Mg Adven 4c: Yes 7:10-14; Rm 1:1-7; Mat 1:18-24 "Yusuf , seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum"
Joko (nama samaran) adalah seorang pengusaha muda yang sukses dalam karir atau usahanya, dan ia memiliki perusahaan yang besar dan jumlah pekerja atau pegawai yang besar juga. Ia memberi imbal jasa atau gaji kepada para pekerja atau pegawai dengan baik, maka mereka dapat dikatakan dapat hidup sejahtera dalam hal kebutuhan hidup sehari-hari di bidang ekonomi. Namun karena kesibukan kerjanya untuk mewujudkan karir dan impiannya dalam bisnis, Joko ternyata kurang berhasil dalam berkeluarga, lebih-lebih hubungannya dengan isterinya, Tina (samaran), meskipun isterinya cantik. Mungkin karena kesibukan dan kelelahan Joko kurang memberi waktu dan tenaga/tubuh kepada isterinya, maklum Tina, isterinya juga termasuk perempuan yang sibuk dalam berbagai macam kegiatan sosial kaum perempuan. Nampak sukses dalam usaha maupun kegiatan sosial ternyata tidak menjamin kesuksesan dalam saling mengasihi atau mencinta, dengan kata lain hubungan Joko dan Tina jauh dari kemesraaan sebagaimana layaknya dinikmati oleh suami-isteri: sehati, sejiwa, seakal budi dan setubuh (bersetubuh). Baik Joko maupun Tina ternyata menceriterakan pengalamannya kurang mesranya dengan pasangan masing-masing, termasuk kemesraan di tempat tidur, kepada rekan-rekan kerja dan bergaulnya. Baik Joko maupun Tina kiranya saling mencemarkan nama mereka di muka umum, dan dengan demikian hancurlah hidup keluarga mereka. Maka marilah menyongsong peringatan Kelahiran Penyelamat Dunia , Pembawa Damai Sejahtera, yang semakin mendekat, kita mawas diri dan meneladan " Yusuf, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum" "Yusuf, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum" Ketulusan hati erat hubungan dengan keutamaan kejujuran: jujur terhadap orang lain, terhadap masyarakat dan diri sendiri. Kejujuran merupakan kekuatan dan percaya diri yang timbul dari dalam diri seseorang karena tidak ada yang harus disembunyikan. Jika kita jujur terhadap diri sendiri rasanya kita tidak akan mudah mencemarkan nama orang lain di muka umum dengan menceriterakan kelemahan dan kekurangannya, karena diri kita orang yang lemah dan rapuh, penuh noda dan dosa. Dengan dan dalam ketulusan hati dan kemurahan hatiNya , Tuhan telah mengampuni dan mengasihi dosa dan kekurangan kita tanpa memperhitungkan dan mengingat-ingat kesalahan dan dosa kita, maka marilah kita teruskan ketulusan dan kemurahan hati Tuhan kepada sesama kita, lebih-lebih mereka yang dekat dengan kita, mengingat semakin dekat sering semakin kelihatan kelemahan dan kekurangannya. Tidak mencermarkan nama orang lain dimuka umum berarti senantiasa mewartakan kebaikan dan keutamaan orang lain di muka umum. Untuk melihat dan mengakui kebaikan dan keutamaan sesama kita, antara lain kita senantiasa harus berpikir positif (positive thinking) terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. Kami yakin baik dalam diri kita maupun sesama kita lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, kelebihan daripada kekurangannya, keutamaan daripada dosa-dosanya, dst.. Keutamaan-keutamaan atau kebaikan-kebaikan seperti "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Gal 5:22-23) pasti lebih banyak daripada kekurangan-kekuranganya seperti "percabulan, kecemaran, hawa nafsu,penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"(Gal 5:20-21) dalam diri sesama kita maupun dalam diri kita sendiri. Marilah kita ramai-ramai, bergotong-royong mewujudkan dan menghayati kebaikan dan keutamaan tersebut di atas, agar di hari Natal yang segera akan datang ini kita dapat menikmati damai sejati yang dibawa dan diwartakan oleh Sang Pembawa Damai, Kanak-kanak Yesus yang lahir dan hadir di tengah-tengah kita. "Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya. Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus. Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus" (Rm 1:5-7) Apa yang dikatakan oleh Paulus kepada umat di Roma di atas ini kiranya baik menjadi refleksi dan permenungan kita bersama. Dengan rendah hati Paulus menyadari dan menghayati jabatan rasul sebagai kasih karunia Allah serta meneruskan kasih karunia Allah tersebut kepada orang lain. Jabatan rasul bukan hasil jerih payah atau usahanya sendiri tetapi dari kasih karunia dan kemurahan hati Allah. Marilah kita meneladan Paulus dalam menghayati jabatan kita masing- masing, apapun jabatannya dan dimanapun kita menerima dan harus memfungsikan jabatan tersebut: 1. Pertama-tama kami mengajak dan mengingatkan siapapun yang memiliki atau menerima jabatan struktural baik di dalam masyarakat umum maupun Gereja (presiden dengan para menterinya, gubernur dan bupati dengan para pembantunya, camat, lurah, RT atau RW, para ketua/pemimpin organisasi; paus, uskup, pastor paroki dengan para pembantunya dst..). Jabatan atau kedudukan tersebut kita terima dari Allah melalui sesama kita melalui pemilihan yang demokratis dan dalam terang Roh Kudus, maka marilah kita hayati dan fungsikan demi kesejahteraan dan kebahagiaan umum, seluruh rakyat atau umat, agar `kasih karunia Allah menyertai semua orang'. 2. Dalam hidup bersama senantiasa ada pembagian tugas atau jabatan sebagai pewujudan subsidiaritas atau kepemimpinan partisipatif. Secara konkret beberapa orang diangkat dan dipercaya menjadi seksi ini atau itu, seksi tempat, seksi konsumsi, dst.., marilah kita fungsikan tugas ini dengan semangat pelayanan bagi semua orang. Percayalah kita dipilih dan diangkat dalam fungsi atau jabatan tertentu, karena kita dinilai mampu melaksanakannya dan marilah kita hayati pemfungsian jabatan tersebut dengan semangat ini :" Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus" (Fil 1;6). 3. Siapapun atau semuanya telah menerima kasih karunia Allah untuk fungsi dan jabatan atau tugas tertentu, entah di dalam keluarga, masyarakat atau tempat kerja. Karena tugas atau pekerjaan merupakan kasih karunia Allah, maka semangat dan sikap beribadat kepada Allah sebagai syukur dan terima kasih harus menjiwai cara hidup dan cara kerja kita. Dengan kata lain: menjadikan keluarga, masyarakat maupun tempat kerja sebagai `tempat beribadat' dan dengan demikian sesama atau orang lain yang ada bersama kita adalah rekan beribadat, aneka macam sarana-prasarana adalah `sarana-prasarana ibadat'. Kiranya kita semua tahu dan pernah mengalami sikap macam apa yang kita hayati selama beribadat atau berdoa, sikap yang sama hendaknya dihayati dalam hidup dan kesibukan sehari-hari di dalam keluarga, masyarakat maupun tempat kerja. Biarlah dengan cara hidup dan cara bertindak yang dijiwai kasih karunia Allah, syukur dan terima kasih tersebut menjadi persiapan kita bersama dalam rangka menyambut kedatangan Penyelamat Dunia, Allah berserta atau menyertai kita, sebagaimana dikatakan oleh Yesaya ini: "Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel" (Yes 7:14) "TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia."(Mzm 24:1-5) Jakarta, 23 Desember 2007