Kalo dari cerita saya jika sekali diteliti udah jelas banget ada kaitannya.
Waktu diajarin ilmu KLENIK bin MISTIS berupa ILMU PELET murid kesayangan 
"Ustadz" Ali itu menyodorkan kalimat tawasul kepada Allah melalui perantara 
orang shalih dalam hal ini adalah syaikh Abdul Qadir Jaelani yang sudah 
Meninggal dunia.

Inilah yang terlarang dalam Islam yakni bertawasul kepada orang yang sudah mati.
Syaikh Abdul Qadir Jaelani-nya sih orang shalih dan tidak pernah mengajarkan 
KLENIK bin MISTIS semoga Allah merahmati beliau.

Disebutkan dalam biografinya bahwa Syaikh Abdul Qadir Jaelani memiliki beberapa 
KAROMAH. Karomah bagi orang shalih yang menjaga dirinya dari kemusyrikan adalah 
sesuatu yang wajar karena dia senantiasa menjaga dirinya sesuai syariah dan 
tidak menyekutukannya.

Orang shalih wajar jika makbul doa'anya karena keshalihannya disaat MASIH 
HIDUP. Maka ber TAWASUL dengan orang yang masih hidup ada kemungkinan keinginan 
kita makbul melalui orang shalih yang mendoakan keinginan kita tersebut kepada 
Allah.

Misalnya saya meminta agar Pak Imam mendoakan saya meminta kepada Allah agar 
saya banyak rezeki karena saya menganggap Pak Imam sebagai orang shalih masa 
kini yang masih hidup maka itu wajar.

Allah akan melihat dulu tingkat amaliah bapak selama masih hidup. Sedangkan 
jika pak Imam sudah meninggal maka amal dan ganjaran seseorang sudah terputus. 
Wallahu 'alam bishshowwab.

Untuk menyegarkan kembali pengertian tawasul saya selipkan berikut ini artikel 
tentang tawasul.

-------------------------------------------------

Hukum Bertawassul Dengan Para Wali & orang Shaleh


Muqaddimah 

Pada prinsipnya bertawassul (berperantara) kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala 
merupakan salah satu bentuk ibadah termulia bagi seorang hamba untuk 
mendekatkan (bertaqarub) kepada-Nya, dan hal ini memang dianjurkan kepada kita, 
sebagaimana firman Nya: 
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang 
dapat mendekatkan diri kepada Nya dan berjihadlah pada jalan Nya supaya kamu 
mendapat keberuntungan." (Q.S. Al Maidah : 35) 
Dalam ayat ini, Allah Ta'ala telah memberikan penjelasan, bahwa bertaqwa kepada 
Nya, mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihad di jalan-Nya, 
merupakan suatu cara dan jalan bagi seorang hamba untuk memperoleh kebahagiaan 
dan keberuntungan. 


Definisi Tawassul 

Secara bahasa, tawassul berarti menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk 
mencapai tujuan. (Mu'jamul alfaadzil 'Aqidah, hal.104). 
Adapun menurut istilah syara' berarti seseorang mendekatkan diri kepada Allah 
Ta'ala untuk tujuan tertentu dengan menjadikan suatu amal sebagai 
per-antara.(Mu'jamul alfaadzil 'Aqidah, hal.104, Muhtaarush Shihah, hal. 526) 

Bentu-Bentuk Tawassul 

Tawassul ada dua macam:

Tawassul yang disyari'atkan (diperbolehkan), yaitu tawassul untuk tujuan 
tertentu dengan perantara yang dibenarkan oleh syari'at Islam. Seperti 
bertawassul dengan nama-nama (asma') dan sifat Allah, bertawassul dengan amal 
shaleh kita yang telah kita lakukan serta dengan perantaraan do’a orang yang 
masih hidup. 

Selain tiga bentuk tawassul ini tidak- pernah ditetapkan dasar hukumnya dalam 
agama Islam, padahal segala bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada 
Allah harus berdasarkan pada syari'at Allah Subhannahu wa Ta'ala yang di bawa 
oleh Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam . (Harus ada dalilnya). 

Tawassul yang tidak disyari'atkan (tidak dibenarkan), yaitu bertawassul dengan 
perantara-perantara yang tidak ada dalil atau dasar hukumnya di dalam Islam.


Bertawassul dengan Nabi, Para Wali dan Shalihin. 

Dari penjelasan di atas sebetulnya telah jelas bagi kita, bahwa bertawasul 
kepada para wali dan orang shalih khususnya kepada Nabi Muhammad Shalallaahu 
alaihi wasalam setelah mereka wafat dengan cara mendatangi kubur mereka, mohon 
pertolongan mereka, bertawassul dengan menggunakan kemuliaan dan kedudukan 
mereka, memohon kepada mereka ketika turun bencana, memohon agar semua 
kebutuhannya terpenuhi, diselamatkan dari segala mara bahaya adalah merupakan 
bentuk penyimpangan terhadap sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Itu semua 
merupakan bentuk perkara yang diada-adakan, dan sama sekali tidak memiliki 
dasar dan alasan yang kuat baik dari al-Qur'an mapun as-Sunnah (baca: haram). 
Allah berfirman yang artinya: 
"Dan di antara manusia ada orang- orang yang menyembah tandingan-tandingan 
selain Allah; mereka menyintainya sebagaimana mereka menyintai Allah. Adapun 
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya 
orang-orang yang berbuat dzalim itu (syirik) mengetahui ketika mereka melihat 
siksa (pada Hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa 
Allah amat berat siksaNya (niscaya mereka menye-sal)." (Q.S. Al-Baqarah:165). 
Allah Subhannahu wa Ta'ala juga berfirman, yang artinya: 
"Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak 
akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula 
memindahkannya." (Q.S. Al-Isra’ : 56) 

Mereka beranggapan bahwa mu'jizat (kejadian luar biasa yang terjadi pada para 
Nabi) dan karamah (kejadian luar biasa yang terjadi pada orang-orang shalih 
dengan tanpa direncanakan sebelumnya) akan terjadi pada setiap saat dan atas 
kesadarannya, sehingga para wali dan orang shalih memiliki kekuatan untuk 
melakukan perkara yang bersifat mu'jizat dan karomah pada waktu dan kondisi 
yang mereka kehendaki, kapan saja dapat diminta, bahkan setelah mereka 
meninggal. 

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman melarang kita untuk beribadah kepada 
selain Nya, yang artinya: 
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak 
(pula) memberi mudharat kepada-mu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang 
demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang 
dzalim." (Q.S Yunus: 106) 

Adapun dasar pijakan Ulama tentang tidak diperbolehkannya bertawassul 
(berperantara) dengan para wali dan shalihin (setelah mereka mening-gal) adalah 
sebagai berikut:

Secara logika, pada dasarnya seseorang yang telah meninggal dunia, maka dia 
tidak akan dapat berdo'a sebagaimana ketika dia hidup (amal sudah ditutup). Dan 
bagaimana mungkin seseorang yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa ketika itu, 
lalu bisa membantu dan menolong orang lain yang masih hidup dalam hal-hal 
tertentu. 

Pada asalnya setiap bentuk ibadah itu adalah haram untuk dila-kukan sebelum ada 
dalilnya dan sebelum ada dasar pijakan baik dari al-Qur'an maupun 
as-Sunnah(contoh dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ). Dan karena 
itulah setiap ibadah bersifat tauqifiyah (sesuai dengan perintah dan contoh 
dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ). Yang menjadi ukuran dalam hal ini 
bukanlah baik dan tidaknya, atau enak dan tidak enaknya menurut perasaan dan 
naluri kita. Lain halnya dengan urusan keduniaan yang pada dasarnya boleh untuk 
dilakukan, kecuali ada larangannya. 

Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam tidak pernah memberikan contoh dalam 
masalah ini, padahal beliau adalah sosok suri tauladan yang patut kita ambil 
dan kita tiru dalam setiap hal. Begitu juga para shahabat, mereka tidak pernah 
melakukan seperti apa yang sering dilaku-kan oleh kebanyakan orang saat ini. 

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , yang artinya, 
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan 
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa 
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ke dalam 
Jahannam, itu seburuk-buruk tempat kembali." (Q.S an-Nisa' : 115 ) 
Di dalam surat yang lain Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya, 
"Dan Apa yang diberikan Rasul kepada-mu, maka terimalah dia. Dan apa yang 
dilarangnya bagimu, maka tinggalkan-lah; dan bertaqwalah kepada Allah. 
Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya." (Q.S. al-Hasyr : 7) 

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, 
"Barangsiapa melakukan suatu per-buatan yang tidak sesuai dengan ajaran kami, 
maka ibadahnya itu tertolak" (H.R. Muslim) 
Dan dalam riwayat yang lain Nabi Shalallaahu alaihi wasalam besabda : 
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيِهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ 
“Barangsiapa yang membuat-buat ibadah dalam ajaran kami (Islam) yang bukan 
merupakan bagian darinya, maka amalan itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari) 
Di hadits yang lain beliau bersabda: 
وَإِيَّاكُمْ وَ مُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ 
وَأَنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أحمد) 
Artinya, "Jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap 
perkara baru adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan ." (HR. Ahmad) Dalam 
riwayat An-Nasa’i terdapat tambahan, bahwa setiap kesesatan itu masuk neraka. 
Dan sabda beliau adalah bersifat umum dan menyeluruh. 

Adapun atsar dari Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu yang mengabarkan beliau 
bertawasul kepada al-Abbas dan dijadikan dalil oleh sebagian orang yang 
melakukan amalan ini tidaklah tepat. Karena Umar ketika itu bertawassul lewat 
do'a al-Abbas dan bukan terhadap dirinya, sementara cara yang demikian dan 
dengan syarat orang yang ditawassuli (dijadikan perantara) masih hidup tidaklah 
dilarang dan bahkan termasuk yang disyari'atkan. 

Dan alasan bahwa mereka memohon kepada Allah Ta'ala agar yang mereka minta 
terkabulkan dengan cara menggunakan kemulyaan para wali dan orang shalih, bukan 
menyembah kubur (menurut mereka), itu sama saja dengan yang dilakukan 
orang-orang musyrik jahiliyah yang beranggapan, bahwa beribadah tidaklah sama 
dengan berdo'a atau sebaliknya. Anggapan seperti itu tidaklah benar, karena 
me-minta berkah dari mayit pada dasarnya adalah berdo'a, sebagaimana orang 
jahiliyah pada saat itu berdo'a kepada berhala-berhala mereka. Dan tidak ada 
bedanya antara apa yang mereka lakukan dengan yang dilakukan orang zaman 
sekarang ini, di mana mereka menjadikan kubur para wali dan orang shalih 
sebagai tempat pengaduan. 

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya, 
“Orang-orang musyrik Jahiliyah mengatakan, "Kami tidak menyembah mereka 
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." 
(Q.S. az-Zumar: 3)

Dari penjelasan di atas, jelaslah bagi kita, bahwa bertawassul kepada Nabi 
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam setelah beliau wafat, kepada para wali dan 
orang shalih setelah mereka wafat tidaklah pernah disyari'atkan dan tidak juga 
dianjurkan. Bahkan hal ini tidak diperbolehkan di dalam Islam, karena meskipun 
Rasu-lullah adalah orang paling mulia di sisi Allah, tetap saja itu bukan 
merupakan sebab syar`i untuk diterimanya do'a seseorang, apalagi orang selain 
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. 

Kebanyakan orang melakukan hal itu karena dorongan rasa cinta dan hormat, namun 
cenderung berlebihan dan salah penerapannya. 


Khatimah 

Akhirnya kami berpesan kepada mereka yang terjerat dalam perkara ini, walaupun 
mempunyai tujuan baik dan menghendaki kebaikan, apabila anda memang menghendaki 
kebaikan, maka tidak ada jalan yang lebih baik daripada jalan para generasi 
terdahulu, yaitu para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in, dan orang-orang yang 
senan-tiasa komitmen di jalan mereka. 

Dan sesungguhnya, anda akan mendapati kebanyakan orang yang suka mengerjakan 
perkara bid'ah merasa enggan dan malas untuk mengerjakan hal-hal yang sudah 
jelas diperintahkan dan disunnahkan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. 
Itu semua merupakan dampak dari perbuatan tersebut terhadap hati seseorang. 

Semoga Allah memberikan kepada kita penunjuk jalan menuju petunjuk Nya dan 
pemimpin yang membawa kepada kebaikan, menerangi hati kita dengan iman dan 
ilmu, menjadikan ilmu yang kita miliki membawa berkah dan bukan bencana. Serta 
mudah-mudahan Allah membimbing kita kepada jalan para hambaNya yang beriman, 
menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertaqwa lagi beruntung. 

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita, 
Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, keluarga dan para shahabatnya serta 
orang-orang yang senantiasa mengikuti jalan beliau sampai Hari Kiamat. Wallahu 
a'lam bish shawab. Disusun dari berbagai sumber. 
(Ibnu Arba'in.)

Selesai sampai disini pembahasan Tawasul.

Abu Fahmi

-----Original Message-----
From: media-dakwah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, December 02, 2005 6:32 PM
To: media-dakwah@yahoogroups.com
Subject: Re: [BULK] - Re: [BULK] - RE: [media-dakwah] -= Mohon Pencerahan 
Sesegera Mungkin =-


Tapi sebenarnya aku masih bingung nih,

bagaimana tawasul kok bisa jadi ilmu PELET, MISTIK dsb  ya.....????
pada hal tawasul itu kan berdoa melalui perantara, dalam hal ini melalui
Syaikh Abdul Qadir Jaelani
tapi kok bisa jadi untuk ilmu2 spt itu ya, gimana ya, apa doanya dikabulkan
karena tawasul via syaih tsb ya?

nah sekarang pertanyaan saya yg NGAWUR Pol Banget adalah:

Apa hubungannya TAWASUL dg ILMU PELET




                                                                                
                                       
                    thoriq kusuma                                               
                                       
                    <[EMAIL PROTECTED]        To:     Ahmadi Agung <[EMAIL 
PROTECTED]>                               
                    il.com>                   cc:     "Teguh, Imanullah (PSU)" 
<[EMAIL PROTECTED]>,           
                    Sent by:                  [EMAIL PROTECTED], 
media-dakwah@yahoogroups.com                      
                    [EMAIL PROTECTED]        Subject:     [BULK] - Re: [BULK] - 
RE: [media-dakwah] -= Mohon           
                    groups.com                Pencerahan Sesegera Mungkin =-    
                                       
                                                                                
                                       
                                                                                
                                       
                    12/02/2005 01:03                                            
                                       
                    PM                                                          
                                       
                                                                                
                                       
                                                                                
                                       



hubungannya ....*baik baik saja kok* hahahahahaha

On 12/1/05, Ahmadi Agung <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Gue Mo tanya nih..
>
> Lha apa ada hubungan-nya yha antara Syaikh Abdul Qadir Jaelani & Syaikh
> siti jenar dng Agama Sheik di India..????
>
> Ini pertanyaan saya emang NGAWUR Pol, biar tambah mumet kabeh..ha ha
> haaaa...
>
> Salam
> AL-Pacitan
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]






Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links
















Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links



 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to