hahaha,.. 
lol,...
Mimpi apaan semalam? postingan saya dibaca dan di reply, 
Ohh...
Tapi, lain kali kalau mau reply, jangan lewat email-pribadi doong,.. malah pake 
hurufnya di tebal-tebal kan dan pake warna merah lagi,... 
wiiiihhh,... seram...
Mau cuci otak saya biar jadi haus darah? apa mau mulai buka kedok, mau 
men-teror saya?
Huahahahhaaa....
Jangan terlalu sensi doong...
Kekerasan simbolik itu ada dimana-mana,.. bukan Islam aja yang kena,..
Siapa yang salah?
Yang Maha Perencana? Yang Maha Pengatur? apa otak kita aja yang berbeda posisi? 
(Lah yang menciptakan otak itu siapa?, katanya udah diatur sedemikian rupa 
(sejak di dalam janin)).
Eh,.. sekali lagi,...
Gak usah main2 ke email pribadi yah,...
kecuali malu2 kucing,.. takut ketahuan rekan2 se milis semuanya.
Bye...

----- Original Message ----
From: H. M. Nur Abdurrahman <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]; mayapadaprana@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 3, 2008 7:50:36 AM
Subject: [Mayapada Prana] Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan


Posted by HMNA
Wassalam
 
************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* ******

Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan

Senin, 02 Juni 2008 

Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan mengatakan, bentrokan 
hanyalah efek dari "kekerasan simbolik" yang dibangun kalangan liberal&nbsp;

Hidayatullah. com-
Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan mengatakan, fenomena 
bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dan &nbsp;Aliansi Kebangsaan dan 
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) adalah efek dari "kekerasan 
simbolik" yang selama ini terjadi.

Menurut Aswar, kekerasan simbolik adalah pemaksaan sistem simbolisme atau makna 
&nbsp;atas kelompok &nbsp;tertentu seakan-akan hal itu dianggap sebagai sesuatu 
yang sah dan benar.

Menurut Aswar antara FPI dan AKK-BB adalah dua titik ektrem yang harus 
sama-sama dilihat secara fair dan jujur. Apa yang dilakukan FPI belum tentu 
sepenuhnya salah dan apa yang dilakukan AKK-BB juga belum tentu sepenuhnya 
benar.

Dalam berbagai kesempatan, yang ia perhatikan, misalnya, kelompok-kelompok 
liberal yang tergabung dalam AKK-BB juga sangat demonstratif mempertontonkan 
aksi-aksi yang disampaikan melalui bahasa HAM dan demokrasi yang sepenuhnya 
didukung total media massa. Sementara yang lain tidak mendapatkan kesempatan.

Aksi-aksi sporadis kalangan liberal di satu sisi, seperti melecehkan MUI 
merendahkan wibawa ulama, selalu mendapat tempat terhormat media massa dan TV. 

Sementara di sisi lain ada banyak pihak yang kecewa, media tak memberikan 
tempat. Lebih-lebih negara justru tidak tegas dan kurang memberi perlindungan 
terhadap keyakinan mereka. Akar persoalan ini, menurut Aswar tak pernah dilihat 
secara adil dan fair. Terutama oleh media massa dan pemerintah.

Sementara banyak mayoritas tak bersuara, media massa justru menisbatkan 
pendapat hanya pada segelintir orang-orang seperti Ulil Abshar atau Syafii 
Anwar atau suara kalangan liberal yang sesungguhnya tak begitu mewakili 
mayoritas banyak orang. 

"Jadi, sesungguhnya 'kekerasan simbolik' itu sudah lama dilakukan kalangan 
liberal terhadap kalangan Islam yang lain, " ujar Aswar kepada 
www.hidayatullah. com

Umumnya masyarakat lebih menyalahkan serangan dan kekerasan fisik yang terjadi. 
Tapi tak pernah menanyakan hak-hak mereka yang telah lama dizalimi baik dengan 
kata-kata, pernyataan-pernyata an dan opini-opini di berbagai media dan TV.

"Secara hukum, kekerasan berupa serangan itu bisa disalahkan. Namun secara 
psikologis, apa yang dilakukan itu harus bisa kita pahami bersama, " tambahnya. 

Agar 'kekerasan simbolik' segelintir kelompok tidak terjadi lagi, maka, negara 
harus segera turun tangan atas setiap tindakan pelecehan terhadap simbol-simbol 
agama yang diyakini mayoritas umat. 

Adalah tak adil jika media dan pemerintah hanya mengikuti pendapat seorang 
Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) sementara mengabaikan pendapat jutaan 
orang. 

"Mana suara NU dan Muhammadiyah? Mana suara ormas-ormas Islam yang lain, yang 
dalam hal ini sebagai representasi riil keberadaan umat?", tambah Aswar.

Karenanya, menurut Aswar, semua pihak -terutama media massa-- harus melihat 
persoalan secara adil dan fair. Sebab ketidak-adilan yang dibangun pers dalam 
kasus seperti ini, hanya akan melahirkan 'tirani minoritas' dan akan 
terus-menerus berulang, ujarnya. Yang lebih berbahaya, menuurut Aswar,dibanding 
kekerasan fisik, kekerasan simbolik jauh lebih menyakitkan dan berimplikasi 
panjang. [cha/www.hidayatull ah.com] 


      

Kirim email ke