Dengan 'SmackDown', Bocah Bergadai Nyawa 
http://www.republik a.co.id/koran_ detail.asp? id=272629&kat_id=3

Tubuh pria kekar itu dihiasi tato. Panggilannya, The Undertaker. Lawannya tak 
kalah kekar. 
Otot-otot menyembul di hampir seluruh bagian tubuhnya. Lelaki yang memiliki 
sebutan 
Triple H itu bergumul dengan si Undertaker.
Adu jotos, saling banting dilakukan kedua pegulat itu di atas ring. Tiba-tiba, 
tangan 
Undertaker menggenggam leher lawannya. Bak kapas, badan Triple H diangkat 
dengan 
satu tangan. Tak lama kemudian, tubuh Triple H dihempaskan ke atas kanvas ring. 
Penonton pun bersorak riang.
Kekerasan memang sarat dalam setiap adegan tayangan gulat luar negeri yang 
biasa 
disebut SmackDown itu. Bahkan, bisa dibilang, kekerasan yang dilakukan kerap 
bernuansa 
ekstrem. Sang lawan memang terlihat kesakitan. Tapi, dia tak apa-apa --tak ada 
tandu 
yang diperlukan untuk melarikannya ke rumah sakit. Tak jarang pula, beberapa 
alat 
seperti kursi, kayu, hingga palu juga digunakan oleh petarung untuk segera 
memenangkan pertandingan. Banyak penonton tidak menyadari bahwa semua ini 
hanyalah 
trik pertunjukan televisi untuk meraih rating tinggi.
Hal itu pula yang tidak disadari oleh Restu, Iyo, dan Ii, warga Kompleks Banda 
Asri, Desa 
Banda Asri, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Adegan-adegan dalam 
SmackDown itu oleh siswa-siwa SMP ini ditiru dan dipraktikkan.
Sebagai lawan, mereka memilih Reza Ikhsan Fadillah (9 tahun), tetangga mereka. 
Tubuh 
kecil siswa kelas III SD Cincin I itu mereka banting. Kepalanya dihujamkan ke 
atas lantai. 
Tangannya ditekuk, meski Reza mengaduh kesakitan.
''Karena menirukan adegan SmackDown, anak saya meninggal,'' kata Herman 
Suratman 
(53). Menurut Herman, satu pekan sebelum Hari Raya Idul Fitri lalu, Reza 
mengeluhkan 
tangan kirinya terasa sakit hingga sulit digerakkan. Tapi, Reza tidak mengaku 
penyebab 
sakit itu.
Tapi, selama satu pekan, rasa sakit itu semakin menjadi. Pada Rabu (25/10), 
satu hari 
setelah Idul Fitri, Herman melarikan anaknya ke Rumah Sakit Daerah (RSD) 
Soreang. Tapi, 
RSD Soreang mengaku tidak memiliki peralatan memadai.
Reza dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Dari hasil rontgen, diketahui 
tulang 
pangkal lengan kiri Reza terpisah. Urat di tangan kirinya pun diketahui 
terjepit tulang. 
Selain itu, Reza juga mengalami cedera di bagian dalam kepala.
Reza lalu dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sebelum dipindahkan 
ke ruang ICU 
RSHS. Selama sepekan hingga Kamis (2/11). ''Tapi, karena tidak sembuh juga, 
saya 
memaksa membawa Reza ke Cianjur, ke tukang urut tulang,'' ujar Herman.
Kondisi Reza mulai membaik. Tapi, itu tidak lama. beberapa hari kemudian, 
kondisi Reza 
kembali parah. Saat teman-teman Reza menengok ke rumah, Herman baru mengetahui 
bahwa penyebab sakitnya Reza adalah adegan SmackDown yang dipraktikkan Restu, 
Iyo, 
dan Ii.
Menurut Herman, ketiga anak itu sudah mengakuinya. Pada hari itu juga, Rabu 
(15/11), 
Herman langsung melaporkan ketiga anak itu ke polisi. Tapi, dia tak bisa 
terlalu 
memerhatikan hasil penyelidikan polisi. Pada Kamis (16/11), kondisi Reza 
bertambah 
parah. ''Reza meninggal dalam pangkuan saya,'' ujar pria ini dengan berlinang 
air mata.
Atas kejadian ini, Herman telah meminta kepada Ketua DPRD Kabupaten Bandung, 
Agus 
Yasmin, dan Bupati Bandung, Obar Sobarna, untuk menyurati Lativi, yang 
menayangkan 
tayangan SmackDown ini.
Dia mengaku enggan jika harus menuntut Lativi. Pasalnya, kalaupun gugatannya 
dimenangkan pengadilan, dia hanya memperoleh ganti rugi. ''Sedangkan yang saya 
khawatirkan, jangan sampai anak-anak yang lain mengalami nasib serupa seperti 
Reza,'' 
kata dia.
Trauma tak hanya dialami Herman. Para pengajar di SD Cincin I langsung melarang 
siswa 
didiknya untuk menirukan adegan-adegan SmackDown. ''Seruan itu kami sampaikan 
setiap pagi di setiap kelas,'' kata Kepala Sekolah Cincin I, Nendi Rohendi.
Untuk menghapus gambaran mengenai SmackDown, pihak sekolah juga merazia 
pedagang yang kerap menjual gambar-gambar yang ada sangkut pautnya dengan acara 
itu.
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bandung, Denni Rukada, mengatakan, program acara 
SmackDown tidak layak ditayangkan lagi. Selain Reza, masih banyak anak-anak di 
Kabupaten Bandung yang menjadi korban. ''Hampir setiap dua hari sekali, tukang 
urut 
yang ahli membetulkan tulang, selalu mendapat pasien anak-anak. Mereka juga 
menjadi 
korban karena bermain SmackDown,'' ujar dia.
Selain menuntut tayangan SmackDown itu dihentikan, Denni juga meminta petugas 
kepolisian untuk menyita seluruh VCD ataupun DVD, serta CD playstation 
SmackDown.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Dadang Rahmat 
Hidayat, 
mengaku sudah memberikan surat teguran keras kepada Lativi. ''Kami akan 
berusaha lebih 
intensif lagi supaya tayangan ini dihentikan,' ' ujar dia.
Menurut dia, secara substansi acara ini memperlihatkan tayangan yang sadis. 
Sedangkan 
secara isi, tayangan yang penuh dengan muatan entertainment ini ditayangkan 
pada pukul 
21.00 WIB. Harusnya, kata dia, acara yang hanya layak ditonton orang dewasa, 
ditayangkan lebih malam lagi.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Sinansari ecip, mengaku sudah 
mendengar 
perihal peristiwa menyedihkan itu. Untuk itulah, kata dia, KPI akan memanggil 
pihak Lativi 
pekan depan.
Merujuk pada Undang-Undang Penyiaran, Ecip menyatakan, tayangan SmackDown 
sebenarnya sudah melanggar pasal 36 tentang penayangan kekerasan di layar 
televisi. 
''Dalam tayangan tersebut terlihat darah, aksi menendang, hingga menghantam 
lawan 
dengan kursi. Menurut saya semua itu sudah tergolong pada penayangan kekerasan 
secara terbuka di TV,'' paparnya.
Manajer Humas Lativi, Raldy Doy, belum mendengar rencana pemanggilan KPI. 
Namun, ia 
mengaku sudah mendengar kabar tewasnya bocah di Bandung yang diduga tewas 
terkait 
dengan tayangan SmackDown itu. Menurut dia, Lativi pun berencana mengecek 
kebenaran 
kabar tersebut. ''Kita akan melakukan investigasi bersama juga.''
Sementara itu berdasarkan keterangan tertulis melalui surat elektronik yang 
dikirimkan 
Raldy kepada Republika, tayangan SmackDown merupakan murni program hiburan. 
Selanjutnya lagi, layaknya film atau telenovela, SmackDown ini dilakukan sesuai 
skrip. 
Semua omongan dan gerakan, kata dia juga, berdasarkan skrip yang mesti dihafal. 
''Sedangkan gerakan-gerakan 'kasar' yang diperlihatkan dilaksanakan terlebih 
dahulu oleh 
para profesional yang sudah berlatih lama.''
Kemudian juga, Raldy mengatakan, sebagai tindakan preventif agar adegan di 
SmackDown 
tidak diikuti maka host selalu menyampaikan agar jangan menirukan semua adegan 
di 
rumah. ''Begitu juga kami menampilkan running text serta logo 'Bimbingan Orang 
tua (BO)' 
agar orang tua selalu mendampingi anak-anaknya saat menonton tayangan ini,'' 
ujarnya.

Kirim email ke