BERAPA BANYAK DARI KITA YANG PEDULI TERHADAP SESAMA ???

        Perhatikan pertanyaan diatas, apakah ada maknanya bagi anda?
Kehidupan manusia-manusia di dunia ini, di indonesia khususnya, telah
mengalami begitu banyak perubahan baik dari segi budaya, sosial, ras,
maupun gaya hidup. Yang jadi permasalahan-nya apakah dampak atau efek
samping dari perubahan tersebut baik ataukah malah menimbulkan semakin
banyak penderitaan ???

        Belum lama ini saya diajak oleh seorang teman yang telah beberapa
kali chat di conference internet. Saya di-sms oleh tristina yang
mengatakan bahwa kita akan ada rencana membuat perpustakaan yang
diprakarsai oleh ken-ken. Dan kita akn melakukan survey lapangan. Saya
kemudian menyetujui ajakan itu dan kami mengadakan janji bertemu di
mal Citraland. 

        Maka pada tanggal 3-9-2006, pukul 10.30 kami pun bertemu di mal
citraland. Pada saat itu adalah pertama kali-nya saya bertemu dengan
tristina karena sebelumna kami hanya berbicara di chat i-net. Ternyata
yang ikut ada 7 orang. Saya pun diperkenalkan dengan mereka.
Diantara-nya adalah ken-ken yang dikenal dengan ID mayat_perempuan di
i-net, yang lain-nya ada pak koko, ko erik, andrew dan aleng.
        
Kami pun melakukan sedikit bincang-bincang di mc donald sebelum
kemudian berangkat ke tempat survey. Baik di mc donald dan di
perjalanan kami berbincang2 tentang kehidupan orang-orang keturunan
tionghoa di indonesia. Sungguh bahan pembicaraan itu membuat saya
cukup bingung karena saya sedikit sekali memiliki pengetahuan soal
itu. Tujuan kami adalah Tanggerang dan tempat singgah pertama adalah
Vihara Padumuttara (Boen Tek Bio) yang cukup terkenal. Disana kami
bertemu dengan seorang yang cukup tua dan dikenal. Ia dipanggil dengan
sebutan Engkong. Tak lewat kami mencicipi makanan khas sekitar vihara
yaitu sate babi dan sayur bakut.

Kami pun lalu berbincang-bincang perihal kehidupan orang-orang
keturunan Tionghoa di Tanggerang. Sedikit menyinggung tentang
pergerakan orang keturunan Tionghoa di Indonesia dan di sekitar
wilayah itu khususnya.  Saya cukup terkesima berada di tengah-tengah
pembicaraan itu karena ternyata ada hal-hal yang cukup penting yang
sebelumnya saya tidak ketahui.

Kami pun akhirnya berencana untuk melihat secara nyata kehidupan orang
keturunan Tionghoa di Tanggerang terutama ke kalangan miskin yang
masih tinggal di kampung atau desa. Untuk itu kami menjemput ci
Hartati yang cukup mengenal daerah pemukiman itu. Kami pun berangkat
bersama kelarga ci Hartati dengan dua mobil.

Pertama kami mengunjungi kampung Sukasari. Di kampung ini saya cukup
terkejut ketika melihat orang-orang keturunan tionghoa tinggal di
rumah yang terbuat dari bambu alias gubuk. Di depan setiap rumah
terdapat ciri khas Tionghoa yaitu adanya dupa, kertas bertulisan cina
serta kaca persegi delapan, dan gantungan lain yang saya tidak mengerti.

Tujuan berikutnya adalah tempat yang cukup menarik. Disebut daerah
Kebon Mangga. Di situ masih ada yang berternak babi, kambing, ayam,
bebek, dll. Suasana kampung yang masih alami. Pohon-pohon di sekitar
serta tanah tanpa aspal. Kami pun singgah di rumah sepasang yang sudah
cukup tua. Mereka dipanggil encim dan engkong.

Disana kami disuguhkan kelapa muda "fresh from the tree". Rasanya
begitu menyegarkan dan nikmat. Kami juga menyaksikan adu jangkrik.
Pertama kali saya melihat ternyata sesama jangkrik bisa berantem. Kami
pun berbincang-bincang di teras rumah. Disana saya mendapatkan sedikit
gambaran tentang kehidupan masyarakat setempat. Mereka masih keturunan
Tionghoa, tetapi melalui pengamatan saya terhadap fisik mereka
menunjukkan telah ada pencampuran dengan ras melayu. Mereka
berkeyakinan Kong Hu Cu. Dan kehidupan mereka ada yang berjualan di
pasar, berternak, menarik becak, dll.

Kami berbincang-bincang sedikit tentang permasalahan kehidupan mereka
dan program apa yang dapat dilakukan untuk mereka. Ada beberapa ide
seperti membentuk komunitas seluler untuk meningkatkan spiritual
mereka karena tidak adanya fasilitas spiritual berupa bangunan ataupun
rohaniawan. Ada ide tentang membentuk pendidikan keahlian untuk
mencari pekerjaan yang dapat lebih meningkatkan taraf ekonomi. Dan
beberapa hal lainnya.

Setelah itu, sore harinya kami menuju tempat terakhir kita yang cukup
jauh menghabiskan waktu perjalanan sekitar satu setengah jam. Kami
tiba di Vihara Kwan Im......, wah kurang begitu ingat saya namanya. Di
sana kami berbincang-bincang dengan wakil kepala vihara karena kepala
vihara sedang tidak ada. Disana berbincang tentang pembentukan perpus.
Ternyata disana penduduk sangat minim soal pendidikan. Sekolah yang
sangat sedikit, belum adanya perpustakaan yang memadai. Saya juga
mendapatkan informasi bahwa sebagian besar vihara di tanggerang adalah
aliran Tridharma. Dan hanya sedikt sekali yang bisa direncanakan pada
waktu yang sempit itu. Kami hanya mendapatkan sketsa kasar rencana. 

Setelah itu mala harinya kita bersama-sama makan malam di sebuah kedai
chinese food. Setelah santap malam akhirnya kami berangkat kembali
menuju Jakarta. Di sepanjang perjalanan kami pun membahas tentang hari
itu dan kira-kira rencana apa berikutnya. Kami menyadari bahwa
kehidupan penduduk kampung sangat berbeda dengan penduduk kota yang
telah terkena arus besar globalisasi dengan paham konsumerisme dan
kapitalisme. Lalu apakah warga desa perlu dikembangkan mengikuti arus
jaman? 

Ataukah kita yang berubah menjadi sederhana seperti mereka?           

Apakah kehidupan mereka akan menjadi lebih bahagia jika kita
memasukkan arus perkembangan jaman?
           
Atau jangan-jangan jika seperti itu kitamalah merusak kehidupan mereka
yang sederhana?

Apakah sistem-sistem dalam arus globalisasi sekarang ini sudah baik?
(seperti sistem pendidikan, sistem ekonomi, dll)

Apakah kita perlu menciptakan suatu sistem baru? (sistem yang akan
membawa dampak lebih baik dari sistem yang telah ada saat ini.)

Yah memang ternyata hari itu hanya menghasilkan begitu banyak
pertanyaan. Dan kami berencana akan membahas lebih lanjut. Tetapi yang
ditakutkan adalah jika tidak ada yang memulai secepatnya untuk membuat
perubahan terhadap kehidupan masyarakat desa seperti itu, masyarakat
kota (para kapitalis) dapat masuk ke kehidupan mereka dan menindas
serta menjadikan mereka alat pengeruk kekayaan. 

Apakah kita ingin saudara2 kita seperti ini? 
Berapa banyak orang yang peduli dengan mereka? 
Berapa banyak yang menyediakan waktu untuk hal seperti ini?

BAGAIMANA DENGAN ANDA?



Sekian kesaksian saya,
Salam penuh kasih,

Dayapala







** MABINDO - Forum Diskusi Masyarakat Buddhis Indonesia **

** Kunjungi juga website global Mabindo di http://www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke