Sudahlah,  nggak usah bawa2 PKI,  sedangkan negara2  komunis rusia maupun
cina sudah tidak Komunis, mereka sadar bahwa komunis adalah ilmu yang sudah
ketinggalan jaman....   saya  tidak habis pikir kalau ada katak yang masih
dalam tempurung.... belajarlah anda mengenai sejarah, Ekonomi, Management,
dan gunakan logika berpikir,   jangan denga melihat huruf  PKI/ Komunis
lantas percaya akan ada orang yang mau hidup di Zaman purbakala... (kalaupun
ada mungkin itu manusia Katak)....  jangan dipropaganda,...mengalihkan
perhatian.... ujung ujung nya .....kalian gampang percaya bahwa ada yang mau
merusak bangsa dengan komunis.....PKI lah...
bullshit....        pokoknya.. segala cara status quo ingin memecah
perhatian dan konsentrasi kalian.... yah bodohlah kalau ada yang
terhanyut...   tapi inilah reformasi...
banyak belajar dan menyimak..... gunakan otak encer bukan tempe/tahu.

djoe.

-----Original Message-----
From: Dadang Darmawan <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Friday, May 07, 1999 5:25 AM
Subject: [Kuli Tinta] [Fwd: [SP] REFORMASI(507): Siaran pers Jendral AH
Nasution: WaspadaiUpaya Balas Dendam PKI]


>
>


Republika, 27 April 1999

Waspadai Upaya Balas Dendam PKI

Oleh Jenderal Besar AH Nasution

Akhir-akhir ini di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik,
memuat berbagai wawancara dari beberapa tokoh yang dulunya terlibat dalam
gerakan G-30-S/PKI dari sudut pandang mereka. Dari pembicaraan mereka
seakan-akan tidak merasa bersalah atas tindakan mereka di masa lalu. Yang
sangat memprihatinkan adalah hasil wawancara itu dilansir begitu saja tanpa
berusaha untuk mempelajari terlebih dahulu apa yang pernah mereka lakukan.

Dengan pemberitaan tidak mendasar itu, bagi orang awam atau generasi yang
tidak mengalami peristiwa-peristiwa di masa lalu itu dapat membawa dampak
bagi pola pikir mereka, bahkan bila kurang waspada dapat terbawa dalam alur
pola pikiran yang seharusnya dijauhi.

Mereka seakan-akan tidak merasa bersalah, bahwa mereka melakukan pembunuhan
terhadap para Jenderal AD yang dimasukkan dalam sumur tua lubang buaya (di
kawasan Halim). Saya membaca dalam salah satu surat kabar Ibu Kota bahwa
mereka telah membentuk yayasan korban 1965-1966 untuk melakukan penelitian
atas korban peristiwa 1965, bahkan katanya akan menuntut Jenderal Soeharto.

Di saat Dr Subandrio dan Omar Dhani dibebaskan dari tahanan atas pertanyaan
wartawan, saya jelaskan bahwa sudah sepantasnya mereka dikeluarkan, karena
mereka telah menjalani hukuman selama 30 tahun lebih atas apa yang telah
mereka perbuat sebelumnya.

Jenderal Soeharto memang lengser dari kekuasaan karena reformasi. Itu harus
dia terima sebagai konsekuensi atas kepemimpinannya selama ini, karena
sejak awal Orde Baru ia terlalu mempercayai orang-orang yang suka
'menggunting dalam lipatan' dan menjauhi mereka yang sesungguhnya berniat
baik untuk bangsa dan negara ini. Saya termasuk orang yang diadu domba
dengan Jenderal Soeharto. Dulu pun Bung Karno dikelilingi oleh Durno-durno
yang memanfaatkan posisi presiden dan akhirnya bermuara kepada peristiwa
G-30-S/PKI.

Betapapun perbedaan saya dengan kepemimpinan Jenderal Soeharto, tetapi saya
tidak bisa memvonis apa yang pernah dilakukan oleh Jenderal Soeharto itu
semuanya salah.

Sebagai contoh, saya membenarkan tindakan Jenderal Soeharto untuk
membubarkan PKI pada 12 Maret 1966. Dari tindakan itu ia disalahkan oleh
Presiden karena SP 11 Maret itu menurut Bung Karno adalah teknis keamanan
bukan untuk tindakan politik membubarkan PKI. Dari tindakan itu, timbul
ketegangan antara AD dan Pimpinan Angkatan lain karena Presiden memanggil
(Wakil Perdana Menteri-WPM) ke Bogor bersama Pimpinan Angkatan tersebut.

Kepala BPI Subandrio memberikan informasi kepada AL, AU, dan AK bahwa AD
akan menyerang Istana dan Halim. Rencana operasi (SO Pang AU jatuh ke
tangan Kostrad) sehingga menyebabkan kecurigaan di antara sesama angkatan.
Atas permintaan Kostrad maka saya mengundang para panglima angkatan ke
rumah saya tanggal 14 malam pada pukul 02.00 dinihari untuk menjernihkan
persoalan. Sementara pasukan masing-masing angkatan bergerak pada
posisi-posisi strategis.

Setelah saya mengetahui duduk persoalannya, maka saya jelaskan bahwa bila
ingin aman maka PKI harus dibubarkan dan apa yang dilakukan Jenderal
Soeharto itu saya benarkan. Setelah terjadi saling pengertian antara sesama
angkatan pada pukul 04.00 dan sebelum pulang saya pesankan agar semua
pasukan harus ditarik dari tempat-tempat strategis pada pagi harinya. Dan,
ternyata mereka melakukan seperti apa yang saya minta.

Dalam penyelesaian krisis pada 14 Maret malam itu, memang untuk sementara
AU tidak kami libatkan, tetapi secara pribadi saya berhubungan dengan
beberapa pimpinan teras AURI. Ipar saya, Suhirman, memanggil Marsekal
Rusmin Nuryadin (Deputi Panglima AU) untuk berbicara dengan saya secara
terpisah. Meskipun saya telah dipecat dari semua jabatan pemerintahan dan
ABRI tetapi saya memberanikan diri memanggil mereka sebagai senior mereka,
demi menghindari tabrakan antara angkatan waktu itu. Saya memanggil Rusmin
Nuryadin dan bukan Pang AU Sri Mulyono Herlambang, mengingat kedudukannya
pada 30 September 1965 sebagai Deputi Operasi Menpang AU Omar Dhani.

Memang, selama pemutaran film G-30-S/PKI, saya banyak mendapat keluhan dari
senior-senior AURI mengenai hal itu. Saya pun mendorong untuk pelurusan
atas peristiwa-peristiwa sejarah di masa itu. Tetapi tidaklah berarti
menyalahkan sesuatu yang sesungguhnya terjadi. Saya sependapat bahwa AURI
secara organ memang tidak terlibat, tetapi oknum-oknum pimpinan AURI waktu
itu sangat berperan.

Kegiatan-kegiatan perjuangan PKI biasanya dilakukan secara bertahap, tahap
pertama:

1. Membentuk kader-kader dan pimpinan partai.

2. Setelah memperoleh posisi penting dari partai maka mulai melakukan
penetrasi-penetrasi terhadap badan-badan pemerintahan, ABRI, pers,
pendidikan, orsospol/ormas, serta lembaga-lembaga lain yang sifatnya strategis.

3. Memobilisir gerakan-gerakan (mahasiswa, pemuda, tani, buruh, dan
sebagainya). Biasanya berkedok bekerja sama di dalam berbagai bentuk.

Setelah menguasai daerah-daerah yang dianggap basis strategis, maka
meningkat kepada jenjang yang kedua, yaitu mengadakan perlawanan
kecil-kecilan/sporadis. Pernah kita alami dengan peristiwa Jengkol,
Indramayu, Kanigoro, Bandar Betsy, dll. Sekarang, massa menyerang Koramil,
Polsek, Kodim, Polres, dan instansi-instansi pemerintah untuk menjatuhkan
wibawa TNI dan pemerintah. Setelah tahap kedua ini berhasil dimatangkan,
maka beralih pada tahap ketiga, yaitu tahap yang dianggap menentukan yakni
dengan memberikan pukulan yang menentukan (pemberontakan).

Pemberontakan Madiun (Madiun Affair)

Pada 18 September 1948 timbul pemberontakan PKI Madiun. Poros perjuangannya
sama seperti pemberontakan 1965, yaitu menguasai militer sebagai landasan
untuk merebut kekuasaan politik.

Saya masih ingat, menjelang Maghrib, Menteri Ali Sastroamijoyo dan Residen
Sudiro datang ke rumah saya untuk menyampaikan pesan bahwa Presiden
memanggil saya, berhubung Pak Dirman masih berada di Magelang maka saya
menghadap Presiden yang didampingi Menteri Koordinator Keamanan Sri Sultan
Hamengkubuwono. Presiden dengan singkat memerintahkan saya untuk membuat
konsep tindakan sebagai keputusan Presiden.

Pidato Presiden tahun 1948 berbeda dengan pidato Presiden tahun 1965.
Pidato Presiden pada malam hari tanggal 19 September 1948: ''Kemarin pagi
PKI Muso mengadakan kup, mengadakan perampasan kekuasaan di Madiun, dan
mendirikan satu pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Muso. Perampasan ini
mereka pandang sebagai permulaan untuk merebut seluruh Pemerintahan RI''.
Saya masih ingat Presiden menyerukan kepada rakyat. ''Ikut Soekarno-Hatta
atau PKI-Muso''. Berbeda dengan pidato Presiden pada tahun 1965, beliau
masih membela keberadaan PKI pada saat-saat kritis itu.

PKI tahun 1965

Pada umumnya pihak mereka mempunyai dua versi. Pertama, dalam pemberontakan
itu PKI tidak terlibat. Menurut mereka, peristiwa itu adalah dalam konteks
persaingan antara intern Angkatan Darat. Bahkan, disebutkan bahwa
perwira-perwira yang berperan di dalam pemberontakan itulah yang
membawa-bawa nama PKI. Pengadilan mereka juluki sebagai sandiwara
terpimpin. Padahal, untuk mewujudkan pengadilan itu kita dengan gigih
memperjuangkan kepada Presiden. Maka, jelas dan nyatalah betapa sulitnya
aparat penegak hukum dalam memeriksa kejadian pada tahun 1965 itu.
Kesulitan pemeriksaan itu karena terdapat beberapa hal antara lain aparat
kehakiman dan intel kita masih banyak dikuasai orang-orang garapan PKI.
Melalui peranan aparat garapan PKI itu, mereka berusaha untuk
menutup-nutupi peranan tokoh-tokoh PKI itu dalam G-30-S/PKI itu.

Kedua, mereka berusaha dengan gigih menunjukkan bahwa Amerika-lah yang
mendorong melalui pancingan. Dalam pandangan mereka, kita tidak memiliki
pejuang patriot, kita hanya bernilai sebagai suruhan atau antek asing. Para
pemimpin Indonesia tidak lebih dari pemain bayaran. Dalam pandangan mereka,
Indonesia tetaplah sebagai bangsa ''kuli'' seperti pendapat para penjajah dulu.

Tetapi anehnya di pihak lain juga mempunyai pandangan seperti itu. Ketika
saya berobat di Washington tahun 1975, saya membaca salah satu bahasan
dalam salah satu surat kabar. Surat kabar itu menyebutkan bahwa kehadiran
tentara Amerika di Vietnam telah berperan dalam keberhasilan TNI dalam
menumpas pemberontakan PKI tahun 1965. Sebagai orang yang dalam berbagai
peristiwa di tanah air ikut menanganinya, pemberitaan-pemberitaan
pihak-pihak yang demikian itu saya anggap sebagai lelucon. Tetapi, bagi
mereka yang tidak pernah mengalami cukup memberi pengaruh. Juga disayangkan
di masa Orde Baru kalangan intelektual Indonesia banyak yang tertarik
membaca sesuatu tentang Indonesia yang ditulis oleh orang- orang asing yang
mengutip sumber-sumber dari Indonesia yang kurang akurat.

Saya merasa perlu mengantarkan uraian tentang tragedi nasional 1965 itu
dengan mengedepankan hal-hal di atas, karena telah bersimpang-siurnya
penulisan mengenai peristiwa itu, apalagi di luar negeri. Dan, pasti mereka
akan mencap uraian saya sekadar sebagai ''versi TNI'' yang mereka tuduh
dari dulu berusaha mengkup Presiden Soekarno atas perintah imperialis
Amerika Serikat seperti yang diumumkan Letkol Untung. Perincian mengenai
kejadian itu dapat dibaca dalam buku saya (Memoar jilid 6 hal: 207-286)
Dan, saya berharap kepada komponen bangsa yang mencintai kedamaian agar
mewaspadai upaya balas dendam dari mereka dan pemutarbalikan sejarah yang
telah dibuktikan oleh pengadilan G-30-S/PKI. Saya berharap pula kepada
mereka yang dipersalahkan pada peristiwa G-30-S/PKI untuk tidak melakukan
balas dendam, karena akan berbuntut kepada pembalasan lagi dan bangsa
Indonesia akan tetap terpuruk serta terpecah belah.

Kepada seluruh komponen bangsa termasuk yang dipersalahkan pada peristiwa
G-30-S/PKI untuk saling memaafkan dan mengubur semua tragedi sedih bangsa,
agar bangsa Indonesia bisa tegar kembali menghadapi tantangan di masa depan.

(Siaran Pers AH Nasution)

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 1 May 1999 jam 08:33:21 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online <[EMAIL PROTECTED]>
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


------------------------------------------------------------------------
The Weather Underground. We provide weather across the world.
Visit http://clickhere.egroups.com/click/48


eGroup home: http://www.eGroups.com/group/milis-spiritual
http://www.eGroups.com - Simplifying group communications




______________________________________________________________________
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!


______________________________________________________________________
To subscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]

Indonesia Baru: berkeadilan tanpa kekerasan!

Kirim email ke