Bisakah Lahir Mahbub Djunaidi Baru?
Oleh: Isfandiari Mahbub Djunaidi Sesuai adab, tuan rumah mengundang keluarga terdekat di Haul Akbar Ke-20 Mahbub Djunaidi, Kamis (1/10) lalu. Hadir anaknya, Mirasari Djunaidi-Isfandiari, adik kandung Fadlan Djunaidi, sahabat kentalnya kakak beradik Mustafa dan Andi Sahrandi. Mereka jadi tamu kehormatan, bersila, gelar tikar di parkiran belakang kampus STAINU Jakarta, tidak jauh dari tempat bermain Gus Dur ketika kecil dulu, Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat. Romantisme masa lalu jadi topik favorit saat keluarga bicara. Ihwal sepak terjang si Bung, panggilan akrab Mahbub Djunaidi, suka-duka meringkuk di bui, kekagumannya pada Soekarno dan Pramoedya atau kejengkelannya saat hidup di zaman Orde Baru. Fadlan Djunaidi punya sedikit ruang untuk menggambarkan pribadi si Bung, anak Kebon Kacang Jakarta ini. Walau singkat, sangat personal, sampai kisah asmara dengan kekasihnya dulu, Hasni Asmawi yang kemudian hari jadi istrinya. Hadirin terhibur dan larut dalam secuil kehidupan Mahbub. Sesi romantisme keluarga memang jadi sekuel penyegar round down acara. Khalayak merasa dekat dengan Mahbub Djunaidi yang sudah berpulang sejak tahun 1995 silam. Tapi tentunya ini bukanlah yang penting buat tuan rumah. Mahasiswa STAINU Jakarta, khususnya para aktivis PMII sudah beda jaman dengan Mahbub saat di PMII dulu. Ia adalah masa lalu dan tuan rumah jadi pemilik masa kini dan depan. Walau ia sumber inspirasi, mereka (idealnya) tidak mengharapkan lahirnya Mahbub baru. Yang mereka harapkan, lahirnya ia yang baru, sosok egosentris yang mampu jadi 'selebriti' dalam potensinya masing-masing. Mahbub, ya...Mahbub. Ia yang berkaos oblong dengan mesin tik butut sambil kepulkan asap rokok ke udara. Pribadi berdandan berantakan plus pikiran liar mengembara menembus batas. Punya selaksa kegundahan yang tertuang dalam tulisannya yang 'cepat', ringkas, humor tanpa perlu kembangan bahasa berlebihan. "Tahu bedanya orang bloon sama orang pinter? Orang pinter bisa menyampaikan masalah penting dengan ringan, sedang orang bloon sebaliknya. Bahasan nggak penting dengan cara njelimet. Tapi... MAW Brouwer pengecualian loh, ia bicara masalah penting dengan cara yang maha penting (baca: njelimet) juga, ha..ha..," katanya suatu hari. Karena hadir juga di acara haul itu, saya punya kerinduan. Bukan kerinduan kepada Mahbub Djunaidi yang kebetulan ayah saya. Kerinduan saya lebih pada hadirnya generasi PMII atau pemuda NU secara umum yang punya 'energi' liar menembus batas. Punya ego yang kuat dan tidak suka hidup dalam zona nyaman. Rindu pada anak-anak muda ambisius yang lebih mementingkan daya nalar ketimbang gerakan emosional. Harusnya mereka jauh melampaui batas kemampuan Mahbub, Gus Dur atau KH As'Ad Syamsul Arifin sekalipun. Pemuda millennium masa kini bersentuhan langsung dengan akses informasi tak berbatas. Dan ini dimiliki penuh generasi PMII atau intelektual muda NU sebagai anugerah tak terhingga di era ini. Tak perlu kita menunggu Mahbub baru karena tak mungkin ada lagi. Kita tunggu, Anda yang baru. Support dan respect untuk PMII yang masih mengingat ayahanda Mahbub Djunaidi. [] Isfandiari Mahbub Djunaidi, anak bungsu Mahbub Djunaidi, Penulis Buku Outsiders: Kisah Para Penunggang Motor, Pendiri Klub Motor Mercy Motorcycle Club (MMC) Outsiders. -- http://harian-oftheday.blogspot.com/ "...menyembah yang maha esa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, mengasihi sesama..."