hhhahahaa... lol.. Mimpi buruk saya adalah,.. kok banyak sekali sih orang yang senang dengan kekerasan di Bangsa ini? (Saya melihat kasus ini sama dengan perang saudara) Kalau cuman email warna merah,.. saya anggap mbah lagi datang bulan, lupa pake pampers... adanya saya terhibur dan bisa terbahak2 melihat ulah mbah... kirim email kayak ABG lagi jatuh cinta, kirim dengan warna-warni dan ke-norak-an lainnya. Huauahhahahahahahaa.... Kalau mbah, mimpi apa? Mimpi basah? Mimpi kering? Mimpi lembab? Apa mimpi duduk disebelah singasana Sang Maha ESA? (sehingga semua pendapat dan pikiran mbah itu adalah = kehendak NYA) Huahahahhahaaaa... Oiii Bangguuunnn.... Oiiii... Kerja....!! Huahahhahahaaa....
----- Original Message ---- From: H. M. Nur Abdurrahman <[EMAIL PROTECTED]> To: mayapadaprana@yahoogroups.com Sent: Tuesday, June 3, 2008 11:50:59 PM Subject: Re: [Mayapada Prana] Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan Nah, itu test case, bagaimana rasanya dikerasi secara simbolik non-fisik. Baru disemprot saja dengan huruf-huruf tebal berwarna merah, suatu kekerasan simbolik yang sebesar noktah, anda sudah mimpi buruk. Karunya. Howgh Nohetto HMNA ----- Original Message ----- From: Charlie Tjhin To: mayapadaprana@ yahoogroups. com Sent: Tuesday, June 03, 2008 9:54 AM Subject: Re: [Mayapada Prana] Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan hahaha,.. lol,... Mimpi apaan semalam? postingan saya dibaca dan di reply, Ohh... Tapi, lain kali kalau mau reply, jangan lewat email-pribadi doong,.. malah pake hurufnya di tebal-tebal kan dan pake warna merah lagi,... wiiiihhh,... seram... Mau cuci otak saya biar jadi haus darah? apa mau mulai buka kedok, mau men-teror saya? Huahahahhaaa. ... Jangan terlalu sensi doong... Kekerasan simbolik itu ada dimana-mana, .. bukan Islam aja yang kena,.. Siapa yang salah? Yang Maha Perencana? Yang Maha Pengatur? apa otak kita aja yang berbeda posisi? (Lah yang menciptakan otak itu siapa?, katanya udah diatur sedemikian rupa (sejak di dalam janin)). Eh,.. sekali lagi,... Gak usah main2 ke email pribadi yah,... kecuali malu2 kucing,.. takut ketahuan rekan2 se milis semuanya. Bye... ----- Original Message ---- From: H. M. Nur Abdurrahman <mnur.abdurrahman@ yahoo.co. id> To: [EMAIL PROTECTED] com; mayapadaprana@ yahoogroups. com Sent: Tuesday, June 3, 2008 7:50:36 AM Subject: [Mayapada Prana] Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan Posted by HMNA Wassalam ************ ********* ********* ********* ********* ********* ********* ****** Kekerasan Simbolik Jauh Lebih Menyakitkan Senin, 02 Juni 2008 Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan mengatakan, bentrokan hanyalah efek dari "kekerasan simbolik" yang dibangun kalangan liberal Hidayatullah. com- Pakar komunikasi Universitas Hasanuddin, Aswar Hasan mengatakan, fenomena bentrokan antara Front Pembela Islam (FPI) dan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) adalah efek dari "kekerasan simbolik" yang selama ini terjadi. Menurut Aswar, kekerasan simbolik adalah pemaksaan sistem simbolisme atau makna atas kelompok tertentu seakan-akan hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sah dan benar. Menurut Aswar antara FPI dan AKK-BB adalah dua titik ektrem yang harus sama-sama dilihat secara fair dan jujur. Apa yang dilakukan FPI belum tentu sepenuhnya salah dan apa yang dilakukan AKK-BB juga belum tentu sepenuhnya benar. Dalam berbagai kesempatan, yang ia perhatikan, misalnya, kelompok-kelompok liberal yang tergabung dalam AKK-BB juga sangat demonstratif mempertontonkan aksi-aksi yang disampaikan melalui bahasa HAM dan demokrasi yang sepenuhnya didukung total media massa. Sementara yang lain tidak mendapatkan kesempatan. Aksi-aksi sporadis kalangan liberal di satu sisi, seperti melecehkan MUI merendahkan wibawa ulama, selalu mendapat tempat terhormat media massa dan TV. Sementara di sisi lain ada banyak pihak yang kecewa, media tak memberikan tempat. Lebih-lebih negara justru tidak tegas dan kurang memberi perlindungan terhadap keyakinan mereka. Akar persoalan ini, menurut Aswar tak pernah dilihat secara adil dan fair. Terutama oleh media massa dan pemerintah. Sementara banyak mayoritas tak bersuara, media massa justru menisbatkan pendapat hanya pada segelintir orang-orang seperti Ulil Abshar atau Syafii Anwar atau suara kalangan liberal yang sesungguhnya tak begitu mewakili mayoritas banyak orang. "Jadi, sesungguhnya 'kekerasan simbolik' itu sudah lama dilakukan kalangan liberal terhadap kalangan Islam yang lain, " ujar Aswar kepada www.hidayatullah. com Umumnya masyarakat lebih menyalahkan serangan dan kekerasan fisik yang terjadi. Tapi tak pernah menanyakan hak-hak mereka yang telah lama dizalimi baik dengan kata-kata, pernyataan-pernyata an dan opini-opini di berbagai media dan TV. "Secara hukum, kekerasan berupa serangan itu bisa disalahkan. Namun secara psikologis, apa yang dilakukan itu harus bisa kita pahami bersama, " tambahnya. Agar 'kekerasan simbolik' segelintir kelompok tidak terjadi lagi, maka, negara harus segera turun tangan atas setiap tindakan pelecehan terhadap simbol-simbol agama yang diyakini mayoritas umat. Adalah tak adil jika media dan pemerintah hanya mengikuti pendapat seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) sementara mengabaikan pendapat jutaan orang. "Mana suara NU dan Muhammadiyah? Mana suara ormas-ormas Islam yang lain, yang dalam hal ini sebagai representasi riil keberadaan umat?", tambah Aswar. Karenanya, menurut Aswar, semua pihak -terutama media massa-- harus melihat persoalan secara adil dan fair. Sebab ketidak-adilan yang dibangun pers dalam kasus seperti ini, hanya akan melahirkan 'tirani minoritas' dan akan terus-menerus berulang, ujarnya. Yang lebih berbahaya, menuurut Aswar,dibanding kekerasan fisik, kekerasan simbolik jauh lebih menyakitkan dan berimplikasi panjang. [cha/www.hidayatull ah.com]