Dari: Facebook <notification+hi11_...@facebookmail.com>
Judul: "Dhammapada Atthakatha - Sehari Satu Kisah - Indonesian Version" 
mengirimi Anda pesan di Facebook...
Kepada: "Joe Hoey Beng" <hoeyb...@yahoo.com>
Tanggal: Kamis, 15 April, 2010, 5:35 PM


Nixie Aurora mengirim pesan kepada anggota Dhammapada Atthakatha - Sehari Satu 
Kisah - Indonesian Version.

--------------------
Judul: (147) Kisah Sirima - Dhammapada Atthakatha


Dhammapada
BAB XI. JARA VAGGA - Usia Tua

(147)
Pandanglah tubuh yang dihias indah ini,
Tumpukan luka, terdiri dari rangkaian tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.

Dhammapada Atthakatha :

Kisah Sirima

Saat itu di Rajagaha tinggal seorang pelacur yang sangat cantik bernama Sirima. 
Setiap hari Sirima berdana makanan kepada delapan bhikkhu. Suatu ketika, salah 
seorang dari bhikkhu-bhikkhu itu mengatakan kepada bhikkhu lain betapa 
cantiknya Sirima dan bahwa setiap hari Sirima mempersembahkan dana makanan 
kepada para bhikkhu.

Mendengar hal ini, seorang bhikkhu muda langsung jatuh cinta pada Sirima 
meskipun belum pernah melihat Sirima. Hari berikutnya bhikkhu muda itu bersama 
dengan para bhikku yang lain pergi ke rumah Sirima untuk menerima dana makanan. 
Sirima sedang sakit, tetapi karena ia ingin memberi penghormatan kepada para 
bhikkhu, ia digotong ke tempat para bhikkhu berada.

Begitu bhikkhu muda tersebut melihat Sirima lalu bhikkhu muda berpikir, 
"Meskipun ia sedang sakit, ia sangat cantik!" , dan Bhikkhu muda itu tersebut 
timbul nafsu yang kuat terhadapnya.

Larut malam itu, Sirima meninggal dunia. Raja Bimbisara pergi menghadap Sang 
Buddha dan memberitahukan bahwa Sirima, saudara perempuan Jivaka, telah 
meninggal dunia. Sang Buddha menyuruh Raja Bimbisara membawa jenasah Sirima 
kekuburan dan menyimpannya di sana selama 3 hari tanpa dikubur, tetapi 
hendaknya dilindungi dari burung gagak dan burung manyar/pemakan bangkai.

Raja melakukan perintah Sang Buddha. Pada hari ke 4 jenasah Sirima yang cantik 
sudah tidak lagi cantik dan menarik. Jenasah itu mulai membengkak dan ulat 
keluar dari dari 9 lubang.

Hari itu Sang Buddha bersama para bhikkhu pergi ke kuburan untuk melihat 
jenasah Sirima. Raja Bimbisara juga pergi bersama pengikutnya.

Bhikkhu muda yang telah tergila-gila kepada Sirima tidak mengetahui bahwa 
Sirima telah meninggal dunia. Ketika ia mengetahui Sang Buddha dan para bhikkhu 
akan pergi melihat Sirima, maka iapun turut serta bersama mereka. Setelah 
mereka tiba di kuburan, Sang Buddha, para bhikkhu, raja dan pengikutnya 
mengelilingi jenasah Sirima.

Kemudian Sang Buddha meminta kepada Raja Bimbisara untuk mengumumkan kepada 
penduduk yang hadir, siapa yang menginginkan tubuh Sirima 1 malam boleh  
membayar 1000 keping, akan tetapi tak seorangpun yang bersedia mengambilnya 
dengan membayar 1000 keping, atau 500, atau 250, ataupun cuma-cuma.

Kemudian Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, lihat Sirima! Ketika ia masih 
hidup, banyak sekali orang yang ingin membayar 1000 keping untuk menghabiskan 1 
malam bersamanya, tetapi sekarang tak seorangpun yang ingin mengambil tubuhnya 
walaupun dengan cuma-cuma. Tubuh manusia sesungguhnya subyek dari kelapukan dan 
kehancuran."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Passa cittakata&#7747; bimba&#7747;
aruk��ya&#7747; samussita&#7747;
��tura&#7747; bahusa&#7747;kappa&#7747;
yassa natthi dhuva&#7747; &#7789;hiti."

Pandanglah tubuh yang dihias indah ini,
Tumpukan luka, terdiri dari rangkaian tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.

Bhikkhu muda itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma 
berakhir.

----------------------
Notes :

Sirima mencapai tingkat kesucian sotapatti ketika ia berada di rumah Uttara 
(ditunggu ya ceritanya di kisah ke 223).
Sejak Sirima menjadi sotapanna, ia mengundang 8 bhikkhu untuk menerima dana 
makanan setiap hari di rumahnya.

Setelah kematiannya, Sirima lahir kembali di alam dewa Yama sebagai istri dari 
Suyama, pemimpin di alam dewa Yama. Perlu diketahui, kelahiran di alam dewa 
adalah kelahiran secara spontan (opapatika yoni), tidak melalui proses dari 
bayi/telur dll, langsung dewasa.
Ketika Sang Buddha berkhotbah di kuburan itu, Sirima hadir dengan 500 kereta 
surgawi beserta pengiringnya. Setelah Sang Buddha membabarkan Kayavicchandanika 
Sutta (Vijaya Sutta), Sirima mencapai tingkat kesucian Anagami.

Di kitab Vimanavatthu (pp.78f., 86) juga menceritakan kejadian yang sama, 
dengan tambahan bahwa Vangisa Thera juga hadir disana, dan setelah mendapat 
persetujuan dari Sang Buddha, beliau bertanya kepada Sirima dan menyuruhnya 
mengungkapkan jati dirinya. Tetapi disini dikatakan Sirima lahir di alam 
Nimmanarati, dan tidak disebutkan ia mencapai Anagami, sementara bhikkhu muda 
tadi disebutkan mencapai tingkat kesucian Arahat.

Mungkin sebagian orang berpikir kenapa mayat Sirima diperlakukan seperti itu, 
seperti kurang hormat kepada yang telah meninggal. Ini adalah pemikiran umat 
awam yang tidak mengerti, yang masih menggenggam erat tubuh jasmani.
Bayangkan kalau kita berada di posisi para bhikkhu/arahat/Buddha yang dapat 
melihat kemana perginya Sirima. Jika kita dapat melihat dengan mata kepala 
sendiri bahwa Sirima telah lahir kembali, dengan tubuh surgawi yang bahkan jauh 
lebih megah, hormat atau tidak hormat kepada mayat itu sudah tidak begitu 
relevan lagi.
Ibarat kita punya ular kesayangan yang sudah ganti kulit, atau ulat/kepompong 
yang telah menjadi kupu-kupu, tentunya perasaan kita terhadap kulit yang lama / 
kepompong yang kosong yang dicampakkan begitu saja ya biasa-biasa saja.

Dalam 40 macam kasina / obyek meditasi, termasuk di dalamnya adalah mayat (10 
jenis mayat) yang disebut Asubha, dimana kasina ini sangat cocok untuk orang 
yang penuh nafsu. Contohnya dalam kisah di atas, si bhikkhu muda tersebut.
--------------------

Kirim email ke