2008/11/25 Harry Sufehmi <[EMAIL PROTECTED]>:

> Jadi kalau bisa ada pembeda, maka mereka jadi lebih "visible"
> dibanding dengan para kompetitornya.
>
> Memang agak lebih mengarah kepada marketing jadinya, tapi yang seperti
> ini kadang justru jadi menarik bagi mereka.
>

Kegiatan aktivisme/evangelisme relatif sama dengan marketing, juga
menurut saya relatif sama dengan  dengan dakwah. Mungkin yang berbeda
adalah niatnya. Kalau di tingkat pelaksanaan, ketiganya tunduk pada
hukum-hukum yang sama. Misalnya:

a. Menjelek-jelekkan kompetitor pada akhirnya menjelekkan diri
sendiri. Supaya tidak terjebak dengan ini, cukup sampaikan kelebihan
Linux tanpa harus mengungkit kejelekan Windows. Narsis aja kok repot.

b. Tidak ada satu rumus bagi seluruh pengguna. Konon kalau di bidang
marketing, namanya market segmentation. Tiap segmen memiliki nilai
yang berbeda, sehingga dibutuhkan bahasa dan penekanan yang berbeda
pula agar bisa diterima.

c. Perception is reality. Bahwa Linux itu gratisan tapi susah dipakai,
mungkin sudah menjadi persepsi banyak orang. Meskipun kenyataannya
mungkin (tidak) demikian, terutama seiring pengembangan Linux sendiri.
Tapi kalau persepsi itu sudah menancap, ia akan sulit diubah. Jadi
aktivisme adalah perang persepsi.

Dan banyak hukum-hukum lain yang mungkin bisa ditemukan di dalam kitab
suci marketing :-). Hukum tersebut mungkin bisa menjawab pertanyaan:

Apakah dalam ILC'09 peserta dilarang pake kaos berlogo Windows
misalnya, atau dilarang menjalankan Mac? Apakah itu baik? Bagaimana
_persepsi_ kelompok masyarakat yang dituju dengan adanya aturan
tersebut?

Mungkin bisa dirunut ke pertanyaan lebih mendasar, tujuan ILC itu apa?
Agar bisa sharing antar aktivis Linux? Atau ingin memberikan persepsi
bahwa Linux Indonesia itu masih besar kepada masyarakat umum? Menurut
saya ini yang perlu diredefinisi, sehingga mudah menjawab pertanyaan
apakah ini boleh apakah itu tidak.

-- 
fade2blac

-- 
Berhenti langganan: [EMAIL PROTECTED]
Arsip dan info: http://linux.or.id/milis

Kirim email ke