepat waktu dan sasarannya.






Apabila Anda berkata kepada teman Anda pada hari Jumat saat imam
berkhutbah: “Diamlah (dengarkan khutbah),” maka Anda telah melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Ini  bukan karena kandungan
larangan itu salah, tetapi sasaran dan waktunya tidak tepat.






Jika demikian, tidak semua harus disampaikan. Pilihlah yang bermanfaat dan
perhatikan pula sasaran karena ada yang  pandai, yang bodoh, atau anak
kecil dan dewasa. Atas dasar tuntunan ini, maka terlebih dahulu sebelum
menyampaikan pesan, hendaklah Anda memaparkan masalah yang akan Anda
informasikan kepada tuntunan agama. Kalau kandungannya sudah benar, maka
perhatikanlah dampaknya berkaitan dengan waktu dan masayarakat. Kalau ia
tidak menimbulkan dampak negatif, maka paparkan lagi masalah itu, kepada
pertimbangan nalar. Kalau nalar memperkenankannya, maka Anda boleh
menyampaikannya, kepada umum, atau orang-orang tertentu saja, bila
penyampaian kepada umum dapat menimbulkan dampak negatif atau
kesalahpahaman.




Selanjutnya ketika Nabi Musa as. dan Harun as. menghadapi penguasa kejam
Fir’aun, mereka berdua dipesan Allah: agar menyampaikan kandungan pesan
dengan qaulâ layyina (QS. Thaha [20]: 44), yakni lemah-lembut. Ini bukan
berarti tidak menyampaikan kebenaran atau menyembunyikannya, tetapi
kebenaran yang disampaikan, bahkan kritik yang dilontarkan, hendaknya tidak
menyinggung perasaan, apalagi menimbulkan amarah. Demikian sekelumit
tuntunan al-Qur’an menyangkut dakwah yang baik. Wa Allâh A’lam. []






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke