Islam Nusantara Gabungan Etika dan Pergumulan Budaya

Ahad, 18/10/2015 21:00






[image: Islam Nusantara Gabungan Etika dan Pergumulan Budaya]






Jepara, *NU Online*
Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Mlonggo Jepara bekerja sama
dengan SMK Az Zahra Mlonggo Jepara menyelenggarakan Seminar “Islam
Nusantara di Tengah Ancaman Radikalisme” di aula SMK, Kompleks Pesantren Az
Zahra, Jalan Raya Jepara-Bangsri Km. 12 Sekuro Mlonggo Jepara, Sabtu
(17/10) pagi.


Dalam kegiatan yang dihadiri puluhan pelajar itu salah satu narasumber KH
Nuruddin Amin, Pengasuh Pesantren Hasyim Asyari Bangsri Jepara menegaskan,
Islam Nusantara yang menjadi tema besar dalam Muktamar ke-33 NU ialah
penggabungan Islam sebagai etika dan Islam dalam pergumulan budaya.


Islam, menurut pria yang akrab disapa Gus Nung ini, merupakan ajaran yang
bersifat kaffah, total dan menyeluruh. Semua ketentuan beragama baik itu
fiqih, tasawuf dan sebagainya diyakini warga NU ialah implementasi dari
ajaran Aswaja.


Sedangkan Islam sebagai pergumulan budaya, lanjutnya, sudah termaktub dalam
fiqih. Sebab fiqih selalu sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hal ini
sejalan dengan alhukmu yadûru ma‘a illatihi. Sehingga tradisi yang
berkembangkan di tengah masyarakat, tegasnya, sudah dilegitimasi dalam
fiqih.


Misalnya, orang Indonesia yang menunaikan ibadah haji meski berangkat ke
tanah suci tetapi tidak harus menjadi “Arab”. “Haji ialah nilai etik
bagaimana kita berserah diri total kepada Allah. Mentauhidi Allah secara
total,” terangnya.


Sekembalinya ke tanah air, misalnya, tidak mesti jamaah memakai jubah dan
peci putih, tetapi bisa menggantinya dengan mengenakan blangkon. Pada ranah
itu, kata Gus Nun, kita harus bisa membedakan antara Islam dan kultur arab.
Sunan Kudus yang melarang masyarakat menyembelih sapi ialah strateginya
untuk menghargai kebudayaan. Sehingga, sebagai pengikut Islam di Indonesia
tidak larut dengan kultur Arab.


“Arab memiliki kultur, kita (Indonesia) juga mempunyai budaya sendiri.
Misalnya, blangkon peci hitam dan sejenisnya merupakan ciri khas dari
kita,” imbuhnya.


Pembicara lain, Hamzah Sahal menerangkan, Islam Nusantara bukanlah hal yang
baru. Islam Nusantara, menurutnya, bisa dilakukan dengan menikmati
karya-karya ulama Nusantara.


Hamzah menyimpulkan, salah satu gudangnya Islam Nusantara tidak lain adalah
Jepara. Sosok Kiai Saleh Darat dalam khazanah Islam Nusantara pernah
menerjemah Al-Qur’an dalam bahasa Jawa atas saran dari RA Kartini meski
penerjemahannya tidak sampai rampung.


Selain karya ulama yang mumpuni, Jepara juga memiliki institusi yang kuat.
Sebagai proses penelusurannya menulis pesantren tua di Jawa, aktivis muda
NU itu menyebut Pesantren Balekambang Jepara berada di urutan pesantren
tertua ke-23 yang usianya lebih tua jika dibandingkan dengan pesantren
Tebuireng, Krapyak dan Mranggen.


Sehingga sebagai warga Jepara tidak hanya mempopulerkan ukirannya, RA
Kartini sebagai pejuang perempuan tetapi juga mempopulerkan Kartini sebagai
muslimah yang dengan gagasan brilian.


“Alhasil tugas pesantren maupun warga NU ialah nguri-nguri warisan ulama
terdahulu agar niat-niat jahat kelompok yang ingin menggembosi tradisi kita
menyingkir semua. Radikalisme juga surut dengan sendirinya,” kata dia.


Kaum santri, kaum sarungan harus selalu memberikan sumbangsh lebih terhadap
sejarah panjang berbangsa, bernegara dan ber-Nahdlatul Ulama (NU).
Kegiatan juga dihadiri Dwi Suryoatmojo, Peneliti Madya Kementerian
Pertahanan yang dalam paparannya menitikberatkan pemuda harus selalu
membangkitkan semangatnya untuk mencegah radikalisme.


Selain Seminar kegiatan yang berlangsung 2 hari ini juga diisi dengan

Latihan Kader Muda (Lakmud) dan Pentas Padang Bulan.* (Syaiful
Mustaqim/Mahbib)*






Sumber:


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,62886-lang,id-c,nasional-t,Islam+Nusantara+Gabungan+Etika+dan+Pergumulan+Budaya-.phpx






--
http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke