TNI dan Ulama Mengawal Kedaulatan dan Kebhinekaan NKRI

Selasa, 06/10/2015 18:08






[image: TNI dan Ulama Mengawal Kedaulatan dan Kebhinekaan NKRI]






Kendal, *NU Online *
Tanggal 5 Oktober merupakan hari bersejarah bagi Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang dibentuk dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) atas instruksi
Presiden Sukarno yang oleh ulama Nahdlatul Ulama (NU) diberi gelar Waliyul
Amri Dhoruri Bisyaukah. Namun hal jarang diketahui publik, kebersamaan TNI
dan ulama bersama mengawal kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang bhineka ini.


"Panglima Besar Jenderal Sudirman ialah sosok relijius luar biasa. Diangkat
sebagai jenderal saat usia 29 tahun dan dengan kondisi beliau sakit parah,
harus bergerilya untuk memimpin pasukan, demi kedaulatan negara Indonesia.
Beliau dikabarkan sangat dekat dengan rakyat, tidak pernah mengeluh, dan
tetap berusaha untuk istiqomah dalam perjuangannya," ujar Pengajar PPTQ Al
Istiqomah Weleri-Kendal Shuniyya Ruhama, di Kendal, Jawa Tengah, Selasa
(6/10).


Peran serta Jenderal Sudirman dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 sungguh luar
biasa besarnya. Mengkondisikan serangan serentak dari seluruh wilayah
bantuan Belanda sehingga menghambat laju tentara Belanda dan berhasil
membuka mata dunia, bahwa Indonesia masih ada. Peristiwa ini menimbulkan
kecaman dunia internasional, dan berakhir dengan manis, yakni pengakuan
kedaulatan Indonesia.


"Tapi belum sempat menikmati masa damai, beliau harus berpulang,
menyongsong haribaan Ilahi," ujar dia lagi.


Ia menambahkan ulama yang mempunyai peran dalam kedaulatan negara adalah
Simbah Kiai Haji Machrus Aly Lirboyo Kediri, Jawa Timur.


"Sosok yang luar biasa berkharisma ini tentu lebih dikenal sebagai begawan
ilmu agama yang jarang ada tandingannya. Beliau begitu dicintai oleh
seluruh santri dan masyarakat karena terbukti berkhidmah tanpa syarat,"
tuturnya.


Tidak banyak yang tahu bahwa Yang Mulia Simbah Kiai Haji Machrus Aly salah
satu pengawal NKRI sejati.


"Beliau turut berperan menginstruksikan pelucutan tentara Jepang di
Surabaya dan mengomando 97 santri Lirboyo untuk bertempur melawan Sekutu
dalam peristiwa 10 November. Beliau berprinsip untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah dicapai hingga titik darah penghabisan," ujar dia
lagi.


Hal tersebut, imbuh Shuniyya, yang di kemudian hari menjadi embrio Kodam
Brawijaya, penjaga keutuhan NKRI di Jawa Timur.


"Sehingga tidak heran jika beliau begitu dihormati oleh kalangan militer.
Istiqomah beliau sungguh luar biasa. Beliau mengambil jalan tetap berada di
pesantren untuk mengawal keilmuan agama. Tidak terbersit untuk menggayuh
kekuasaan," paparnya.



Ulama lain penjaga NKRI yakni Singa Karawang alias Yang Mulia Simbah Kiai

Haji Nur Ali. "Tokoh kharismatik tersebut tidak diragukan lagi
pengabdiannya untuk NKRI. Pada saat perang kemerdekaan, beliau berangkat ke
Yogyakarta dan ditemui oleh Jenderal Urip Sumoharjo sebab Jenderal Sudirman
sedang tidak ada di tempat. Keadaan negara dalam kondisi genting.”


"Beliau diminta untuk membentuk pasukan dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia namun tidak di wadah TKR. Beliau akhirnya membentuk Tentara
Hizbullah-Sabilillah dan berkali-kali berhasil memporak-porandakan pasukan
Belanda melalui taktik perang gerilya. Beliau pulalah yang melindungi
kelompok orang-orang Kristen yang hendak dibantai oleh pasukan Belanda.
Beliau pulalah yang berinsiatif mengibarkan ribuan bendera merah-putih
sehingga membuat Belanda marah besar. Atas perjuangan beliau yang luar
biasa, beliau diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2006," demikian
Shuniyya Ruhama. *(Gatot Arifianto/Mukafi Niam)*






*Keterangan Foto: Wahono (Pangdam V Brawijaya) disambut KH Machrus Aly saat
berkunjung ke Pesantren Lirboyo, Kediri. *






*Sumber:*


http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,62632-lang,id-c,daerah-t,TNI+dan+Ulama+Mengawal+Kedaulatan+dan+Kebhinekaan+NKRI-.phpx






-- 

http://harian-oftheday.blogspot.com/


"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke