Islam yang bermuatan: aqidah (pokok keimanan), jalannya hukum dan akhlaq, 
meliputi cakrawala yang luas, yaitu petunjuk untuk mengatur baik kehidupan 
nafsi-nafsi (individu), maupun kehidupan kolektif dengan substansi yang 
bervariasi seperti keimanan, ibadah ritual (spiritualisme), karakter 
perorangan, akhlaq individu dan kolektif, kebiasaan manusiawi, ibadah 
non-ritual seperti: hubungan keluarga, kehidupan sosial politik ekonomi, 
administrasi, teknologi serta pengelolaan lingkungan, hak dan kewajiban 
warga-negara, dan terakhir yang tak kurang pentingnya yaitu sistem hukum yang 
teridiri atas komponen-komponen: substansi aturan-aturan perdata-pidana, 
damai-perang, nasional-internasional, pranata subsistem peradilan dan apresiasi 
hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat yang berakhlaq. Semua 
substansi yang disebutkan itu bahasannya ada dalam Serial Wahyu dan Akal - Iman 
dan Ilmu. Maksudnya Wahyu memayungi akal , dan Iman memayungi ilmu. 

one liner Seri 408
insya-Allah akan diposting hingga no.800 
no.terakhir 931
*******************************************************************

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
 
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
408 Masalah Ambon dan Maluku Utara 

Respons dan sikap ummat Islam sehubungan dengan masalah Ambon dan Maluku Utara 
haruslah dipilah secara "regional", yaitu: Pertama, sikap ummat Islam di daerah 
yang terlibat langsung dalam "perang". (Untuk selanjutnya akan dipakai bahasa 
Al Quran, yaitu qital, yang akar katanya dibentuk oleh qaf, ta dan lam, QTL 
qatala artinya membunuh. Jika dibubuhkan alif diantara qaf dan ta, menjadilah 
QATL qa-tala yang berarti saling bunuh = perang). Kedua, sikap ummat Islam di 
daerah yang tidak terlibat dalam qital. Daerah pertama ialah Ambon dan Maluku 
Utara sedangkan daerah kedua adalah daerah diluarnya.

Untuk daerah Ambon dan Maluku Utara pembahasan harus dimulai dari permulaan 
yang menyulut qital (pembantaian), yaitu pada waktu ummat Islam sedang shalat 
Iyd pada 19 Januari 1999 sekonyong-konyong diserbu dan dibantai oleh gerombolan 
pengacau liar non-Muslim, kemudian ummat Islam diusir meninggalkan tempatnya 
bermukim. Apapun alasannya, apakah itu kesenjangan sosial, lebih-lebih jika itu 
berbau SARA ataupun apakah itu ulah penghasut (provokator) elit politik yang 
bertujuan mengacaukan Sulawesi Selatan (para exodus Muslim etnis Bugis-Makassar 
dari Ambon dan Kupang) untuk mendiskreditkan Habibie yang mempunyai hubungan 
emosional dengan orang Bugis-Makassar, maka bagi ummat Islam yang sedang shalat 
Iyd yang dizalimi di Ambon itu setahun yang lalu, akan merasakan dan meresapkan 
betul dalam hati sanubari akan makna Firman Allah:

-- ADZN LLDZYN YQATLWN BANHM ZHLMWA WAN ALLH 'ALY NSHRHM LQDYR. ALDZYN AKHRJWA 
MN DYARHM BGHYR HQ ALA AN YQWLWA RBNA ALLH (S. ALHJ, 39-40), dibaca: Udzina 
lilladzi-na yuqa-talu-na biannahum zhulimu- wainnaLla-ha 'ala- nashrihim 
laqadi-r. Alladzi-na ukhriju- min diya-rihim bighayri haqqin illa- ayyaqu-lu- 
rabbunaLla-hu (s. alhjj), artinya: Diizinkan berperang karena mereka dizalimi. 
Yaitu orang-orang yang diusir dari tempatnya bermukim dengan tidak benar hanya 
karena mereka berkata Maha Pemelihara kami adalah Allah (22 : 39-40).

-- KTB 'ALYKM ALQTAL WHW KRH LKM W'ASY AN TKRHWA SYY^N WHW KHYR LKM W'ASY AN 
THBWA SYY^AN WHW SYR LKM WALLH Y'ALM WANTM LA T'ALMWN (S. ALBQRT, 216), dibaca: 
Kutiba 'alaykumul qita-lu wahuwa karhul lakum wa'asa- an takrahu- syay.aw 
wahuwa khayrul lakum wa'asa- an tuhibbu- syay.aw wahuwa syarrul lakum waLla-hu 
ya'lamu waantum la- ta'lamu-n (s. albaqarah), artinya: Diwajibkan atas kamu 
berperang padahal itu kamu benci, dan boleh jadi kamu benci akan sesuatu, 
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu senang akan sesuatu tetapi itu 
buruk bagimu, dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak ketahui (2 : 216).

Al Quran adalah ibarat lemari yang di dalamnya terdapat rak-rak yang tersusun 
berisi pakaian yang dapat diambil untuk dipakai oleh ummat yang membutuhkannya 
sesuai dengan "suasana kebatinan" ummat itu. Bagi ummat Islam yang dizalimi 
waktu shalat Iyd setahun yang lalu itu yang cocok dengan suasana kebatinannya 
adalah kedua ayat di atas itu.

Untuk daerah yang diluar Ambon dan Maluku Utara perlu disimak Hadits yang 
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Nu'man ibn Basyir seperti berikut:
-- ALMW^MNYN FY TRAHMHM WTWADHM WT'AATHFHM KMTSL ALJSD ADZA ASYTKY 'ADHWA 
TDA'AY LH SA^R JSDH BALSHR WALHMY, dibaca: Almu'mini-na fi- tara-humihim 
watawa-dihim wata'a- thifihim kamatsalil jasadi idzasy taka- 'udhwan tada-'a- 
lahu sa-iru jasadihi bissahri walhumma, artinya: Para mu'min dalam kasih 
mengasihi, cinta mencintai, tolong menolong, ibarat tubuh, jika ada salah satu 
anggota yang terkena luka, seluruh tubuh ikut menderita tidak dapat tidur dan 
ditimpa demam. (The Messenger of Allah (SAWS) said: "The example of the 
believers in their mutual love, compassion and mercy is like a single body.If 
there is a pain in any part of the body, the whole body feels it." [Bukhari, 
Muslim])

Demam itu membara di Mataram dan meriang kecil di Makassar dalam wujud 
penggeledahan KTP dengan ekses penganiayaan serta "perpeloncoan" disusuh 
merayap, yang dilihat dari segi hukum positif termasuk tindakan kriminal. 
Hendaknya tanpa embel-embel murni, sebab dengan itu mengandung nuansa anak-anak 
kita mahasiswa yang demam itu disamakan dengan preman. Untuk meredam demam ini 
jalan satu-satunya ialah menyelesaikan akar permasalahannya di Ambon dan Maluku 
Utara. Untuk itu sebaiknya ditempuh upaya yang bersifat taktis dan strategis.

Upaya yang bersifat taktis supaya ditempuh oleh pemerintah cq polisi. Buat 
sekat, artinya pisahkan kelompok Muslim dengan non-Muslim. Kemudian batas-batas 
berupa sekat itu dijaga oleh polisi dibantu oleh TNI yang profesional dalam 
arti tidak memihak, tidak menjadi partisan. Status quo ini dipertahankan hingga 
tercapai suasana cooling-down. Termasuk dalam upaya taktis ini adalah segera 
menangkap sumber penghasut, dalang yang menghasut massa non-Muslim untuk 
membantai ummat Islam yang shalat Iyd setahun yang lalu. Supaya tidak salah 
tangkap harus difokuskan kepada yang non-Muslim, elit politik dari partai yang 
tidak berasaskan Islam dan yang tidak berbasis massa Muslim, dengan 
pertimbangan sejahil-jahilnya orang Islam, ia tidak akan mungkin menyuruh 
membantai ummat Islam yang sedang shalat Iyd setahun yang lalu.

Upaya yang bersifat strategis ialah supaya ditempuh rekonsiliasi "regional". 
Ini yang paling berat. Pendapat Presiden Abdurrahman Wahid bahwa masalah Maluku 
harus diselesaikan oleh orang Maluku sendiri sesungguhnya ada benarnya jikalau 
dalam konteks upaya strategis rekonsiliasi "regional". Yang memegang peran 
dalam upaya rekonsiliasi ini haruslah dalam kalangan ulama, pendeta, 
tokoh-tokoh adat dan masyarakat orang Maluku yang ada di Maluku, bukan mereka 
orang Maluku yang ada di Jakarta atau di Makassar, atau di tempat-tempat lain 
di luar Maluku. Rekonsiliasi yang bersifat protokoler, formal, bahkan yang 
berbau hura-hura seperti menyanyi-menyanyi, menari-menari di luar Maluku 
apapula di Maluku sendiri supaya dihentikan, sebab tidak ada gunanya, berhubung 
tidak menyentuh grass-root.

Firman Allah:
-- LQD JA^KM RSWL MN ANFSKM 'AZYZ 'ALYHI MA 'ANTM HRYSH 'ALYKM BALMW^MNYN R^WF 
RHYM (S. ALTWBT, 128), dibaca: Laqad ja-akum rasu-lum min anfusikum 'azi-zun 
alayhi ma- 'anittum hari-shun 'alaykum bilmu'mini-na rau-fur rahi-m (s. 
attawbah), artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari 
kalanganmu, yang amat berat "dirasakan" olehnya akan derita kamu serta harap 
akan keimananmu, lagi sangat kasihan dan penyayang kepada orang-orang yang 
beriman (9 : 128).

Jiwa ayat di atas itu ialah masyarakat hanya akan mendengarkan seruan 
pimpinannya, hanya jika pimpinannya itu dari kalangan mereka yang ikut 
menderita, ikut menjadi korban qital dari konflik horisontal. Sebab berat mata 
memandang, lebih berat bahu memikul. WaLla-hu a'lamu bi shshawa-b.

*** Makassar, 30 Januari 2000
     [H.Muh.Nur Abdurrahman] 
http://waii-hmna.blogspot.com/2000/01/408-masalah-ambon-dan-maluku-utara.html

=============================================================

Bismillahirrahmanirrahim
Pernyataan Pers
Sweeping Yon Gab di Poliklinik Laskar Jihad
Berdasarkan Hasil Investigasi di Tempat Kejadian Perkara di Ambon
 
 Berkenaan dengan peristiwa pembantaian Batalyon Gabungan (Yon Gab) terhadap 
masyarakat sipil di Ambon, Kamis, 14 Juni 2001, maka Dewan Pimpinan Pusat Forum 
Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah sebagai institusi yang mewadahi Laskar Jihad 
Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dengan ini perlu menyampaikan klarifikasi (berdasarkan 
hasil investigasi Ayip Syafruddin, M. Rahman Marasabesy, SH dan M. Taufik, SH 
(keduanya anggota Tim Pengacara Muslim) tanggal 16-19 Juni 2001 di Ambon atas 
beberapa berita yang dilansir oleh media cetak dan elektronik:

 1. Peristiwa pembantaian itu sendiri bermula dari sikap arogansi pihak 
Batalyon Gabungan terhadap masyarakat sipil tak bersenjata yang tengah berupaya 
menjaga barikade di tengah jalan agar tidak dibuka oleh pihak Batalyon 
Gabungan. Sikap masyarakat yang begitu keras membangun barikade untuk menutup 
jalan masuk tersebut dilandasi oleh sikap masyarakat Islam, bahwa setiap 
Batalyon Gabungan melakukan sweeping di wilayah komunitas muslimin selalu 
berbuntut insiden. Peristiwa Batu Merah Berdarah, 19-22 Januari 2001 adalah 
peristiwa tragis yang selalu menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat sipil 
di Ambon. Maka, tatkala berita sweeping berkembang di masyarakat muslimin, 
secara serta merta masyarakat membuat blokade agar pihak batalyon gabungan 
tidak bisa masuk. Tatkala batalyon gabungan tersebut memasuki wilayah Tanah 
Rata, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kodya Ambon, Kamis siang (14/6) 
terjadilah apa yang disebut sebagai Insiden Tanah Rata. Saat itu masyarakat 
mencoba menghalangi laju enam buah truk Batalyon Gabungan yang melintasi Tanah 
Rata untuk masuk ke perkampungan Kebun Cengkeh. Namun dalam upaya tersebut 
(yaitu agar masyarakat tidak menghalang-halangi penyingkiran barikade oleh 
beberapa anggota Batalyon Gabungan tersebut), tiba-tiba batalyon gabungan 
langsung menembaki penduduk. Para warga pun berhamburan menyelamatkan diri. 
Naasnya ada dua orang (Abu Muadz dan Arifin, salah seorang dari keduanya masih 
hidup dan menjadi saksi) yang sempat tertangkap, dipukuli dengan kopel dan 
popor senjata. Kedua warga sipil ini selanjutnya diangkut dengan truk menuju 
Kebun Cengkeh. Peristiwa penembakan secara membabibuta ini bisa dilihat 
bukti-buktinya melalui bekas tembakan yang mengenai gedung Pengadilan Tinggi 
Agama (PTA). Jadi tidak benar apa yang diungkapkan oleh Menkopolsoskam, Agun 
Gumelar, yang mengatakan bahwa yang mengawali penembakan adalah masyarakat. 
Tidak benar pula batalyon gabungan ditembaki oleh warga masyarakat. Yang 
terbukti di tempat kejadian perkara adalah perilaku brutal dari batalyon 
gabungan. Insiden Tanah Rata inilah yang memicu masyarakat semakin tidak 
menyukai Batalyon Gabungan. Apalagi setelah diketahui ada dua warga yang 
diangkut paksa oleh Batalyon Gabungan. Insiden Tanah Rata adalah pemicu 
masyarakat untuk bersikap agresif terhadap batalyon gabungan. Sekali lagi, 
tidak benar apa yang diucapkan oleh Agum Gumelar sebagaimana dilansir beberapa 
media.
  
 2. Tidak benar pula bahwa pembantaian warga sipil itu didahului oleh 
pertempuran antara Laskar Jihad dengan Yon 408/Diponegoro sehari sebelumnya 
(Koran Tempo, Jumat, 22 Juni 2001). Berita semacam ini adalah merupakan 
penyesatan opini yang tidak bertanggung jawab dan jauh dari kebenaran fakta di 
lapangan. Laskar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak melakukan penyerangan atau 
pertempuran dengan siapa pun sehari sebelum peristiwa biadab tersebut. Yang 
terjadi justru penyerangan pada waktu itu berasal dari wilayah Karang Panjang 
(sebuah wilayah Kristen) terhadap masyarakat Ahuru (muslim). Pada waktu itu 
justru Yon 408/Diponegoro tidak berbuat apapun untuk melindungi warga 
masyarakat muslim. Tidak menghalau pasukan penyerang tersebut, bahkan 
membiarkan saja.
  
 3. Opini-opini yang dikembangkan oleh kalangan pemerintah, khususnya TNI 
selalu melakukan pembelaan dan bahkan bila perlu melakukan upaya 'cuci tangan'. 
Ini sudah menjadi 'lagu lama' yang selalu diterapkan oleh TNI manakala terjadi 
kasus yang melibatkan jajaran TNI. Pola ini pernah pula diupayakan tatkala 
terjadi peristiwa Batu Merah Berdarah, 19-22 Januari 2001 di Batu Merah, 
Sirimau, Kodya Ambon. Bahkan, pada waktu itu pun pihak TNI membentuk Tim 
Pencari Fakta (TPF) yang ujung-ujungnya, hasil dari temuan fakta itu hanya 
untuk membenarkan apa yang dilakukan oleh pasukan pembantai dari TNI. Mestinya 
TNI telah menyalahi prosedur dan harus ditindaklanjuti ke Pengadilan Militer. 
Namun kenyataannya, Panglima TNI memberikan pernyataan yang sangat menyakitkan 
hati kaum muslimin. "TNI telah berbuat sesuai prosedur", katanya dengan mimik 
tanpa dosa. Menembaki warga sipil tak bersenjata, apakah itu merupakan prosedur 
TNI? Kalau itu memang menjadi prosedur TNI, pantas bila pembantaian terhadap 
warga sipil kemudian terulang kembali. 
 Demikianlah keterangan yang bisa kami sampaikan. Wallahu 'A'lam. 
 Jakarta, 22 Juni 2001 






Kirim email ke