Ada kesalahan teknis, jadi kiriman Bro Hanry Uttamo saya kirim ulang.

Salam,
siwu

From: hanry uttamo <hoeyb...@yahoo.com>
To: samaggiph...@yahoogroups.com, mabindo@yahoogroups.com
Date: Thu, 22 Apr 2010 15:41:10 +0800 (SGT)
Subject: Kisah Sirima - Dhammapada Atthakatha

Dari: Facebook <notification+hi11_...@facebookmail.com>
Judul: "Dhammapada Atthakatha - Sehari Satu Kisah - Indonesian Version"
mengirimi Anda pesan di Facebook...
Kepada: "Joe Hoey Beng" <hoeyb...@yahoo.com>
Tanggal: Kamis, 15 April, 2010, 5:35 PM

Nixie Aurora mengirim pesan kepada anggota Dhammapada Atthakatha - Sehari
Satu Kisah - Indonesian Version.
--------------------
Judul: (147) Kisah Sirima - Dhammapada Atthakatha

Dhammapada
BAB XI. JARA VAGGA - Usia Tua
(147)
Pandanglah tubuh yang dihias indah ini,
Tumpukan luka, terdiri dari rangkaian tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.
Dhammapada Atthakatha :
Kisah Sirima
Saat itu di Rajagaha tinggal seorang pelacur yang sangat cantik bernama
Sirima. Setiap hari Sirima berdana makanan kepada delapan bhikkhu. Suatu
ketika, salah seorang dari bhikkhu-bhikkhu itu mengatakan kepada bhikkhu
lain betapa cantiknya Sirima dan bahwa setiap hari Sirima mempersembahkan
dana makanan kepada para bhikkhu.
Mendengar hal ini, seorang bhikkhu muda langsung jatuh cinta pada Sirima
meskipun belum pernah melihat Sirima. Hari berikutnya bhikkhu muda itu
bersama dengan para bhikku yang lain pergi ke rumah Sirima untuk menerima
dana makanan. Sirima sedang sakit, tetapi karena ia ingin memberi
penghormatan kepada para bhikkhu, ia digotong ke tempat para bhikkhu berada.

Begitu bhikkhu muda tersebut melihat Sirima lalu bhikkhu muda berpikir,
"Meskipun ia sedang sakit, ia sangat cantik!" , dan Bhikkhu muda itu
tersebut timbul nafsu yang kuat terhadapnya.
Larut malam itu, Sirima meninggal dunia. Raja Bimbisara pergi menghadap Sang
Buddha dan memberitahukan bahwa Sirima, saudara perempuan Jivaka, telah
meninggal dunia. Sang Buddha menyuruh Raja Bimbisara membawa jenasah Sirima
kekuburan dan menyimpannya di sana selama 3 hari tanpa dikubur, tetapi
hendaknya dilindungi dari burung gagak dan burung manyar/pemakan bangkai.
Raja melakukan perintah Sang Buddha. Pada hari ke 4 jenasah Sirima yang
cantik sudah tidak lagi cantik dan menarik. Jenasah itu mulai membengkak dan
ulat keluar dari dari 9 lubang.
Hari itu Sang Buddha bersama para bhikkhu pergi ke kuburan untuk melihat
jenasah Sirima. Raja Bimbisara juga pergi bersama pengikutnya.
Bhikkhu muda yang telah tergila-gila kepada Sirima tidak mengetahui bahwa
Sirima telah meninggal dunia. Ketika ia mengetahui Sang Buddha dan para
bhikkhu akan pergi melihat Sirima, maka iapun turut serta bersama mereka.
Setelah mereka tiba di kuburan, Sang Buddha, para bhikkhu, raja dan
pengikutnya mengelilingi jenasah Sirima.
Kemudian Sang Buddha meminta kepada Raja Bimbisara untuk mengumumkan kepada
penduduk yang hadir, siapa yang menginginkan tubuh Sirima 1 malam boleh
membayar 1000 keping, akan tetapi tak seorangpun yang bersedia mengambilnya
dengan membayar 1000 keping, atau 500, atau 250, ataupun cuma-cuma.
Kemudian Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, lihat Sirima! Ketika ia masih
hidup, banyak sekali orang yang ingin membayar 1000 keping untuk
menghabiskan 1 malam bersamanya, tetapi sekarang tak seorangpun yang ingin
mengambil tubuhnya walaupun dengan cuma-cuma. Tubuh manusia sesungguhnya
subyek dari kelapukan dan kehancuran."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
"Passa cittakataṃ bimbaṃ
arukāyaṃ samussitaṃ
āturaṃ bahusaṃkappaṃ
yassa natthi dhuvaṃ ṭhiti."
Pandanglah tubuh yang dihias indah ini,
Tumpukan luka, terdiri dari rangkaian tulang,
berpenyakit serta memerlukan banyak perawatan.
Ia tidak kekal serta tidak tetap keadaannya.
Bhikkhu muda itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma
berakhir.
----------------------
Notes :
Sirima mencapai tingkat kesucian sotapatti ketika ia berada di rumah Uttara
(ditunggu ya ceritanya di kisah ke 223).
Sejak Sirima menjadi sotapanna, ia mengundang 8 bhikkhu untuk menerima dana
makanan setiap hari di rumahnya.
Setelah kematiannya, Sirima lahir kembali di alam dewa Yama sebagai istri
dari Suyama, pemimpin di alam dewa Yama. Perlu diketahui, kelahiran di alam
dewa adalah kelahiran secara spontan (opapatika yoni), tidak melalui proses
dari bayi/telur dll, langsung dewasa.
Ketika Sang Buddha berkhotbah di kuburan itu, Sirima hadir dengan 500 kereta
surgawi beserta pengiringnya. Setelah Sang Buddha membabarkan
Kayavicchandanika Sutta (Vijaya Sutta), Sirima mencapai tingkat kesucian
Anagami.
Di kitab Vimanavatthu (pp.78f., 86) juga menceritakan kejadian yang sama,
dengan tambahan bahwa Vangisa Thera juga hadir disana, dan setelah mendapat
persetujuan dari Sang Buddha, beliau bertanya kepada Sirima dan menyuruhnya
mengungkapkan jati dirinya. Tetapi disini dikatakan Sirima lahir di alam
Nimmanarati, dan tidak disebutkan ia mencapai Anagami, sementara bhikkhu
muda tadi disebutkan mencapai tingkat kesucian Arahat.
Mungkin sebagian orang berpikir kenapa mayat Sirima diperlakukan seperti
itu, seperti kurang hormat kepada yang telah meninggal. Ini adalah pemikiran
umat awam yang tidak mengerti, yang masih menggenggam erat tubuh jasmani.
Bayangkan kalau kita berada di posisi para bhikkhu/arahat/Buddha yang dapat
melihat kemana perginya Sirima. Jika kita dapat melihat dengan mata kepala
sendiri bahwa Sirima telah lahir kembali, dengan tubuh surgawi yang bahkan
jauh lebih megah, hormat atau tidak hormat kepada mayat itu sudah tidak
begitu relevan lagi.
Ibarat kita punya ular kesayangan yang sudah ganti kulit, atau
ulat/kepompong yang telah menjadi kupu-kupu, tentunya perasaan kita terhadap
kulit yang lama / kepompong yang kosong yang dicampakkan begitu saja ya
biasa-biasa saja.
Dalam 40 macam kasina / obyek meditasi, termasuk di dalamnya adalah mayat
(10 jenis mayat) yang disebut Asubha, dimana kasina ini sangat cocok untuk
orang yang penuh nafsu. Contohnya dalam kisah di atas, si bhikkhu muda
tersebut.
--------------------

Kirim email ke