Menggapai Cinta Allah

By: agussyafii

Bahasa sehari-hari mengenal istilah Allah yang di atas, atau Allah yang di 
langit. Langit sering didefinisikan sebagai batas pandangan mata. Dalam al 
Quran langit disebut dengan nama sama' atau samawat. Dalam bahasa Arab, sama' 
mengandung dua artinya, pertama, ma `ala ka, apa yang di atasmu. Dari 
pengertian ini maka plafon di rumah kita di sebut langit-langit. Ke dua, langit 
adalah ungkapan tentang sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal kita. Jika 
disebut surga berada di langit artinya akal kita tidak akan mampu melacak 
keberadaannya. Surga dapat dilacak dengan keyakinan atau iman, bukan dengan 
rasio. Bahasa sehari-hari juga suka menggunakan istilah langit meski kurang 
tepat, misalnya menyebut kecantikan luar biasa dari seorang gadis dengan 
menyebut cantiknya selangit, kekayaan yang sangat banyak disebut kayanya 
selangit , dan ungkapan semisal lainnya.

Orang beriman meyakini bahwa di balik alam raya ini ada alam langit atau `alam 
malakut satu tempat yang sangat tinggi dimana blue print alam raya dengan 
segala kehidupannya itu berada dan dikendalikan, dan Allah bersemayam di `arasy 
Nya mengendalikan kekuasaanya melalui sistem sunnatulllah, dan Dia 
mengontrolnya secara detail hingga jatuhnya selembar daunpun berada dalam 
kontrol Nya.

Di mana letak alam malakut dan dimana `arasy Allah, akal kita tidak mungkin 
menjangkaunya, karena Allah Maha Tinggi sedangkan kita sebagai hamba memiliki 
keterbatasan yang sangat banyak. Meski demikian, dengan sifat Rahman dan Rahim 
Nya Allah memberi infrastruktur kepada kita untuk dapat mendekat kepada Nya. 
Allah menempatkan sifat ilahiah pada setiap diri kita, apa yang dalam Islam 
disebut nasut. Allah juga menempatkan cahaya (nur) Nya pada setiap hati (qalb) 
kita, disebut nuraniyyun (hati nurani) yang memiki kapasitas pandangan batin 
sebagai lawan dari pandangan mata kepala, oleh Al Quran disebut bashirah 
(Q/75:14-15).

Jika sifat Allah al Bashir mengandung arti Allah mampu melihat sesuatu secara 
total tanpa alat bantu, maka bashirah nya kita atau hati nurani kita juga dapat 
menembus dinding-dinding pembatas, secara internal melihat diri sendiri, 
introspeksi secara jujur dan hati nurani tidak bisa diajak berdusta, sedangkan 
secara ekternal, nurani dapat menerobos ke alam malakut bercengkerama dengan 
ruhaniyyun (malaikat atau arwah manusia) dan bahkan bisa bercengkerama dengan 
Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. D

Dengan sifat Nasut itulah kita pada suatu ketika rindu kepada Allah. Sifat 
Nasut itu bagaikan api yang selalu menyala ke atas. Orang yang sedang rindu 
kepada Allah, maka pandangannya selalu ke atas mencari Dia Yang Maha Tinggi di 
'alam atas'. Kerinduan kepada ALlah itu memuncak ketika seseorang berhasil 
bekerja keras mensucikan jiwanya (tazkiyyat an nafs) hingga jiwanya mencapai 
tingkat nafs al muthma'innah, yakni jiwa yang tenang, atau ketika Allah 
berkenan mendekati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki Nya sehingga orang itu 
dalam waktu cepat tersucikan jiwanya (Q/ 4:49)

Di sisi lain, Allah senantiasa merindukan kehadiran kita ke haribaan rahmat 
Nya. Allah sangat antausias menyongsong hambanya. Jika kita mendekati Allah 
dengan jalan kaki, maka Allah akan menyongsongnya dengan berlari. Itulah yang 
menyebabkan ada orang yang sudah sejak kecil menjadi muslim tetapi tak kunjung 
berkualitas, sementara ada orang yang belum lama menjadi muallaf tetapi sudah 
mencapai pencerahan Ilahiah, karena ia disongsong oleh Sang Khaliq. Di satu 
pihak, kita memang memiliki bakat kerinduan kepada Allah dan untuk itu ia 
berusaha naik ke atas(taraqqi), di pihak lain, Allah yang merindukan kehadiran 
kita, berlari turun dari atas(tanazul) menyongsong setiap hambaNya yang 
berusaha keras mendekat (taqarrub). Ada tiga jalan yang kita bisa tempuh untuk 
menggapai cinta Allah.

Pertama: Thariqat as Syar`iy, jalan syari'at. Siapa saja yang berusaha keras 
konsisten mengikuti syari'at Islam, sholatnya, puasanya, berdagangnya, 
berpolitiknya, dan seluruh aspek hidupnya, maka dijamin ujungnya adalah dar al 
muqarrabin, wisma khusus untuk orang-orang dekat. Siapa saja yang secara 
konsisten mengikuti petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam hidupnya, yakni 
mengikuti aturan Allah tentang halal-haram, mengerjakan perintahNya dan 
menjauhi larangan Nya, maka ia berpeluang untuk mendapatkan Cinta Allah 
Subhanahu Wa Ta'ala.

Kedua: Thariqat ahl az zikr, jalannya ahli zikir. Barang siapa yang dalam 
hidupnya selalu berzikir maka ia akan sampai ke tingkat dekat dengan Allah. 
Zikir artinya menyebut atau mengingat. Orang awam berzikir dengan mulutnya 
dalam bentuk menyebut asma Allah atau kalimah thayyibah, meski hatinya belum 
tentu ingat Allah. Lihatlah orang yang ikut zikir bersama Arifin Ilham, ia bisa 
menangis haru interospeksi. Jika zikir itu dipelihara, dikerjakan secara 
sistemik, maka lama-kelamaan hatinya menjadi dekat dengan Allah yang selalu 
disebutnya. Sementara orang khawas berzikir dengan hatinya. Keadaan apapun yang 
dihadapinya dalam hidup, hatinya tetap mengingat Allah. Ada beberapa tingkatan 
zikir, yaitu zikir jahr, zikir keras-keras, kemudian meningkat ke zikir khofiy, 
zikir yang tidak mengeluarkan suara tetapi penuh d dalam hati, kemudian 
tafakkur, berkelana secar ruhaniyyah merenungkan kebesaran Allah, dan yang 
tertinggi adalah tadabbur, yakni melihat benda atau
 alampun langsung terbayang Sang Pencipta (tadabbur `alam).

Ketiga: Thariqat mujahidat as Syaqa, memilih jalan yang sulit. Bagi penganut 
jalan ini, hidup secara biasa itu berarti tidak tahu diri dan kurang bersyukur 
nikmat Allah. Ia paksakan dirinya mengerjakan yang sunnah karena yang wajib 
sudah lewatinya dengan riang gembira, ia haramkan untuk dirinya apa yang 
subhat. Ia lebih suka tidur di kasur yang sederhana, meski memiliki kamar yang 
mewah, ia memakan makanan yang tidak enak meski tersedia makanan lezat, ia 
pergi ke masjid dengan jalan kaki meski  punya mobil, semua yang sulit menjadi 
pilihannya untuk menggapai cinta Allah. Baginya menempuh kesulitan dalam 
perjalanan mendekat kepada Allah itu satu kenikmatan, dan baginya pula, 
menggunakan fasilitas kemudahan dalam perjalanan rasanya malu dihadapan Allah. 
Jalan yang tidak mudah, tidak semua orang sanggup memilih jalan sulit untuk 
menggapai cinta Allah.

Wassalam,
agussyafii
-- 
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia 
(MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan 
partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau 
http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 
087 8777 12 431.




      

Kirim email ke