Dokter kok Sakit ya?

Written by : Ruli Amirullah

 

 

Assalamualaikum
Wr Wb,

 

Dear all,

Siang  tadi tekanan
darah bapakku lumayan tinggi, mencapai 220. Aku pun bergegas untuk mengantarkan
beliau ke rumah sakit. Untung jarak yang harus ditempuh tidak jauh, dalam
hitungan menit kami tiba disebuah rumah sakit. Saat mendaftar, ternyata dokter
langganan bapakku sedang tidak masuk. Sambil tersenyum, perawat yang bertugas
mengatakan bahwa dokter tersebut sedang sakit. Ya sudah, mau diapain lagi, kami
pun memutuskan untuk tetap berobat disana.

 

Saat menunggu panggilan, daripada bapak makin
stress mikiran tekanan darahnya yang tinggi, aku dan ibuku bergurau mengenai
ketidak hadiran sang dokter.

 

“Dokter kok
sakit, jangan-jangan sakit darah tinggi juga..” celetuk ibuku

 

“Yah, dokter
kan manusia juga mam, masa ga boleh sakit…”

 

“Hehehe.. ya
boleh sih, Cuma kalo emang dia ternyata sakitnya darah tinggi juga, lucu aja,
selama ini kan pasti mereka-mereka sering ngasih tau pasiennya untuk
menghindari ini, jangan makan itu, olahraga teratur dan sebagainya. Eh 
tau-taunya
diri sendiri tetep bisa kena. Namanya nasib ya…” 

 

Aku tertawa aja mendengarnya, sampai kemudian ingat
tentang suaminya salah seorang saudara yang meninggal karena jantung (padahal
profesinya dokter spesialis jantung), “Eh
mam, malah suaminya saudara ibu itukan spesialis jantung yah, meninggalnya
gara-gara serangan jantung, disaat lagi seminar kedokteran tentang jantung,
yang pastinya lagi dikelilingi oleh para dokter jantung….”

 

“Iya… bener-bener
nasib kan namanya?”

 

Kemudian kami terlibat pembicaraan seru tentang
penyakit. Intinya, sempat terpikir, buat apa terlalu taat untuk tidak makan
ini, menghindar makan itu, menjauh dari makan itu, emoh banget untuk makan ini?
Toh akhirnya ajal tetep datang. Ya kan? Capek-capek menghindar makan enak, eh
tetep aja mati. Rugi dong. Huehehe….

 

Tapi kemudian ibuku memutuskan untuk tetap patuh
pada larangan dokter tentang apa-apa yang boleh ia makan dan apa-apa yang tidak
boleh ia makan. Menurutnya, ia pengen ajal datang dengan tanpa rasa sakit. Tanpa
perlu mengalami sakit yang menyiksa, dengan infus dan selang oksigen yang 
melilit
tubuhnya…

 

Iya juga seh…

 

Eh, tapi jadi inget ama ceramahnya ustad Jeffry
beberapa hari lalu. Bahwa sesungguhnya semua adalah barang titipan. Suami,
istri, anak, jabatan, kesehatan, harta benda, dan lain-lain, semua adalah
titipan. Nah kalo titipan berarti ada dua hal yang harus kita pahami. Yang 
pertama,
suatu saat titipan tersebut akan diambil lagi. Yang kedua, kita harus menjaga
baik-baik titipannya tersebut. Kan bukan barang kita, jadi kita gak bisa
seenaknya kan?

 

Ucapan UJe tadi membuat aku berpikir untuk membuat
sebuah perbandingan. Coba kalo kita diberi titipan mobil oleh seseorang. Dia 
bilang,
titip mobil yah, nanti setiap bulan aku kirim uang untuk merawatnya. Ke bengkel,
dicuciin, dll. Kamu pake aja mobilnya untuk keperluan kamu, gak apa-apa kok. 
Tapi
nanti aku ambil lagi suatu saat. 

 

Nah, tentu saja kita senang kan? Bisa kita pakai,
dan dapat uang untuk perawatan mobil tersebut. Dan ketika akhirnya dia datang
beberapa bulan kemudian untuk meminta lagi mobilnya, ya tentu saja kita ga
masalah. Wong emang mobilnya dia….

 

Andai mobilnya memang benar kita rawat, maka tentu
kita tak akan takut bertemu dengan pemiliknya. Tapi andai mobilnya tidak kita
rawat, maka bisa-bisa kita takut banget waktu sang pemilik datang untuk
mengambil mobil dan melihat mobilnya jadi barang rusak…

 

Begitu pula dengan tubuh kita! 

Tubuh kita adalah titipanNYA. Jadi kita
berkewajiban untuk menjaganya, merawatnya. Kalau tubuh gak boleh memakan
makanan pedas, maka ya kita hindari. Kalo tubuh kita harus makan tepat waktu,
ya kita jangan telat makan. Kalo tubuh sudah lelah, ya kita harus istirahat. 
Kalo
tubuh perlu cairan ya kita harus isi dengan air. Intinya, yang kita lakukan
adalah dalam rangka merawat tubuh. Masalah akhirnya tetap sakit, ya itu sudah
ketentuan DIA. Tapi kita sudah mengugurkan kewajiban kita untuk merawat barang
titipan tersebut. Ya kan?

 

Jadi kesimpulannya. Upaya menjaga kesehatan
bukanlah sekedar agar panjang umur, tapi lebih kepada karena kita punya
kewajiban untuk menjaga barang titipan. Sehingga saat barang titipan tersebut
diambil kapanpun, kita bisa dengan bangga mengembalikan tubuh tersebut padaNYA…

 

Dan itu tidak hanya berlaku pada tubuh, tapi pada
semua yang dititipkan pada kita. Suami, istri, anak, jabatan, harta benda,
kesehatan, semuanya! Bahkan hidup kita pun titipan bukan? Kita tak pernah
memiliki satu hal pun. Karena seperti kata UJe, yang sekarang kita miliki, 
apapun
itu, sesungguhnya statusnya adalah hanya Hak Guna Pakai, bukan Hak Milik…

 

 

Wassalam,

www.ruliamirullah.com

Jakarta, 15/6/10

Alhamdulillah tekanan darah bapakku sudah turun ke 170





Kirim email ke