Membangun Pendidikan Tinggi Islam Nusantara

Oleh: Maswan




Muktamar ke-33 NU di Jombang, yang dilaksanakan tanggal 1-5 Agustus 2015
lalu, dengan tema, ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia
dan Dunia’, tentu mempunyai nilai filosofis. Islam Nusantara menjadi tema
sentral, karena konsep pemunculan Islam Nusantara sebagai upaya membentengi
gejolak modernisasi kemajuan peradaban yang kian tidak jelas arahnya.
Nahdlatul Ulama (NU), di tengah-tengah komunitas bangsa di Nusantara yang
mayoritas Islam, diharapkan dapat menjadi rahmatal lil ‘alamin.




Diskusi tentang Islam Nusantara menjadi tema Muktamar NU, tentu ada alasan
yang sangat mendasar. Alasan tersebut,  seperti yang ditulis oleh Abdullah
Alawi di Media NU Online, Senin, 09/03/2015, sebagaimana yang dikutip dari
pernyataan tokoh-tokoh penting NU, Imam Azis, bahwa menjelang seratus tahun
NU, tema tersebut dipilih untuk menunjukkan posisi strategis NU di
Indonesia dan dunia sebagai pengusung Islam rahmatan lil ‘alamin.




Pernyataan Imam Azis tersebut diperkuat oleh KH Said Aqil Siroj, bahwa
Islam bukan hanya aqidah dan syariah semata, tapi ilmu pengetahuan dan
peradaban. “NU sejak didirikan, sekarang, dan seterusnya akan mendukung
peradaban.




Selanjutnya, menurut KH Masdar F Mas’udi mengatakan, bahwa tema tersebut
sangat relevan untuk saat ini. Dunia Islam saat ini sedang “dibakar”
kebencian dan permusuhan. “Tentu saja hal itu merobek jati diri Islam yang
mempromosikan “salam”, kedamaian.




Kiai Masdar menambahkan, meskipun posisi Indonesia jauh dari tempat
turunnya wahyu (Al-Qur’an, red), namun pada aspek pemahaman, pengamalan,
dan tradisi, Indonesia sangat menjanjikan untuk dijadikan pegangan dunia
Islam. Indonesia, mempunyai bukti bagaimana peran umat Islam menjaga
perdamaian dalam sejarah kebangsaan. “Tema tersebut, bukan hanya relevan,
tapi dibutuhkan.




Saat ini, dunia Islam sedang mengalami ironi. Di satu sisi dengan menyebut
agama kedamaian, tapi di sisi lain sebagian umatnya menunjukkan kekerasaan.
Justru itulah tantangannya. Semakin berat tantangan itu, maka akan semakin
besar martabat kita jika mampu mengatasinya. “Kalau berhasil, ini akan
menjadi amal jariyah untuk dunia Islam.”






Wadah Pendidikan Islam Nusantara




Untuk mengusung, membahas dan mengaplikasikan hasil Muktamar NU tentang
Islam Nusantara, maka tentu membutuhkan keterlibatan pemikir-pemikir dari
kalangan para kiai, sesepuh NU, kader-kader cendekiawan NU, praktisi
pendidikan NU dan seluruh neven dan badan otonom NU. Agar konsep ideal
tentang bangunan Islam Nusantara yang nanti akan digagas, benar-benar
menjadi rahmatal lil ‘alamin, harus terealisasi dan mampu diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari..




Islam yang berwawasan nusantara, akan menjadi amaliah berbasis peradaban
kebangsaan Indonesia, yang pemunculannya sudah diawali oleh nenek moyang
yaitu para Walisongo yang mengajarkan Islam yang berperadaban sesuai pada
zamannya. Pola yang dipakai dalam penyebaran ilmu syariat Islam dilakukan
melalui pondok-pondok pesantren. Dan ternyata sangat efektif dan dapat
diterima oleh masyarakat Islam zaman itu.




Pondok pesantren, menjadi pilar pengembangan Islam di Indonesia yang sampai
hari ini menjadi rahmat bagi masyarakat di Nusantara. Kini, NU lewat
muktamarnya ingin meneguhkan agar Islam yang berbasis Ahlussunnah wal
jamaah, yang dibingkai dengan nama Islam Nusantara, dapat dipahami dan
diamalkan oleh seluruh komponen bangsa di Indonesia, maka sangat dibutuhkan
wadah pengembangan, pendidikan dan pembinaannya.




Agar rumusan Islam Nusantara hasil muktamar ini, sampai pada kader-kader NU
khususnya, dan seluruh masyarakat Islam di Indonesia, maka Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU, Lajnah Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU),
Persatuan Guru NU (Pergunu), dan Ikatan Sarjana NU (ISNU), untuk memikirkan
sebuah rumusan pendidikan Islam Nusantara tersebut. Hal ini sangat penting,
wadah pengembangan ajaran pendidikan Islam bernuansa peradaban bangsa,
tidak lain adalah lewat pendidikan.




Pondok-pondok pesantren sebagai basis pendidikan Islam sudah jelas
karakternya, tinggal bagaimana lembaga pendidikan formal NU mampu
merekonstruksi pendidikan yang berkualitas bebasis Islam Nusantara yang
berperadaban sesuai dengan zaman global ini.




Salah satu wadah pengembangan pendidikan NU, agar mampu menjadi pilar
peradaban Islam Nusantara dan sekaligus pencetak kader-kader Islam
Nusantara yang berperadaban global, adalah merekonstruksi dan sekaligus
merevitalisasi Lembaga Pendidikan Tinggi NU. LPTNU pusat dan cabang
mendapat tantangan dan harus berpikir serius untuk membangun dan mengelola
perguruan tinggi di masing-masing kabupaten, dengan pengelolaan yang
profesional. Ini harus ada mobilisasi pengelolaan pendidikan tinggi, jika
NU berkeinginan menciptakan kader Islam yang berperadaban Nusantara. NU
punya power dan kekuatan, kalau mau berkata dan berbahasa sama membangun
perguruan tinggi, berlabel Perguruan Tinggi Islam Nusantara.




Semoga NU Secara kelembagaan mampu merekonstruksi dan merivitalisasi
pendidikan tinggi NU dengan berbagai konsepnya, dan Pasca muktamar akan ada
kebijakan semua daerah Kabupaten di Indonesia, ada berdiri perguruan tinggi
milik NU dengan satu nama Perguruan Tinggi Islam Nusantara. Wallahu ‘alam
bishowab. []




Penulis adalah pengurus Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU)
Cabang Jepara, dan Dosen UNISNU Jepara.(maswan.d...@gmail.com)






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke