Mahalnya harga kebutuhan pokok sekarang ini, bukan saja semakin menyengsarakan rakyat miskin yang sudah akrab dengan kemelaratan, tetapi juga golongan kelas menengah sudah mulai terasa dan sudah mulai mengencangkan ikat pinggang. Kenaikan gaji tidak seimbang dengan harga yang semakin menggila dan semakin mencekek leher, terkecuali gaji para anggota DPR maupun gaji Hakim yang dinaikan 300% atau para jaksa yang sering mendapatkan Angpauw milyaran Rp. Walaupun demikian ini semuanya baru awal dari penderitaan yang semakin berkepanjangan, bahkan diprediksikan dalam jangka waktu tidak lama lagi akan terjadi wabah kelaparan diseluruh dunia !
Tidak bisa dipungkiri hampir setengah umat manusia di kolong langit ini makanan pokoknya adalah beras. Harga beras di pasaran dunia pada bulan Januari 2007 per ton masih US$ 318 sekarang sudah menyentuh US$ 750 dan diprediksikan dalam jangka waktu beberapa bulan saja akan mencapai level US$ 1.000. Harga gandum pun tidak beda dengan beras dalam jangka waktu satu tahun dari harga US$ 208,-- menjadi US$ 800 per ton. Begitu juga dengan harga jagung yang telah naik menjadi tiga kali lipat. Maka dari itu tidaklah heran apabila di negara-negara seperti Haiti, Filippina, Pantai Gading, Ethiopia, Mesir, Kamerun rakyat sudah mulai protes turun kejalanan secara besar-besaran, bahkan di Haiti telah menimbulkan korban nyawa para demonstran. Apabila perut lapar; pasti akan demo, masalahnya lebih baik mati ditembak dari mati kelaparan. Keadaan harga pangan di dunia ini akan semakin meningkat. Perlu Anda ketahui bahwa secara global hanya "tujuh persen" saja dari hasil panen beras yang dijual ke pasar dunia. Pasokan inipun akan menjadi lebih menciut dan berkurang lagi, sebab produsen beras seperti China, India maupun Vietnam sudah membatasi export beras mereka. Misalnya China & India telah melarang export beras demi kebutuhan dalam negeri sendiri. Vietnam sendiri mengalami gangguan panen tahun ini. Sedangkan kebutuhan beras semakin meningkat, misalnya Korea Utara saja membutuhkan sekitar 400 ton beras per tahunnya yang mereka import dari China, tetapi dari mana mereka bisa dapatkan beras apabila tidak ada lagi pasokan dari China atau pasar dunia ? Aneh tapi nyata, ratusan juta umat manusia di dunia ini mengalami kelaparan, karena harga pangan yang mencekek leher, tetapi kebalikannya di negara-negara makmur seperti Eropa dan Amerika; mereka bahkan menghambur-hamburkan dengan cara membakar bahan pangan secara begitu saja. Bukannya untuk makanan manusia ataupun hewan melainkan untuk dijadikan bahan bakar atau untuk mengisi tangki mobil mereka. Bahan pangan tersebut dijadikan bahan bakar bio yang ramah lingkungan. Terutama karena harga pasaran minyak dunia lebih mahal daripada harga pangan, disamping itu dengan alasan demi mengurangi pemanasan global. Apakah Anda tahu bahwa lebih dari 100 juta ton gandum maupun jagung per tahunnya diolah menjadi bahan bakar Ethanol/Bio Diesel ! Hal inilah yang meningkatkan harga pangan dunia dan semakin berkurangnya pangan di pasaran dunia. Oleh sebab itu apabila mereka tidak merubah atau membekukan politik bahan bakar bio ini, maka sudah bisa dipastikan satu milyar orang akan kelaparan yang pada akhirnya akan mengancam demokrasi secara global. Tapi tanya saja sama bule: "Mana yang lebih penting dan lebih menjadi perhatian mereka, harga bahan bakar yang murah ataukah orang yang kelaparan di Afrika & Asia?" Apakah di Indonesia beda ? Tiap orang bisa meng-Amin-kannya bahwa Indonesia adalah negara yang kaya, menurut Koes Ploes: "Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman", tetapi kenapa banyak bayi yang busung kelaparan dan rakyatnya makan nasi aking? Para pelaku pasar baca tengkulak itulah yang memeras kaum tani, sehingga mereka enggan bersawah lagi. Harga beras dipasaran dunia naik meroket naik setinggi langit, tetapi Bulog bahkan menekan harga gabah dari Rp. 2000/kg menjadi Rp. 1800/kg dengan alasan kualitasnya buruk. Para petani kita memiliki lahan pada umumnya kurang dari 0,4 hektar sehingga penghasilan bersih mereka tidak pernah bisa melampaui Rp 200 ribu per bulan, begitu juga dengan catatan kalau panen mereka tidak dirusak oleh hama, kemarau ataupun banjir. Dalam situasi seperti itu apakah Anda masih bersedia untuk bertani ataukah lebih baik jadi TKI? Hal inilah yang membuat Indonesia menjadi semakin terpuruk dan semakin tidak mandiri dan akan selalu tergantung dari beras import. Mang Ucup Email: [EMAIL PROTECTED] Homepage: www.mangucup.org