Sorry ralat .. aku lupa nulis .. MAS nya mas Brewok hehhhehe .. sorry ya ..btw aku skrg dah ikut yoga ...
--- On Sun, 8/3/08, vonny vitawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: vonny vitawati <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: [Mayapada Prana] Arthur G. Gish Berani Menghadang Tank Israel++mas Brewok To: mayapadaprana@yahoogroups.com Date: Sunday, August 3, 2008, 7:42 AM Haloo Brewok ..aku siy bukan mo ngejawab topik .. man mo say hello aja heheheh --- On Sun, 8/3/08, si Brewok [0_-] <red_conjurer@ yahoo.com> wrote: From: si Brewok [0_-] <red_conjurer@ yahoo.com> Subject: [Mayapada Prana] Arthur G. Gish Berani Menghadang Tank Israel To: mayapadaprana@ yahoogroups. com Date: Sunday, August 3, 2008, 7:34 AM Arthur G. Gish Berani Menghadang Tank Israel SEORANG kakek berjanggut lebat berdiri sambil mengangkat kedua tangannya di hadapan tank tentara Israel yang tengah menderu dan bersiap memuntahkan hulu ledaknya. Moncong senjata tank berkekuatan ledakan dahsyat itu tinggal berjarak beberapa inci saja dari dada pria bertopi merah dan sweater biru itu. Pria tersebut bergeming dan malah menyeru tentara yang berada di balik kemudi tank agar menghentikan langkahnya. Aksi kakek itu menuai amarah tentara Israel. Mereka bahkan meludahi sang kakek agar segera mundur dari jalur tank. Setelah bersitegang beberapa lama, tank Israel itu mundur dan mengurungkan niatnya membombardir pasar di Al Manara, Hebron, Tepi Barat Palestina. Amuk tentara yang membabi buta melumatkan pasar sepanjang dua blok itu perlahan berhenti. Sesaat setelah kejadian itu, Gish tertunduk lesu. Berlutut dan berdoa. "Aku merasa sendiri, lemah, tak berdaya. Aku hanya bisa menjerit kepada Tuhan," ujar Gish (68). Juru foto dari Kantor Berita Associated Press (AP) beruntung berhasil merekam drama menegangkan itu. Keesokan harinya, 31 Januari 2003, foto fenomenal itu menjadi headline di setiap surat kabar di dunia. Sejak saat itu, kakek bernama Arthur G. Gish itu kian dikenal dunia sebagai aktivis perdamaian. Peristiwa yang membikin jantung berdegup seperti itu tak sekali dua kali dialami Gish. Maklum sejak 1995, Gish terjun di tengah situasi konflik di Hebron. Banyak kalangan yang menilai langkah Gish sebagai langkah konyol. Memasuki daerah konflik agama yang tak kunjung usai dan telah menelan ribuan nyawa selama kurun waktu berabad-abad. Konflik yang diwariskan dari sejak kematian Nabi Ibrahim, Perang Salib, hingga pendudukan Israel karena dipicu munculnya Paham Zionisme. Gish adalah seorang berkebangsaan Amerika Serikat yang aktif sebagai anggota Christian Peace Maker (CPM) yang bermarkas di Ohio, AS. Satu hal yang disentuh Gish adalah nurani setiap warga di Palestina, baik itu kalangan Muslim, Kristen, maupun Yahudi, bahwa sesungguhnya nurani mereka mendambakan perdamaian. Oleh karena itu, kekerasan atas alasan apa pun tidak dibenarkan. Catatan harian Gish di Hebron yang penuh dengan drama itu dibukukan dengan judul Hebron Journal: Stories of Nonviolent Peacemaking yang dicetak oleh Herald Press di Kanada pada tahun 2001 cetakan pertama. Di Indonesia, Hebron Journal telah dialihbahasakan oleh Penerbit Mizan Juli tahun ini. Berdasarkan catatan Gish, setidaknya ada tiga peristiwa yang selalu dijadikan alasan mereka berkonflik. Pertama, pembantaian Yahudi pada 1929 oleh kaum Muslim. Kedua, pendudukan Tanah Palestina oleh Israel pada 1948, dan pembunuhan kaum Muslim oleh Israel di Masjid Ibrahim pada 1994. Selain itu, serentetan dosa sejarah yang ditandai peristiwa-peristiwa pembantaian tidak pernah usai hingga saat ini. Perdamaian seakan menjadi hal yang utopis meski agama yang tengah mereka bela itu mengajarkan dan mengutamakan perdamaian. Gish dkk. menerjunkan diri untuk memutus dendam kesumat tiga golongan yang mengaku umat Allah itu dengan cinta. Tanpa senapan, tanpa bom, bahkan tanpa caci maki. Dalam situasi konflik, apakah tentara Israel yang menyakiti kaum Muslim Palestina atau sebaliknya, Gish berusaha hadir dan menghentikan pertikaian. Misalnya, Gish secara aktif mengawal anak-anak Muslim Palestina berangkat ke sekolah ketika tentara Israel menghalang-halangi anak-anak tersebut pergi ke sekolah. Di peristiwa lainnya, Gish mengawal truk air yang akan mengirimkan air bersih untuk keluarga Muslim Palestina ketika tentara Israel dan pemukim Israel menyabotase pengiriman air bersih ke wilayah Muslim. Ajaibnya, perilaku kasar tentara Israel terhadap Muslim Palestina selalu berhenti tatkala Gish hadir di tengah-tengah mereka. Efek itu ia namakan "Grandmother' s Effect". Gish dkk. yakin bahwa cucu tidak akan berani bertindak kurang ajar di depan neneknya. Dalam banyak peristiwa, Gish dkk. kerap berperan sebagai nenek dan tentara Israel sebagai cucu. Pikiran Rakyat berkesempatan mewawancarai Gish di sela lawatannya ke Indonesia atas undangan Penerbit Mizan. Di Indonesia, Gish dijadwalkan mengunjungi beberapa kota, di antaranya Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung selama 11 hari. Di kota-kota itu, Gish selalu menyempatkan diri ceramah di masjid-masjid. Berikut petikan wawancara dengan Gish seusai ceramah di Masjid Mujahiddin, Jln. Sancang, Kota Bandung, pekan lalu. Foto Anda yang fenomenal menunjukkan Anda tengah menghadang tank Israel di Pasar Al Manara. Apa yang Anda pikirkan saat itu? Entahlah. Itu terjadi begitu cepat. Saya tidak punya waktu untuk berpikir. Saya hanya digerakkan oleh semangat Tuhan. Saya tahu, bisa saja saya ditembak oleh mereka. Saya tidak bisa membiarkan mereka menembaki para pedagang dan Muslim Palestina. Sesaat setelah itu, saya lemas sekali dan tidak percaya apa yang saya lakukan. Saat itu, banyak wartawan yang memotret di antaranya dari Associated Press (AP). Keesokan harinya, tiap koran memasang foto itu. Ketika Anda tiba di Hebron, apakah Anda bekerja sama dengan kelompok Kristen di sana. Dan mengapa memilih Kota Hebron? Harus Anda ketahui, bahwa tidak ada komunitas Kristen di Hebron. Komunitas Kristen hanya ada di kota-kota seperti di Jerusalem, Ramallah, Betlehem. Saya datang ke Hebron pada 1995. Saat itu, di Hebron adalah kota yang paling terbanyak mengalami kekerasan. Terutama setelah pembantaian 29 lelaki dan anak-anak Muslim yang tengah sembahyang di Masjid Ibrahim oleh Baruch Goldstein, seorang pemukim Yahudi dari Kiryat Arba. Banyak NGO (nongovernment organization) di Betlehem, Jerusalem, dan kota-kota lain. Akan tetapi tidak di Hebron. Makanya kami pilih Hebron. Selama di Hebron, apakah Anda tinggal bersama warga Muslim Palestina? Tidak. Kami punya rumah sendiri. Namun, kami tinggal di antara permukiman keluarga Palestina. Maka, kami pun banyak menghabiskan waktu dengan mereka. ** Sebagaimana ditulis dalam Hebron Journal, hampir setiap hari, Gish dan rekannya di CPT (Christian Peacemaker Team, tim bagian dari CPM), menyusuri jalanan Hebron. Gish kerap bertemu dengan tentara Israel yang tengah menganiaya warga Palestina. Gish dengan sigap menghampiri tentara-tentara itu hanya untuk meminta mereka menghentikan kekerasan. Ia tidak akan pergi hingga tentara itu menghentikan aksinya. Pernah suatu kali, tentara Israel tetap memukuli warga Palestina itu. "Akhirnya, saya mendekatkan muka saya tepat ke muka tentara itu. Saya pandangi dia. Akhirnya, mereka berhenti menganiaya warga Palestina," ucap Gish yang pernah mendekam di balik jeruji sel tahanan polisi Israel itu lalu tertawa. Ketika tiba di Hebron, apa yang Anda katakan kepada warga Palestina atau pemukim Israel yang ada di sana mengenai diri Anda? Saya perkenalkan diri sebagai anggota CPT. Kami katakan, kami tidak memihak siapa-siapa. Bagi kami, tidak ada musuh. Semuanya adalah saudara dan harus saling menghormati karena Tuhan Allah. Mereka semua tahu topi merah yang kami kenakan dan bahwa kami adalah CPT. Anda meyakini prinsip Grandmother' s Effect. Tapi kadang banyak "cucu" yang nakal dan membandel pada neneknya. Apa yang Anda lakukan? (tertawa kemudian terdiam sejenak) Masalah saya terbesar di sana adalah mengatasi kemarahan saya. Banyak ketidakadilan di sana yang membuat saya sangat marah. Tapi kalau saya marah, pasti akan lebih mudah bagi saya untuk melakukan kekerasan juga. Oleh karena itu, tantangan terbesar saya di sana adalah mengatasi kemarahan saya. Hal pertama yang saya lakukan ketika marah adalah identifikasi kemarahan kita itu, jangan disangkal bahwa kita marah. Akui saja bahwa kita marah. Tapi, jangan sampai melakukan kekerasan. Hadapi semuanya dengan cinta. Kemudian kami sharing dengan anggota yang lainnya. Perjuangan terberat kami di daerah konflik adalah mengalahkan diri sendiri. ** Di Ohio, Gish dikenal sebagai tokoh perdamaian tidak hanya setelah aktivitasnya di Hebron. Sejak tahun 1960-an, Gish muda sudah aktif menentang Perang Vietnam. Ia dan istrinya, Peggy Gish, terkenal sebagai dua sejoli cinta damai. Setiap Senin, selama 25 tahun terakhir, Gish dan Peggy melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kepala Pemerintahan Ohio. Tentu saja, aksi mereka itu dilakukan jika mereka kebetulan berada di tanah kelahirannya itu. Pasalnya, sejak 1995, setiap musim dingin, Gish pergi ke Hebron selama tiga bulan. Sedangkan Peggy yang juga aktivis perdamaian CPT, bertugas di Irak. Anda dan isteri selalu berunjuk rasa di Ohio setiap Senin. Mengapa Senin? Dan apa yang Anda suarakan? Ya, saya telah melakukannya selama 25 tahun ini bersama istri saya. Setiap Senin, pukul 11.30 sampai 12.30 siang karena itu waktunya makan siang dan banyak orang lalu lalang di jalanan. Saya tidak ingat mengapa harus hari Senin. Kami menyuarakan perdamaian. Lalu, bagaimana respons pemerintah setempat? Mereka mengabaikan kami. Meski saya kenal wali kotanya dengan baik, saya juga sering berbicara dengan mereka. Dengan polisi yang menangkapku juga baik dan saya juga respek pada mereka walau mereka sering menahanku selama beberapa jam. Setidaknya setahun sekali pasti saya ditahan dan harus menyelesaikannya di pengadilan. Apakah itu taktik Anda untuk merekrut orang muda agar bergabung ke CPT? Ya. Tapi saya seringnya melakukannya secara tidak langsung. Saya sering ceramah di setiap kota di AS. Tanpa saya ajak, mereka akan tertarik sendiri ke CPT. Peggy bertugas di Irak. Sementara Anda di Hebron. Kapan Anda berangkat lagi ke Hebron? Peggy di Irak sudah 9-10 minggu. Empat minggu lagi pulang. Saya akan pergi ke Hebron lagi mungkin Desember. Dia pergi ke Irak pada saat musim dingin dan musim panas. Kalau saya, hanya di musim dingin. Mengapa Anda berdua tidak bareng saja? Kami punya masalah berat. Hati Peggy ada di Irak, sedangkan hati saya di Hebron. Masalah kedua, yaitu kami sama-sama keras kepala. Dari siapa Anda mewarisi sifat-sifat antikekerasan seperti ini? Apakah diajarkan orang tua Anda? Ya. Orang tua saya bilang bahwa perang itu salah. Bahwa kita harus menghormati orang dari golongan apa pun, tanpa kekerasan. Orang tua saya bilang supaya saya tidak jadi tentara. Saya dibesarkan di lingkungan gereja dan itu bagian terpenting dalam hidup saya. Di sekolah, kita malah diajarkan untuk mendukung militer dan imperialisme. Padahal, di gereja tidak diajarkan seperti itu. ** Selain sebagai aktivis perdamaian, Gish dan Peggy juga dikenal sebagai sosok sangat bersahaja. Di Ohio, kakek nenek dari tiga orang cucu itu berprofesi sebagai petani pakcoy dan paria. Kedua jenis sayuran itu mereka tanam tanpa menggunakan pupuk kimia sedikit pun. Gish mendapat bibit kedua sayuran itu dari satu keluarga Asia yang bermukim di Ohio dan ia menanamnya atas permintaan keluarga Asia tersebut. Selama lawatannya di Indonesia, Gish tidak senang jika harus bermalam di hotel, terlebih hotel berbintang. Ia memilih bermalam di rumah penduduk asli. Selama di Bandung khususnya, Gish bahkan sempat "merengek" ingin membantu petani di bilangan Ciwastra yang sedang mencangkuli lahan sawahnya. Di sela istirahat di Masjid Mujahiddin, Kota Bandung, Gish sempat menunaikan ibadah salat Zuhur. Ya, sebagai penganut Kristen, Gish juga kerap salat lima waktu, salat Jumat, bahkan berpuasa. Dalam ceramahnya, Gish kerap mengutip ayat-ayat Kitab Suci Alquran menunjukkan bahwa ia juga sedikitnya menguasai kitab suci umat Islam. "Bagi saya, bentuk ritual apa pun, pada intinya berserah pada Allah," ucapnya. Ini kunjungan Anda pertama kali ke Indonesia. Bagaimana menurut Anda mengenai Indonesia mengingat citra Indonesia cukup muram di mata internasional? I love Indonesia. Di sini tempatnya indah. Masyarakatnya baik. Saya benar-benar jatuh cinta kepada masyarakatnya. Mereka yang menganggap buruk itu seharusnya datang langsung ke Indonesia dan menghabiskan waktunya bersama masyarakat. Selama di Indonesia, mayoritas "audience" ceramah Anda adalah kalangan Muslim. Apakah Anda tidak mengunjungi komunitas Kristen di sini? Tentu saja saya mau. Tapi waktu saya sangat terbatas. Saya diundang Mizan dan saya hanya 11 hari. Tapi saya sudah berkomunikasi dengan salah satu pemimpin Kristen di sini. Saya ingin sekali bisa berkomunikasi lebih banyak. Apa pesan Anda kepada masyarakat Indonesia? Palestinian sangat menghargai support dari masyarakat seperti Indonesia. Apa yang bisa kami lakukan? Educate yourself sehingga bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi sana. Bergabunglah bersama organisasi-organisa si solidaritas. Anda tidak usah datang langsung ke sana, apalagi menambah kekerasan. Aplikasikan prinsip-prinsip perdamaian di mana Anda berpijak. (Lina Nursanty/"PR" )***sumber: http://newspaper. pikiran-rakyat. co.id/prprint. php?mib=beritade tail&id=25904