Saat ini banyak pihak yang mengecam keras, bahkan memaki sikap Fraksi PKB
yang setelah menolak SI MPR dan hasilnya, serta menarik diri dari DPR/MPR,
memutuskan kembali aktif di sana. Salah satu kalimat kecaman yang sering
dipakai adalah PKB tidak punya malu, dengan menjilat ludahnya sendiri.
Antara lain dikatakan, PKB harus menyatakan menolak Maklumat Presiden
Abdurrahman serta mengakui seluruh hasil SI MPR sebelum mereka benar-benar
kembali.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah untuk menjadi anggota atau fraksi di
lembaga negara tersebut semua harus satu suara: bersikap kontra dengan
(Presiden Abdurrahman Wahid)? Dalam konteks ini, karena PKB mendukung
Maklumat Presiden tersebut dan menolak hasil-hasil SI MPR, maka Fraksi
tersebut tidak boleh berada di lembaga tersebut lagi? Logika lanjutannya
adalah bukankah dalam SI MPR tersebut putusan-putusannya diambil berdasarkan
voting? Termasuk di dalamnya adalah ketika memutuskan bagaimana sikap
fraksi-fraksi terhadap maklumat yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman.

Seandainya saja waktu itu PKB tidak mengundurkan diri, tetapi mengikuti SI
MPR, kemudian waktu voting dilakukan,  mereka bersikap menerima maklumat,
apakah dengan demikian fraksi itu tidak boleh lagi berada di sana? Ini,
berkaitan dengan pernyataan yang mengatakan, kalau PKB ingin kembali ke MPR
mereka harus membuat pernyataan untuk menolak maklumat.

Dasar dari kecaman terhadap sikap PKB adalah parpol ini dinilai tidak
konsisten dalam mengambil sikap politiknya. Tadinya, menolak hasil-hasil SI
MPR, tetapi kok mau-maunya kembali ke MPR?

Anehnya, ketika pihak-pihak yang dulunya dengan keras menyatakan berdasarkan
agama (Islam) perempuan tidak boleh menjadi presiden, tetapi kemudian
sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, sampai seolah-olah
'mengamandemen' tafsir Kitab Suci, dengan menyatakan perempuan boleh menjadi
presiden. Bahkan salah satunya bersedia menjadi bawahan dari perempuan
presiden, pihak-pihak yang sama tidak memberi kecaman apapun?

Sementara orang mengatakan, ketidakkonsisten dalam dunia politik itu
merupakan hal biasa dalam dunia politik. Apa yang menjadi sikap politik hari
ini, menjadi lain (kontradiktif) di kemudian hari adalah lumrah dalam dunia
politik. Bahkan ada yang mengatakan politik itu memang jahat.

Jika benar demikian, apa sebenarnya yang membedakan antara para politisi
dengan para pembual? Apakah benar politik itu memang jahat? Yang jahat itu
sebenarnya politiknya, ataukah manusianya yang berpolitik secara jahat? Dan,
kemudian mengkambinghitamkan politik itu sendiri?

Bagaimana pula dengan Etika Politik? Kalau politik itu memang jahat,
bagaimana bisa ada apa yang disebut Etika Politik? Ataukah para politisi
kita selalu berpolitik tanpa etika?


...........Menuju Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan............
Untuk bergabung atau keluar dari Milis, silakan anda lakukan sendiri
Bergabung: [EMAIL PROTECTED]
Keluar: [EMAIL PROTECTED]

->Cake, parcel lebaran & bunga2 natal? Di sini, http://www.indokado.com<- 
->  FREE email !! [EMAIL PROTECTED] ... http://www.kulitinta.com  <-

Reply via email to