Don, 
ada baiknya untuk memancing ide dari komunitas yg lebih luas lagi...

-hn-

At 06:29 PM 1/27/02 +0700, you wrote:
>Rekan-rekan milis yth,
>
>Kebetulan saya sedang membuat semacam program komunikasi bagi Yayasan
>Sekolah 2000, guna mengkampanyekan penggunaan Internet untuk tujuan yang
>"sehat" dan "halal". Saat ini saya sedang menyusun rancangan program
>tersebut. Latar-belakang program tersebut saya sertakan dalam e-mail ini,
>untuk dapat dikaji bersama. Berhubung latar-belakang tidak boleh terlalu
>banyak, mudah-mudahan yang saya sertakan di sini bisa memberikan gambaran
>umum tentang kondisi Internet di Indonesia, ditilik dari sudut pandang
>potensi dampak sosio-kultur secara umum. Mudah-mudahan pula, latar-belakang
>ini juga dapat menjawab pertanyaan yang tercantum dalam subject e-mail ini.
>
>Mudah-mudahan bermanfaat.
>
>-dbu-
>Pekerja TI Biasa
>
>
>=====
>Program Komunikasi
>Kampanye Anti-Pornografi di Internet
>
>Latar Belakang
>
>Penyebaran Internet di Indonesia efektif dimulai pada tahun 1996 dengan
>dibukanya Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia, yaitu
>IndoNet Jakarta. Serentak Internet menjadi lebih dikenal sebagai sebuah
>media bisnis dan terus dikembangkan dan ditingkatkan dalam paradigma
>komersial. Baru pada tahun 2000, Internet mulai dikenalkan kepada sektor
>pendidikan, melalui program Sekolah 2000 yang dirintis oleh Asosiasi
>Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerjasama dengan komunitas
>pendidikan.
>
>Namun, dalam rentang waktu tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 tersebut,
>masyarakat umum kurang mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai
>seluk-beluk Internet. Peningkatan penetrasi Internet, baik melalui sektor
>rumah-tangga maupun warung internet (warnet), masih mengacu kepada pola-pola
>kuantitatif yang berpatokan pada jumlah. Contohnya adalah ketika Tim
>Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) pada bulan Juli 2001 bersama dengan
>Kadin dan Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) dan Asosiasi Pengusaha Wartel
>Indonesia (APWI) meluncurkan program "500 ribu Warnet/Wartel" di seluruh
>Indonesia, tanpa adanya kajian terhadap dampak sosio-kultur sebelumnya.
>
>Semua pembicara dan nara sumber pada acara peluncuran program tersebut lebih
>banyak mengedepankan aspek keuntungan bisnis dan kuantitatif belaka. Untung
>saja, program tersebut tidak jadi dijalankan karena tidak mendapatkan
>bantuan dana dari pihak Jepang. Pola-pola tersebut hingga kini masih
>berlanjut. Walhasil, dewasa ini peningkatan penetrasi Internet di Indonesia
>tidak dibarengi dengan peningkatan mutu dan pemahaman tentang Internet itu
>sendiri. Ibarat memberikan suatu tools tanpa disertakan manual book.
>
>Bagi masyarakat umum, Internet kemudian menjadi suatu hal yang tabu, negatif
>dan sarat dengan muatan pornografi. Hal tersebut terbukti dengan banyak
>dilansirnya berbagai informasi tentang pornografi di Internet oleh media
>massa umum, tetapi sangat sedikit yang berkeinginan memberitakan Internet
>dari sudut pandang pendidikan. Pornografi memang hal yang laku dijual oleh
>sebuah media massa, selain kriminalitas. Internet, sebagai sebuah media
>baru, membawa hal-hal segar tentang pornografi. Sebutlah semisal cybersex
>dan situs porno. Hal-hal tersebutlah yang justru lebih banyak disorot oleh
>media massa umum, ketimbang hal-hal semacam pendidikan dan bisnis di
>Internet.
>
>Berikut ini beberapa contoh media yang di halaman cover-nya memberikan
>informasi tentang pornografi di Internet :
>06/1995 - Matra, Majalah : Internet, Pornografi Tanpa Sensor
>04/2001 - Panji, Majalah : Waduh, Cybersex Lokal Makin HOT
>04/2001 - Matra, Majalah : 100 Macam Situs Porno
>10/2001 - Citra, Tabloid : 26 Artis Ternama "Bugil" di Internet
>10/2001 - Aha, Majalah : Ditemukan! Situs Telanjang Presenter Berita
>11/2001 - Bos, Tabloid : Bila Internet Dukung VCD Porno Bandung
>11/2001 - Bisnis Komputer, Majalah : Rossa Ikutan Bugil di Situs Porno
>12/2001 - HerWorld, Majalah: Affair Gaya Cyber, Bercumbu di Dunia Maya
>
>Tentu saja kita tidak bisa secara serta merta melempar kesalahan kepada
>media massa. Karena mau tidak mau, apa yang ditulis oleh media massa
>merupakan pencerminan kondisi masyarakat, dan kondisi di masyarakat
>dipengaruhi pula oleh media massa. Mencari siapa yang salah bagaikan
>menghasta sarung, tidak akan ditemukan pada ujung dan pangkalnya. Sembari
>kita sibuk memperluas penetrasi Internet, membangun warnet di daerah-daerah,
>mengadakan seminar dan workshop tentang Internet, selaras dengan hal
>tersebut kita lupa memberikan "manual book", lupa berpikir lintas sektoral
>ke bidang sosio-kultur, dan lupa berpikir bahwa kita sedang mengubah budaya.
>Perubahan budaya bangsa ke arah yang kita sendiri lupa atau tidak tahu akan
>menuju kemana.
>
>Yang jelas, masyarakat yang membaca headline informasi tersebut akan
>tertanam dalam pikirannya tentang Internet sebagai hal yang pornografi, atau
>setidaknya pornografi adalah hal yang sejajar dengan Internet itu sendiri.
>Ibu rumah tangga akan melarang anaknya untuk mengakses Internet. Ini berarti
>berkuranglah potensi peningkatan penggunaan Internet di rumah tangga. Anak
>yang dilarang oleh ibu tersebut akan semakin penasaran dan mencari jalan
>keluar. Salah satunya adalah melalui warnet.
>
>Karena anak tersebut tidak dibekali dengan pemahaman Internet yang
>proporsional, ditambah dengan larangan-larangan yang justru membuatnya
>semakin penasaran, akhirnya anak tersebut bersedia meluangkan waktu dan uang
>jajannya untuk mengakses pornografi di warnet. Akhirnya, di mata masyarakat
>warnet dapat menjadi sebuah sarang pornografi. Kalangan pendidikan dan
>orang-tua resah, karena anak usia sekolah banyak meluangkan waktu di warnet,
>meskipun belum tentu anak tersebut mengakses hal-hal yang negatif di
>Internet.
>
>Warnet yang didirikan di tengah-tengah masyarakat, tidak akan menghasilkan
>"sebuah budaya masyarakat" dan "sebuah warnet", tetapi akan menghasilkan
>"sebuah budaya baru" di dalam masyarakat tersebut. Ibarat sesendok sirup
>merah yang dituangkan ke dalam segelas air, tidak akan menghasilkan segelas
>air bening dan sesendok sirup merah di dalamnya, tetapi akan menghasilkan
>sebuah air manis yang berwarna kemerah-merahan.
>
>Dalam laporan penelitian terkini tentang dampak Internet bagi masyarakat
>yang dikeluarkan oleh UCLA pada bulan November 2001, terbukti bahwa pengguna
>Internet mengurangi waktu menonton TV untuk mengakses Internet, dan tidak
>mengurangi waktu bersama keluarga atau bersosialisasi. Itu adalah kenyataan
>di Amerika yang TV bukan merupakan barang mewah dan sudah ada di setiap
>rumah tangga. Tetapi jika kita tarik dalam sosio-kultur masyarakat
>Indonesia, khususnya di kantung-kantung yang berpenghasilan menengah ke
>bawah, maka TV masihlah barang mewah dan hanya beberapa rumah tangga saja
>yang memiliki. Ini berarti mereka tidak punya yang disebut sebagai "waktu
>nonton TV", dan kemungkinan diganti dengan "waktu beribadah", "waktu
> belajar" atau "waktu bekerja tambahan".
>
>Jika saja Internet dipaksa-kenalkan kepada mereka dan mereka diminta untuk
>menggunakan Internet dengan alasan yang bearagam, entah dengan alasan
>mengurangi digital divide atau meningkatkan taraf hidup, maka "waktu" mana
>yang sekiranya akan diambil? Menonton TV tidaklah sebaik belajar, beribadah
>atau bekerja. Tapi apakah Internet sebaik belajar, beribadah atau bekerja?
>Bisa saja menggunakan Internet sebagai sebuah bentuk belajar, beribadah dan
>bekerja. Tetapi bukankah itu pemahaman yang dibentuk oleh masyarakat kota
>yang lebih paham tentang Internet? Bagaimana kita bisa mengatakan Internet
>itu positip, jika Internet diterjunkan ke tengah masyarakat umum tanpa
>adanya panduan? Apakah mungkin masyarakat bisa percaya kepada Internet
>ditengah-tengah kabar dan pemberitaan negatif tentang Internet?
>
>Berangkat dari kondisi di atas, maka keadaan di Indonesia dapat disingkat
>sebagai berikut:
>
>a. Pengambil keputusan di rumah tangga akan melarang anaknya mengakses
>Internet. Ini berarti berkurangnya potensi pengguna Internet dari
>rumah-rumah. Ini berkaitan langsung dengan pangsa pasar ISP
>
>b. Anak-anak yang dilarang akan semakin penasaran dan semakin tertanam dalam
>pikirannya bahwa Internet itu pornografi, atau pornografi bisa didapat di
>Internet. Maka dia akan menyisihkan waktu dan uangnya untuk mencari
>pornografi di Internet, melalui warnet
>
>c. Warnet akhirnya dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai tempat
>mengakses pornografi dengan tarif yang murah. Semakin banyak warnet di
>daerah-daerah dan semakin murah biaya sewanya, maka akan semakin besar pula
>potensi penyebaran pornografi dan hal-hal negatif lainnya hingga ke pelosok
>daerah. Hal tersebut menjelaskan pula mengapa terjadi kejadian sweeping
>warnet oleh masyarakat umum ketika bulan puasa 2001 dan datangnya polisi ke
>warnet untuk memperingati pemiliknya agar tidak menerima siswa berpakaian
>sekolah.
>
>d. Akhirnya, Internet bisa menjadi benar-benar tabu. Warnet bisa menjadi
>tempat tabu. Jumlah pengakses Internet tidak akan bertambah, kalaupun
>bertambah hanyalah dari sisi kuantitas, tetapi tidak secara kualitas.
>
>Berangkat dari hal-hal di atas, maka dirasakan perlu untuk membuat program
>komunikasi / kampanye publik secara serentak dan komprehensif yang
>melibatkan berbagai pihak dan unsur masyarakat yang terkait. Program
>komunikasi tersebut haruslah memiliki tujuan, obyektif, target, waktu dan
>sarana yang jelas. Beberapa pihak yang diharapkan terlibat antara lain
>adalah APJII, Awari, ISP, Warnet, Komunitas Pendidikan, Media Massa dan
>sukarelawan.
>
>Sekedang gambaran singkat:
>
>- APJII akan diminta partisipasinya dalam menghimbau para ISP agar bersedia
>memberikan semacam brosur informasi yang berisi (1). situs-situs Internet
>bagi pendidikan dan (2). cara-cara memblok situs-situs negatif. ISP juga
>diharapkan memberikan software untuk memblok situs, seperti NetNanny atau
>CyberPatrol, dalam bentuk CD atau disket. Baik brosur maupun software
>tersebut harus diserahkan kepada setiap pelanggan baru. Target: rumah tangga
>yang baru menggunakan Internet.
>- Awari akan diminta partisipasinya dalam menghimbau setiap warnet agar
>bersedia menyediakan semacam brosur informasi tentang hal-hal positip di
>Internet. Brosur tersebut harus diberikan kepada setiap penyewa Internet.
>Awari juga diminta menghimbau kepada warnet-warnet yang baru atau akan
>berdiri di suatu tempat, melakukan aksi sosial sebagai bentuk kepedulian
>sosial. Aksi sosial tersebut bisa berupa pelatihan-pelatihan gratis dalam
>jangka waktu tertentu bagi masyarakat sekitar ataupun memberikan brosur
>informasi tentang sisi positip Internet secara door-to-door ke masyarakat
>sekitar warnet tersebut. Target: rumah tangga (masyarakat umum) sekitar
>warnet.
>- Akan diadakan semacam pemberdayaan dan penyebaran informasi secara lebih
>intensif kepada komunitas pendidikan. Target: anak usia sekolah dan pendidik
>yang belum memahami Internet. Prioritas terbesar adalah melalui workshop.
>- Akan diadakan kerjasama dengan media massa, baik berupa iklan layanan
>masyarakat, kerjasama pemberitaan dan hal-hal lain yang memungkinkan.
>Target: masyarakat umum, anak usia sekolah dan rumah tangga, disesuaikan
>dengan segmen audience media massa tersebut. Prioritas terbesar adalah
>majalah-majalah remaja atau acara-acara remaja.
>=====
>
>
>_______________________________________________
>Milis Komunitas Sekolah2000 (A.K.A [EMAIL PROTECTED])
>Untuk posting kirim email ke : [EMAIL PROTECTED]
>Untuk mengubah mode langganan anda, berhenti langganan kunjungi:
>http://milis.sekolah2000.org/mailman/listinfo/komunitas

_______________________________________________
Milis Komunitas Sekolah2000 (A.K.A [EMAIL PROTECTED])
Untuk posting kirim email ke : [EMAIL PROTECTED]
Untuk mengubah mode langganan anda, berhenti langganan kunjungi:
http://milis.sekolah2000.org/mailman/listinfo/komunitas

Kirim email ke